Bab 21 - Perjodohan Gila.

Kadang Cinta bisa membutakan dan menjadikan seseorang Gila.

Tapi cintaku padamu, seolah berbeda.

Aku hanya menginginkan dirimu... agar aku bisa tetap waras.

Dan agar aku tetap bisa mengendalikan diriku...

***

Nicholas melihat foto Arra yang dikirimkan ke pesan singkat di ponselnya. Dari foto tersebut, dia tersenyum senang karena Arra sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan menarik. Sesuai dengan yang selama ini dibayangkan Nicholas. Iya, Nicholas memang sejak lama sudah menyimpan perasaan khusus kepada Arra.

Mereka yang tumbuh dan bermain bersama sejak masih kecil dan keluarga mereka yang saling mengenal satu sama lain dengan cukup dekat membuat Nicholas semakin mengharap bahwa wanita yang akan menjadi pendampingnya suatu saat nanti adalah Arra. Lagipula memang kedua orang tua gadis itu juga sudah mengetahui perihal bagaimana perasaan Nicholas selama ini kepada Arra. Dan menyetujui perjodohan yang akan terjadi di antara mereka berdua setelah Nicholas sudah berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Apa tante yakin, kalau aku akan diterima oleh Arra? Setahu aku, Arra bukan wanita yang mudah untuk jatuh cinta dan dirayu. Aku rasa pasti akan sulit untuk bisa mendapatkan dia…" Nicholas bicara dengan ibunda Arra sambi menikmati segelas anggur merah yang begitu mahal di makan malam mereka.

Ibu Arra yang mendengar kekhawatiran pria tersebut. Kemudian mengulas sebuah senyuman lembut. "Justru kamu harusnya senang dengan kenyataan itu Nicholas. Kalau Arra sulit jatuh cinta dan sulit untuk dirayu. Maka sudah pasti saat ini juga dia masih dalam posisi sendiri. Dan kamu hanya tinggal memikirkan bagaimana bisa menarik perhatian dan perasaannya yang sudah lama mati itu…" jawab wanita paruh baya tersebut.

"Benar… lagipula selama ini, setahu kami… Arra tidak pernah dekat dengan pria mana pun. Meski dia tinggal jauh dari kami, tapi kami selalu mendapat laporan bahwa dia tidak pernah mau menanggapi semua pria yang mendekati dirinya. Meski itu dari kalangan bangsawan lain juga," timpal Ayah Arra dengan sangat percaya diri.

Nicholas tersenyum puas. Mendapat keyakinan seperti ini. Rasanya sudah membuat Nicholas merasa dia sudah separuh jalan mendapatkan Arra dalam pelukannya. Apa yang dikatakan oleh ibunda Arra barusan memang benar. Justru ini bisa menjadi keuntungan bagi Nicholas yang mengetahui tentang perangai Arra yang sangat dingin terhadap lawan jenis. Arra yang memiliki rasi bintang Virgo yang menaungi dirinya. Dikenal sebagai sosok yang sangat dingin dan sulit ditaklukkan. Bukan harta atau ketampanan yang bisa membuat gadis itu menyerahkan hatinya, Nicholas tahu bahwa dia butuh lebih dari sekedar harta, kemewahan dan bahkan fisik rupawan demi mencuri dan memikat Arra yang dingin.

Dia butuh sesuatu yang bisa membuat Arra jatuh dalam pelukannya.

"Apa yang biasanya disukai Arra, Tante?" tanya Nicholas.

"Arra? Dia suka makan dan makanan yang enak. Dia juga suka wewangian. Kau harus tahu, Nich. Arra begitu menyukai berbagai jenis wewangian di seluruh dunia ini. terutama aroma vanilla yang memabukkan. Seperti aroma roti yang baru keluar dari panggangan."

Mendengarnya lagi, kemudian membuat Nicholas berpikir satu hadiah yang cocok. Yang akan dia berikan kepada Arra besok, ketika dirinya datang dan menemui gadis itu.

**

"Apa kau baik – baik saja, Sayang? Kenapa wajahmu jadi pucat seperti ini?" tanya Arra pada Arrio.

Sepanjang perjalanan pulang, memang mereka tak banyak melakukan percakapan dan interaksi. Bahkan Arra sendiri hanya memeluk tubuh Arrio dari belakang sambil menaruh dagunya di atas pundak Arrio. Sementara tangan si pria, menyentuh tangan Arra dan menggenggamnya sangat lembut.

"Aku baik – baik saja. Mungkin aku masuk angin. Kau tak perlu khawatir." Bohong kalau Arrio mengatakan dirinya baik – baik saja di depan Arra seperti sekarang.

Sebab sesungguhnya memang Arrio sangat tidak baik – baik saja. Perasaannya berubah jadi buruk setelah dia mendengar suara lolongan itu. Seolah kulitnya akan tercabik dari tubuhnya sendiri. Banyak hal yang kini memenuhi benak dan pikiran Arrio.

"Aku sudah bilang padamu untuk pakai pakaian sebelum pulang tadi. Tapi kau menolaknya, lihat kan… sekarang kau malah jadi sakit," protes Arra.

"Aku baik – baik saja Sayang. Kau tak perlu khawatir. Sudah sana masuk, sudah larut sekarang. Jangan menunda, nanti kamu juga ikut sakit kalau tak segera masuk ke dalam rumah." Iya, sebelum pulang ke rumahnya sendiri yang juga motel milik Harbert. Arrio lebih dulu mengantarkan Arra sampai ke depan rumah si gadis dan memastikan bahwa gadis yang dicintainya itu akan pulang dengan aman juga selamat.

"Besok kau tak usah berangkat dulu ya… istirahat saja dulu," katanya lagi.

"Kau yakin? Lalu bagaimana dengan pesanan untuk besok? Bukannya jumlah pesanannya sangat banyak ya?" tanya Arrio tidak yakin.

"Tidak perlu khawatir. Banyak staff yang bisa membantuku besok. Kau harus sehat dulu sebelum kau benar – benar ambruk dan justru semakin parah. Ingat Sayang, aku tidak mau kamu justru sakit gara – gara kejadian tadi…" kata Arra dengan wajah memerah.

Arrio mengernyitkan keningnya. "Kejadian apa memangnya?" dengan usilnya, Arrio masih sempat menggoda sang kekasih dengan berpura – pura lupa soal kejadian yang baru saja mereka lakukan di pinggir pantai.

Gadis itu melirik Arrio tajam dan membasahi kedua bibirnya sendiri yang membuat Arrio jadi semakin gemas melihat tingkahnya.

"Apa sayang? Memangnya apa yang barusan kita lakukan?" tanya Arrio kembali.

"Astaga… kamu memang sengaja mau melupakannya atau--"

Cupp!

Betapa mengejutkannya. Ketika tiba – tiba sebuah ciuman mendarat di bibir Arra yang diberikan Arrio tanpa peringatan. Pria itu kemudian kembali menarik tubuh kecil kekasihnya ke dalam pelukannya yang hangat. Menatap lembut wajah kekasihnya itu dan memberikan senyuman menggoda khas dirinya.

"Yang seperti itu?" tanya Arrio sambil berbisik.

Cupp!

Ciuman lainnya di berikan Arrio. Kini jauh lebih dalam dan membuat wajah Arra semakin memerah juga terasa panas di kedua pipinya.

"Atau yang seperti itu?" tanyanya lagi dengan senyuman seksi yang membuat Arra tertegun sendiri melihat tingkah kekasihnya ini.

"Ada orang yang bisa melihat kita, Arrio…" bisik Arra yang malu – malu.

"Tidak apa. Biarkan saja." Arrio seolah sudah tak peduli lagi dengan anggapan orang lain saat ini. "Mereka tidak berhak menghalangi kita berdua…" ucapnya.

Arra memposisikan kepalanya untuk bersandar pada dada bidang kekasihnya dan segera memeluk erat tubuh Arrio dengan penuh kasih sayang.

"Aku sangat mencintai kamu. Aku juga sangat mengkhawatirkan kondisimu. Jadi aku mohon, kamu harus jaga kesehatan kamu juga untuk aku. Jangan sakit, karena kalau kamu sakit atau terluka. Aku juga bisa merasakan sakitnya…" ujar Arra dengan suara serius dan sangat dalam.

Sebagai balasan, Arrio menganggukkan kepala sambil balas memeluk Arra dengan tak kalah erat.

"Iya sayang. Kamu tak perlu khawatir. Aku akan beristirahat malam ini sampai besok. Tapi kalau memang kamu membutuhkan aku untuk membantumu. Kapan pun itu, kamu harus mengatakannya dengan segera. Aku akan segera datang untukmu. Kau mengerti kan, Sayang?" tanya Arrio kemudian.

Dan Arra dengan cepat menganggukkan kepala. Dia mengecup dada bidang kekasihnya yang membuat Arrio memejamkan mata.

"Jangan melakukannya lagi. Atau kamu tidak bisa pulang malam ini dengan selamat, sayang…" bisik Arrio kemudian.

***