BAB 3 : CERAI ?
"Sudah satu tahun Mas, sudah satu tahun sejak kita putus, gimana kabar Mas Bara ?" Khayla memulai percakapan, Ia menatap kedalam mata Bara. Bara hanya terdiam, menunduk seolah tidak berani membalas tatapan Khayla.
"Khayla kurangnya apa Mas ? apa Khayla kurang cantik ? kurang pengertian ? apa Khayla kurang sempurna di mata Mas Bara sehingga Mas Bara dengan mudahnya minta putus ? dengan mudahnya gitu ngilang tanpa kabar ? enam tahun Mas, enam tahun kita bersama apa itu ga ada artinya buat Mas ?" Khayla tidak dapat menahan emosinya. Ia terus melempari pertanyaan pertanyaan tanpa jeda kepada bara.
"Maafin aku, Khay. Waktu itu aku berada di posisi sulit, dan aku ga tau harus gimana. Perusahaan Papa bangkrut, Mama masuk rumah sakit, dan mau ga mau aku harus nurutin pemintaan mereka buat dijodohin sama pilihan mereka."
Hening. Tiba-tiba keheningan memenuhi celah diantara mereka
"Jujur aku masih cinta, sama kamu Khay. Aku masih sayang sama kamu, aku ga bisa ngelupain kamu. Setahun ini aku ga bisa ngasih kamu kabar, ya karena keadaan aku yang memaksa. Aku harus membangun kembali bisnis Papaku yang hampir hancur. Khay, kita ulang dari awal lagi yuk ?!"
ucap Bara memohon sambil berusaha meraih tangan Khayla
Khayla tertunduk, Ia tidak berani menatap mata Bara. Dalam hati, Khayla ingin sekali menjawab iya. Karena dalam hati Khayla, ruangan untuk Bara tidak akan pernah bisa dihuni oleh siapapun. Namun, Bagaimana dengan takdirnya kini ? Takdir yang membuatnya menjadi seorang Istri dari seorang dokter bedah yang bahkan Ia tidak mengenalnya.
"Tapi bukannya Mas Bara sudah menikah ? bukannya Mas Bara sudah di jodohkan dengan wanita lain ?" Khayla memberanikan diri menatap Bara, meskipun dengan menahan tangis
"Perjodohanku batal Khay, selama setahun itu, aku akhirnya bisa membayar semua hutang hutang perusahaan Papa, aku berhasil bangkit, Khay. Dan sekarang tujuan aku balik ke Indo ya aku pengen sama sama kamu lagi, kita mulai dari awal lagi sama sama ya ?"
Ucapan Bara membuat tembok dilema yang menaungi Khayla semakin kokoh. Bagaimana Ia harus menjawab Bara ? Bagaimana Ia akan bercerita pada suaminya ? Bagaimana Ia akan bercerita ke Ibu ? Bahwa sebenarnya, Khayla dan Bara masih saling mencintai. Apakah suaminya akan menerimanya ? Apakah Ibu akan menyetujui jika pernikahan yang baru berumur satu hari ini berujung pada perceraian ? Bagaimana perasaan Abah di surga ?
"Khay….kamu mau kan ?"
Khayla terperanjat, Ia mengepalkan kedua tangannya seolah ingin menyembunyikan cincin emas lambang pernikahannya. Belum sempat Ia menjawab pertanyaan Bara, handphone nya berbunyi….
"Hallo, kamu dimana sih, Khay ? apa jangan jangan kamu ke kunci di toilet ?"
"Sory, Na. Aku lupa ga ngabarin kamu, aku lagi samaa…Bara, Na."
"What, Bara ? Kamu ga ngelindur kan, Khay ?"
"Engga, Na…Dia ada di depan aku sekarang." Khayla segera menghindar dari Bara
"Ya ampun Khay, gue ga salah denger kan ? Khay, inget Khay lu udah nikah, kok bisa sih ketemu sama Bara lagi ?"
"Ya ga tau, takdir mungkin"
"Kamu dimana sekarang ? gue samperin"
Setelah menyebutkan sebuah nama restoran, Khayla menutup telponnya.
"Siapa Khay ?"
"Hasna, tau Hasna kan ? sahabat Khay yang, ya begitulah tau sendiri"
Mereka berdua larut dalam pembicaraan mengenang masa lalu. Dari mulai menceritakan tempat kencan favorit, makanan favorit hingga hadiah ulang tahun dan hadiah anniversary yang mereka saling berikan.
"Khay, khay…kamu itu terlalu baik, bodoh apa gimana sih, udah diputusin tiba-tiba, ditinggal ngilang tanpa kabar, dan sekarang kamu juga udah nikah, Khay…inget kamu udah punya suami". Hasna memperingati Khayla yang mulai goyah
"Ya gimana lagi, Na..aku masih cinta sama dia, dan dia juga masih sayang sama aku, Na…kalau boleh aku minta cerai, apa aku minta cerai aja sama dia ?"
"Khay, Lu tu kalau ngomong jangan sembarangan bisa ga sih…hufttt…tau ah, Khay…" tidak tahan menahan kekesalannya pada Khayla, Hasna menyerah atas keras kepalanya Khayla
"Khay dengerin, nikah itu bukan buat main-main, Khay. Kurang sempurna gimana sih Khalid di mata Lo, Dokter, ganteng, dewasa, sholeh pula. Kamu itu beruntung Khay, gausah lama-lama ngejomblo udah langsung ada yang nikahin, lah gue, boro-boro ada yang ngelamar, yang ngajak PDKT aja kagak ada."
"Tapi aku tetep ga bisa Na, aku ga bisa pura-pura cinta, aku ga bisa memaksa diri aku buat mencintai orang yang ga aku cinta, Na….ga bisaaa…"
Khayla menegaskan sekali lagi tentang perasaannya kepada suaminya
Yah, yang namanya cinta, ada yang bilang cinta bisa tumbuh seiring waktu berjalan, tapi ada pula, seiring waktu berjalan, malah semakin tidak dapat melupakan cinta pertamanya.
***
Hujan deras mengguyur sepanjang malam, dan jam menunjukkan pukul 10 malam. Khayla termenung di kamarnya sendirian. Semenjak Ia pindah ke rumah suaminya, Ia sering di tinggal praktek oleh sang suami yang terkadang mau tidak mau harus menerima on call bila ada pasien darurat di rumah sakit. Sebuah pesan diterima oleh Khayla. Ternyata dari Bara
"Udah tidur Khay ?"
"Belum, Mas"
"Boleh aku telfon ?"
Belum sempat Khayla membalas pesan dari Bara, tiba tiba listrik padam, seluruh ruangan menjadi gelap gulita tanpa cahaya. Khayla memandang ke arah HP yang sehati dengan lampu-lampu. HP nya pun ikut mati. Khayla mendengus. Ia segera mencar-cari senter di dalam laci meja di samping tempat tidurnya. Kekhawatiran mulai menyeruak dari dalam dirinya. Bayangkan saja, seorang perempuan, sendirian di rumah, dalam keadaan hujan dan mati lampu.
Krieet…tak lama kemudian terdengar suara seseorang membuka pintu kamarnya yang lupa tidak Ia kunci, Ia memainkan senternya mencari tau siapa yang masuk. Sambil memegang gagang tongkat kayu, Ia berjalan mengendap. Ia seperti mendapati seseorang berdiri di dekat pintu. Ia melanjutkan langkahnya, mengendap endap hingga tiba di dekat pintu, dan tiba tibaa…
"Ha….haaan…hantuuuuu…" teriak Khayla ketakutan. Ia mencoba berlari menjauh dari seseorang yang dikiranya hantu itu, namun karena kondisi lantai yang sedikit basah, khayla terpeleset dan hampir jatuh kebelakang. Beruntung Ia segera di tarik oleh orang yang mencoba masuk ke kamarnya tadi, yang tidak lain dan tidak bukan orang itu adalah Khalid, suaminya sendiri.
Khalid segera menangkap Khayla, kemudian memeluknya. Namun tiba-tiba listrik dan lampu seketika menyala kembali. Khayla terbenam dipelukan Khalid yang dalam keadaan basah kuyup. Pelukan Khalid seolah mengisyaratkan bahwa Ia benar-benar khawatir pada istrinya itu.
"Kamu gapapa, Khay?" ucapnya lembut berbisik ke telinga Khayla
Deg…deg…deg….tiba-tiba detak jantung Khayla menjadi tak beraturan. Khayla mencoba melepaskan diri dari Khalid, namun Khalid malah semakin erat memeluk Khayla.
"Maaf, udah ninggalin kamu sendirian dirumah, maaf yaa" ucap Khalid kemudian sambil mengelus rambut Khayla.
"Baa..ba..bajumu basaah, Mas…" Khayla mencoba melepaskan diri dari suaminya yang hampir membuatnya sesak nafas karena tingkat detak jantungnya yang meningkat. Hormon oksitosin sepertinya telah memenuhi tubuhnya.
Menyadari dirinya telah memeluk sang istri dalam keadaan basah, Khalid segera melepaskan pelukannya. Tanpa berkata-kata, Ia bergegas masuk ke kamar mandi
"Ga ikut sekaliyan ? bajumu basaah" Khalid menunjuk kearah piyama Khayla yang setengah basah, tersenyum lalu kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke kamar mandi.
Pertanyaan Khalid membuat Khayla diam terpatung tanpa suara. Ia mengernyitkan kedua alisnya. Saking malunya, Ia berlari menuju ranjang, menarik selimut dan menyembunyikan dirinya. Perasaan apa ini ? pikirnya dalam hati.
***
Dari atas sofa, Khalid memandangi wajah istrinya yang sedang tidur. Tanpa berkedip Ia mencermati setiap lekuk wajah Istrinya. MasyaAllah, beruntung sekali ya aku menjadi suaminya, gumamnya dalam hati. Lamunan Khalid tiba-tiba terpecahkan oleh bunyi suara handphone Khayla. Sebuah pesan masuk diterima. Diambilnya Hp Khayla yang berada di atas meja di samping tempat tidurnya itu, kebetulan meja itu bersebelahan dengan sofa tempat Khalid tidur. Dibukanya Hp milik istrinya itu, kemudian di bukanya pesan singkat yang bertuliskan "Bara".
Dari : Mas Bara
"Khay, kamu gapapa kan ? semalam kenapa tidak membalas pesanku ?"
Khalid menghela nafas panjang setelah membaca pesan singkat itu. Mencoba menahan emosi yang hendak keluar, Ia menghela nafas kembali berusaha untuk menjauhkan pikiran negatif merasukinya. Tunggu penjelasan dari Khayla dulu, gumamnya dalam hati. Ia kembali menutup Hp dan meletakkan Hp milik istrinya kembali ke tempat semula kemudian beranjak bangun untuk bersiap berangkat ke rumah sakit
Khayla terbangun dari tidurnya, dan mendapati suaminya sudah berada di depan cermin bertelanjang dada dan hanya memakai handuk sebagai penutup bagian bawah. Mata yang awalnya mengantuk, tiba tiba saja terbelalak melihat pemandangan itu. Garis perut kotak-kotak yang terlihat jelas, ditambah otot lengannya yang kuat, dan kulitnya yang putih benar benar hampir membuat mata Khayla melotot.
"Mas Khalid, boleh minta waktunya sebentar sebelum berangkat kerja ? ada yang mau Khayla bicarakan."
Sambil memakaikan kaos, Khalid mengangguk menjawab pertanyaan dari Khayla
"Emm…Tapi celananya itu di pakai dulu ya?!"
Khalid berjalan kearah Khayla yang duduk diatas ranjang, Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Khayla sambil tersenyum kemudian mengambil celana panjang yang sudah Ia siapkan.
"Aa...aku ke dapur dulu ya mas, nyi.....nyiapin sarapan" Karena kikuk, Khayla beralasan untuk menghindar dari tatapan mata suaminya dan berusaha menjauhkan diri dari suaminya.
"Jadi, kamu mau ngomong soal apa, Khay ?" ucap Khalid membuka pembicaraan sambil mengoleskan selai coklat keatas rotinya.
"Emm…ini mas...Mas bisa baca dulu" setelah menghela nafas panjang dan meyakinkan diri, Khayla akhirnya memberanikan diri menyodorkan sebuah kertas
"Ini maksudnya apa, Khay?" tanya Khalid kebingungan dengan isi kertas itu.
"Gini Mas, dari awal, pernikahan kita ini, engga dilandasi saling cinta, dan Mas Khalid juga tau kan kalau aku punya pacar, dan kami putus juga karena terpaksa. Aku ga mau jadi istri yang pura-pura mencintai suaminya, jadi istri yang pura-pura menyiapkan sarapan hanya sebatas sebagai penggugur kewajiban istri kepada suami, bukan atas dasar cinta. Aku ga mau Mas, pernikahan kita dipenuhi oleh kepura-puraan."
Khayla menghela nafas panjang dan memberanikan diri menjelaskan kemauannya.
Khalid menghela nafas, Ia kembali teringat pada pesan yang dikirim kepada istrinya tadi pagi. Pikirannya mulai kacau.
"Apa karena laki-laki itu ? apa dia kembali lagi ?"
Pertanyaan yang dikeluarkan dari mulut Khalid, membat Khayla kaget dan bertanya-tanya. Bagaimana dia bisa tau ?
"Maaf, tadi pagi, aku udah lancang membuka pesanmu"
Khayla yang tadinya sangat menikmati sarapannya, tiba-tiba Ia menghentikan makannya dan menjadi hilang selera.
"Kita baru sebulan menikah, Khay, aku tau kamu engga ada rasa barang sedikitpun buat aku. Tapi bagi aku, pernikahan ini sakral, dan bukan untuk mainan, dan tujuannya juga bukan untuk cerai seperti permintaanmu pada kertas ini" Khalid mengembalikan kertas itu pada Khayla
"Aku masih mencintai Mas Bara, dan aku ga bisa ngelupain dia, Mas"
Mereka terdiam cukup lama setelah mendengar ucapan Khayla. Masing-masing berperang dengan isi pikirannya masing-masing. Khalid berperang dengan perasaan emosinya yang hampir keluar dan Khayla berperang dengan perasaan takutnya pada reaksi Khalid
"Kamu tau Khay, dari setelah aku mengucap ijab qabul, saat itu aku mulai mencintai kamu, dan aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa pernikahan ini akan menjadi pernikahan pertama dan terakhir buat aku."
Khayla hanya menunduk, Ia tidak berani bicara barang sepatah katapun, suasana ruang makan kembali menjadi sangat hening. Khalid bangkit dari duduknya, mengambil tas dan bersiap untuk berangkat bekerja. Setelah berjalan beberapa langkah, Ia menoleh kebelakang
"Mungkin pernikahan ini bisa kita lanjutkan selama setahun kedepan, dan kalau dalam setahun itu, kamu masih tidak bisa melupakan dia, aku ikuti permintaanmu"
"Apakah boleh aku mengajukan beberapa persyaratan untuk itu ?" Khayla menyahut pernyataan dari Khalid.
"Aku terima semua syaratmu dan akan aku ikuti semua kemauanmu, Assalamu'alaikum"
Khalid berjalan dengan langkah yang mengisyaratkan kekecewaan. Pikirannya kacau. Dalam benaknya hanya terisi sosok Khayla. Khayla polos yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali. Sambil mengendarai mobil pikirannya tak henti saling bersuara, bersautan mempertanyakan Apakah keputusan yang diambilnya sudah benar ? Dalam satu tahun nanti, apakah dirinya akan ikhlas melepaskan wanita yang dicintainya itu ? Yah, setidaknya dia harus memenuhi janjinya merawat dan melindungi Khayla walau hanya bersisa waktu satu tahun.
**************************************
Terimakasih sudah berkenan membaca sampai Bab ini. Jangan lupa berikan votes dan komennya ya, karena komen kalian adalah vitamin bagi kami.
Ikuti terus kisah Khayla merawat luka, yang entah akhirnya nanti sembuh atau justru semakin menganga ?