Setelah melakukan perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Aeelin membolehkan Revan mengantarkan pergi membeli jajan. Alhasil sejak menginjakkan kaki di dalam minimarkat, Revan terus berada di sebelah Aeelin sambil membawa keranjang untuk tempat jajajan yang akan Aeelin beli.
"Van, gue mau tanya sesuatu boleh?" tanya Aeelin setelah cukup lama terdiam.
"Silakan," jawab Revan singkat, karena saat Aeelin bertanya ia sedang fokus membalas pesan dari Fathur.
"Lo tau kebiasaan yang sering Camelia lakuin pas habis pulang sekolah? Yang sama temen-temennya dia itu, yang di belakang sekolah," ujar Aeelin menjelaskan dengan hati-hati.
"Tau," Revan kembali membalas dengan satu kata saja.
"Lah, kalo lo tau kenapa cuma dididemin aja? Mereka bertiga udah keterlaluan banget, Van"
"Lo mau gue gimana? Ngehukum mereka? Ngeluarin mereka dari sekolah?" tanya Revan dengan satu alis terangkat.
"Paling enggak lo kasih pelajaran buat mereka. Biar enggak ngelakuin hal buruk kayak gitu lagi. Kasian yang jadi korbannya mereka," sahut Aeelin mengingat kejadian sepulang sekolah tadi.
"Kenapa harus gue?" tanya Revan.
"Ya, kan, lo yang punya sekolah itu. Gimana sih?"
"Yang punya sekolah itu Kakek gue, bukan gue," jawab Revan polos.
"Tapi lo punya hak dan kuasa di sekolah."
"Tapi gue nggak ada kewajiban buat ngehukum mereka."
"Terus menurut lo yang harusnya ngehukum mereka siapa?"
"Adek lo sama anggotanya lah," jawab Revan tanpa pikir panjang. "Gue bukan anak OSIS, ogah banget ngurusin begituan."
Aeelin menggelengkan kepalanya. "Lo nggak mau ngurus karena lo juga anak nakal di sekolah, kan?"
"Gue yakin catatan BK lo udah penuh satu buku," tebak Aeelin sambil memasukkan snack kentang ke dalam keranjang yang dibawa Revan.
"Gue nakal ada alasannya," kata Revan.
"Apapun alasannya, lo tetep nggak boleh jadi cowok nakal kayak sekarang, Van. Dulu pas SMP lo mana pernah masuk ruang BK karena ngelakuin kesalahan. Kenapa sekarang lo jadi berubah coba?"
Revan menghentikan langkahnya mengikuti Aeelin. Menatap punggung mungil gadis yang baru saja mengomelinya.
"Kalo lo ada di depan gue pas gue sadar dari koma, nggak bakal ada sejarahnya Revan jadi anak nakal, Ai" ujar Revan dengan suara pelan, namun masih mampu di dengan oleh Aeelin.
Terbukti saat ini Aeelin sudah berbalik arah menatap Revan. Kenangan dua tahun silam kembali berputar di kepala Aeelin. Teringat akan kesalahan fatal yang sudah Aeelin lakukan.
"Kenapa lo tiba-tiba pergi tanpa ngasih penjelasan sama gue, Ai? Lo anggap gue apa? Orang asing yang sama sekali nggak lo kenal?" tanya Revan sambil berjalan mendekati Aeelin.
Pleaseee, Aeelin benar-benar ingin menghilang saat ini juga. Ia tidak akan sanggup menjawab semua pertanyaan Aires. Hatinya terlalu sesak jika mengingat kesalahan yang sudah ia lakukan.
"Maaf," lirih Aeelin. Satu kata yang akhirnya keluar dari mulutnya saat Revan sudah berdiri tepat di hadapannya.
Ayolah, Aeelin tau jika kata maafnya tidak akan membuat Revan puas. Aeelin yakin Revan akan menuntut jawaban lain darinya.
"Kenapa minta maaf?" tanya Revantanpa sadar membuat Aeelin mendongakkan wajahnya.
"Pertanyaan yang tadi, cuma berlaku saat lo nggak ada di depan gue. Saat lo jauh dari jangkauan gue."
"Ma-maksud lo?" tanya Aeelin bingung.
Revan tersenyum miring sambil terus menatap wajah cantik gadis yang berdiri di hadapannya.
"Selama lo ada di deket gue, gue nggak peduli sama masa lalu yang pernah gue alami sama lo, Ai. Yang terpenting saat ini, gue masih punya kesempatan buat ngelihat lo. Ngejaga lo dan terus ada di deket lo," tutur Revan tanpa menghilangkan senyum manis di wajahnya.
Tidak lama setelah itu, Revan berlalu dari hadapan Aeelin selepas mengacak pelan puncak kepala gadis tersebut. Membuat jantung Aeelin kembali berdetak tidak normal karena ulah Revan.
"Lo terlalu baik buat gue, Revan"
***
BUGH! BUGH! BUGH!
Serangan dari anggota inti Aligator semakin membabi buta saat mengetahui jika Kristal datang dengan banyak pasukan.
"Bangsat! Beraninya main keroyokan!"
Bayu yang tidak sengaja melihat salah satu anggota Kristal memegang benda tajam segera mengurus orang tersebut dan menyingkirkan benda tajam yang ia bawa.
"Eh kambing! Lo belum mandi aja udah mau berantem? Ketek lo bau asem tauuu," maki Amran saat mendapati musuh yang baru saja ia kalahkan.
Masih ada Bondan, Fathur dan Revan yang sedang mengalahkan lawan tanpa banyak berkomentar. Meski dalam hati, Revan merasa marah dengan cara licik yang dilakukan Bara. Sekali pun Revan tidak pernah mengirim anggotanya untuk menyerang anak buah Bara.
"Pergi dari sini sekarang! Bilang sama ketua lo buat nunjukin muka di depan gue kalo emang dia laki-laki sejati!" tegas Revan memegang kuat kerah seragam laki-laki dengan bandana hitam yang wajahnya sudah penuh dengan luka.
Setelah berhasil mengalahkan anak-anak Kristal, Revan dan keempat temannya berpindah tempat ke gudang sekolah. Mereka tidak mungkin masuk ke kelas dengan kondisi yang kacau seperti saat ini.
"Beneran kambing banget si Barbar. Gimana ceritanya dia ngirim anak buahnya, tapi dianya sendiri nggak ikutan," heran Amran setelah menghabiskan satu botol minuman.
"Bara kan anak pinter. Mana mau dia bolos sekolah cuma buat nyerang kita," sahut Bondan.
"Intinya Bara nggak berani buat nyamperin Revan. Baru seminggu yang lalu dia kalah balapan," sambung Bayu ikut menanggapi.
Revan yang baru saja selesai menghabiskan minumannya, membanting botol yang ia pegang dengan wajah yang sudah merah padam.
"Bara nggak bakal diam sebelum lo nyerah, dan ngaku kalo Rangga yang buat Olivia meninggal," ujar Fathur.
"Lo juga nganggap Rangga yang ngebunuh Olivia?" tanya Revan dengan tatapan tajam.
"Nggak ada yang tau mereka berdua meninggal karena apa," jawab Fathur. "Kasusnya udah lama ditutup karena bukti yang kurang."
"Nggak ada bukti yang ngasih tau kalo mereka punya bipolar. Ditambah lagi ada info kalo Olivia suka sama Rangga terus ada tespack juga di dompet Olivia. Jadi tambah curiga Bara kalo Rangga yang ngebuat Olivia meninggal. Entah karena bunuh diri atau Rangga yang ngebunuh," tutur Bayu memperjelas.
Revan menggeleng cepat. Ia yakin jika Rangga bukan pelakunya. Hubungan Rangga dan Olivia sangat baik. Mereka sama sekali tidak terlihat jika menyimpan dendam satu sama lain.
"Kasihan Olivia sama Rangga tau," kata Amran.
"Kenapa lo ngasihani mereka?" heran Bondan.
"Kalo kita terus-terusan musuhan sama Kristal gara-gara kematian mereka berdua, pasti ngebuat mereka berdua enggak tenang di sana. Pasti Olivia sama Rangga jadi ngerasa bersalah karena kita enggak juga akur sama anak-anak Kristal," Amran berujar sambil membayangkan saat dulu Olivia dan Rangga masih ada di antara mereka.
Bayu tampak mengangguki ucapan Amran. "Bukannya sok alay atau gimana, gue diem-diem juga kangen waktu Aligator masih akur sama Kristal."
"Iya sama. Gue juga kangen nongkrong bareng mereka," imbuh Bondan..
Mendengar ucapan ketiga temannya membuat Revan membuang napas kasar. Sebagai seorang ketua, Revan merasa jika ia memiliki tanggung jawab besar untuk menyelesaikan masalah dengan Kristal. Revan tidak akan tenang sebelum ia berhasil membawa bukti di hadapan Bara kalau semua ini hanya salah paham semata.
"Gue janji bakal mempersatukan Aligator dan Kristal. Dengan cara apapun."
***