Seorang pelayan laki-laki berhenti dengan membawa secarik kertas di meja mereka bertiga. Flora yang ada di barisan paling pinggir mengangkat alisnya bingung.
"Kenapa mas?" tanya gadis itu. Bukan hanya Flora yang menghentikan makannya, tetapi juga Stella dan juga Clara ikut menghentikan makannya.
"Ini ada surat buat Kak Clara," kata pelayanan itu lagi.
Mereka bertiga saling pandang, meskipun bukan kejadian yang pertama kali. Tapi tetap saja setiap ada hal seperti ini membuat Flora menjadi tidak nyaman.
"Buat saya?" tanya Clara sambil menunjuk dirinya sendiri. Gadis itu menerima surat yang diberikan untuknya, sebuah kertas dengan ukuran yang tidak besar dan juga berwarna putih. Mungkin si pengirim meminta kertas ke pelayan cafe, bukan karena dia memang berniat untuk membawakan surat untuk Clara. "Dari siapa ya mas?" tanya gadis itu setelah membaca dua baris kata.
"Maaf mbak, saya nggak tau namanya," kata pelayan itu. "Tapi tadi masnya duduk di bangku ujung sana," katanya lagi.
Clara mengangguk kecil. "Oh ya udah kalau gitu, makasih ya mas,"
"Baik mbak sama-sama," jawab pelayan laki-laki sambil mengangguk kecil.
"Kenal?" tanya Stella.
Clara menggeleng pelan. "Nggak," gadis itu memasukan surat yang diterimanya ke dalam tas. "Tapi ko dia tau nama gue ya," katanya lagi.
"Emang ada yang nggak tau lo Ra?" tanya Flora. Gadis itu sudah kembali disibukkan dengan makanan yang ada di depannya.
"Ya adalah Flo, yakali. Gue nggak seterkenal itu kali,"
"Tapi pasti sebagian besar pengunjung yang ada disini kenal sama elo kan?" tanya Flora.
Clara mengangkat bahunya. "Nggak juga," jawab gadis itu santai.
"Bukan anak Nusin Ra?" tanya Stella lagi yang masih begitu penasaran.
Clara menggelengkan kepalanya, gadis itu lalu menyudahi makannya. "Nggak tau gue," jawabnya lagi.
"Lo nggak kepo gitu?" tanya Flora. "Eh emang apaan si isinya?" tanya Flora.
"Rahasia," jawab Clara sambil terkekeh kecil.
Stella mengibaskan tangannya pelan. "Alahh palingan juga ungkapan cinta kaya biasanya," tebak Stella. "Iya kan?" tanya gadis itu.
Clara menggigit bibir bawahnya. "Kali ini bukan," jawab Clara. Membuat Flora dan juga Stella melebarkan matanya, semakin ingin tau dengan isi surat yang baru saja diterima oleh sahabat mereka.
"Yakin lo?" tanya Flora. Karena setiap Clara menerima surat, pasti isinya tidak jauh-jauh dari rayuan, ajakan jalan atau hanya deretan angka atau akun Instagram yang meminta Clara untuk menghubunginya, dan hal itu tidak pernah terjadi sama sekali. "Coba liat sini," kata Flora tak sabar.
"Nggak boleh,"
"Apa si isinya?" tanya Stella. Gadis itu juga sudah menjauhkan piringnya, menandakan jika dia sudah tidak berselera untuk menghabiskan pesanannya.
"Nggak boleh dikasih liat ke siapa-siapa," kata Clara dengan senyum yang mengembang.
"Terus kenapa elo kelihatan seneng banget gitu?" tanya Flora lagi.
"Emang nggak boleh kalo gue seneng?"
"Dengan lo senyum senyum so cantik gitu malah semakin ngebuat gue sama Flora makin penasaran tau nggak," kata Stella yang diangguki oleh Flora.
Clara terkekeh kecil. "Nggak sekarang," kata gadis itu.
"So?" tanya Flora.
"Kalo udah jelas baru gue kasih tau," katanya lagi dengan senyum manis yang mencurigakan.
Flora merebahkan tubuhnya di atas kasur, seperti hari sebelumnya. Selepas hang out bersama dengan kedua sahabatnya dia pasti akan mulai insecure dengan dirinya sendiri. Padahal kakak laki-lakinya sudah sering melarang Flora untuk tidak sering-sering jalan bersama Clara dan juga Stella. Tapi tidak mungkin juga Flora menolak setiap Stella ataupun Clara mengajaknya jalan, rasanya dia sudah terlalu sering menolak ajakan dua gadis cantik itu.
"Apa harus cantik untuk bisa dilihat?"
Pertanyaan itu selalu muncul ketika Flora sedang sendirian, dan itu semakin membuat kepalanya pening karena dia sama sekali tidak menemukan jawaban yang dia inginkan.
Karena Flora sendiri paham, jika tidak harus cantik untuk bisa dilihat oleh banyak orang, tapi setengah dari dirinya juga membetulkan hal itu. Gadis itu membetulkan pendapat lain yang bersemayam dari otaknya.
Jika tidak harus cantik kenapa selalu ada gadis cantik yang diberi ruang? sedangkan gadis lainnya yang memiliki wajah tidak begitu rupawan sering diabaikan, padahal dia juga memiliki kelebihan yang sama atau bahkan yang tidak dimiliki oleh gadis cantik itu.
Atau memang hukum seperti itulah yang bekerja di Indonesia?
"Apa Clara sama Stella pernah merasa insecure kaya gue ya?" tanya Flora lagi. Gadis itu kemudian menertawakan pertanyaannya sendiri, yang terdengar bodoh. "Mana mungkin si cewe kaya mereka berdua ngerasian insecure. Apa yang harus dikhawatirkan coba? otak encer, temen banyak, keluarga lengkao dan harmonis, banyak yang suka dan yang paling penting body sama mukanya cakep," kata Flora lagi kembali bermonolog ria.
"Hari ini gue ada rapat OSIS nih, jadi nggak bisa ikut nonton sama kalian berdua," kata Clara setelah gadis itu membuka grup whatsApp yang hanya diisi oleh anak-anak OSIS.
"Sampe jam berapa?" tanya Stella.
"Kayaknya si sore," jawab Clara lagi, gadis itu kemudian menyipitkan matanya. "Bukannya elo juga ada kumpul sama anak-anak band ya Stell?" tanya Clara ketika gadis itu mengingat apa yang dikatakan oleh Stella tempo hari.
Stella melebarkan matanya. "Lah iya ya? sekarang hari apa si?"
"Kamis," jawab Flora singkat.
Stella terlihat sibuk membuka hpnya, melihat kembali apakah benar bandnya akan mengadakan kumpul hari ini. "Yah sorry Flo," kata Stella terlihat menyesal. "Gue nggak bisa nonton juga kalo hari ini,"
Flora tersenyum tipis, dia sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Karena ini juga bukan kali pertama saja. "It's okay, gue bisa nonton sama Orion kok," kata Flora.
"Atau lo mau ikut sama gue aja?" taya Stella menawarkan.
Flora mengerutkan dahinya. "Maksudnya?" tanya gadis itu bingung.
"Ikut gue kumpul sama yang lain," jawab Stella yang langsung dibalas gelengan kepala oleh Flora. "Nggak banyak orang kok Flo, cuma ada enam orang aja," kata Stella lagi. "Dan itupun kalo mereka ikut semua. Lagian kita juga bukan kumpul yang formal kaya anak osis, santai aja cuma bahas lagu yang mau ditampilkan pas festival nanti,"
Flora tetap menggelengkan kepalanya. "Nggak deh, nggak mau."
"Gue janji nggak akan cuekin elo deh," kata Stella.
"Udah nggak papa Flo, biar nanti kita bisa nonton juga," kata Clara. "Kan nanti nunggunya nggak terlalu lama kalo Stella duluan yang selse, jadi kita bisa nonton,"
Flora menggigit bibirnya, gadis itu memikirkan apa yang dikatakan oleh Clara memang ada benarnya. Tapi dia takut untuk bertemu dengan anak-anak band yang semuanya hampir seperti Stella, meskipun kedudukan tertinggi tetap dipegang oleh Stella. Tapi Flora akui mereka semuanya merupakan jajaran anak-anak populer dan kesayangan guru serta siswa lainnya karena banyaknya kejuaraan yang mereka menangkan.
"ya mau ya,"
Flora menghela nafas pelan. "Ya udah boleh deh,"