5. Obrolan aneh

Flora menyesap kopinya, dan seperti biasa gadis, itu sedang menikmati kopi di pagi hari hasil racikannya sendiri. Gadis itu tersenyum kecil, bukan kali pertama Flora merasakan jika dunia ini dan seisinya sangatlah tidak adil untuknya. Dia yang selalu tersisihkan, dia yang begitu sering tidak dianggap dan dia yang selalu menjadi pilihan terakhir. Apa sebegitu pentingnya untuk menjadi cantik? untuk memiliki paras yang rupawan? kenapa kecantikan selalu dijadikan alasan pertama seseorang bisa menerima orang lain? kenapa paras haris dijadikan tolak ukur?

Dan dia yang merasa tidak memiliki itu semua, selalu merasa tersisihkan dan tidak pernah dianggap. Terlebih memiliki sahabat macam Clara dan juga Stella. Dua orang yang memiliki peran penting dan juga memiliki power di sekolahnya itu adalah sahabatnya, sahabat yang dekat tapi Flora rasa begitu jauh karena perbedaan itu.

"Gue masuk ya Flo," kata Orion, kakak laki-lakinya.

Flora menoleh ke kebalangnyam dan terlihat disana Orion juga sudah membawa nampan berisi cangkir kopi dan juga piring yang berisi pisang goreng. "Kenapa?" tanya Orion begitu pemuda itu duduk di samping adiknya.

Flora menggeleng pelan. "Nggak, nggak papa," jawab Flora apa adanya.

Orion meminum kopi hitamnya, kopi dengan takaran tidak wajar menurut Flora, karena antara kopi dengan gula sama sekali tidak sebanding.

"Nggak,"

"Kenapa nggak mau cerita sama gue?"

"Gue cerita sama elo juga percuma kali Ri," gadis itu menghela nafas pelan. "Karena elo nggak tau dan nggak ngerasain," katanya lagi. Gadis itu mengambil pisang gorengnya, lalu dimasukan sedikit ke dalam kopi yang dia buat. Kebiasan yang membuat Orion dan juga mamah geleng-geleng kepala.

"Kenapa?" tanya Orion lagi. "Lo bahkan belum coba,"

"Paling jawaban elo juga sama kaya yang lain,"

"Emang elo udah denger jawaban gue?" tanya Orion mengangkat satu alisnya. "Meskipun nantinya gue nggak bisa kasih saran yang sesuai sma ap ayang elp harapkan tapi setidaknya beban yang elo rasain sedikit berkurang lah Flo,"

Flora menggeleng pelan, gadis itu tersenyum tipis. "Nggak usah deh,"

"Kenapa si, lo kaya nggak percaya banget sama gue?"

"Bukan nggak percaya, tapi karena elo emang nggak ngerasain, jadi ya percuma aja bagi gue?"

Orion menghela nafas pelan, ini bukanlah kali pertama dia melihat adik perempuannya seperti ini dan ini juga bukan kali pertama dia mendengar jawaban yang sama dari Flora ketika dia menawarkan bantuan. "Gue kakak lo Flo kalo elo lupa," kata Orion.

Flora terkekeh pelan. "Nggak akan kali Ri,"

"Ya siapa tau aja, karena gue nggak ngerasain apa yang elo rasain lo jadi lupa kalo gue ini kakak lo," katanya lagi. Orion mengalihkan pandangannya, pemuda itu melihat ke atas. Langit gelap, padahal hari masih pagi. "Kita cuma punya satu sama lain Flo, gue cuma punya elo dan elo juga punya gue,"

"Dan mamah,"

"Iya dan mamah," kata Mamah. "Tapi nggak mungkin mamah akan selalu nemenin kita disini, mamah juga akan pergi. Dan akhirnya hanya akan ada kita berdua, yang harus saling melengkapi satu sama lain." kata Orion lagi.

Flora mengangguk tipis. "Dan pada akhirnya elo juga bakalan ninggalij gue kali Ri,"

"Nggak akan Flo," kata Orion. "Itu udah janji gue sama papah buat jaga klian berdua, elo sama mamah. Dan itu juga adalah kewajiban gue," pemuda itu menyesap kopinya. "So elo tau kan harus melakukan apa?"

"Apa?"

"Jangan buat gue merasa bersalah sama papah Flo,"

Flora mengerutkan keningnya tidak paham dengan kalimat Orion. "Kapan gue kaya gitu?"

"Sekarang elo juga gitu," jawab Orion. "Dengan elo yang diem dan nggak mah cerita kalo ada masalah, sosoan bisa menyelesaikan masalah elo sendiri tanpa mau cerita sama gue ataupun mamah juga udah buat gue merasa bersalah sama papah," jelas Orion. "Gue seakan membiarkan elo tumbuh sendiri dan beradaptasi sendiri, padahal gue ada disini buat bimbing elo, buat nuntun elo, buat kasih tau elo kira-kira jalan mana yang aman buat elo lewatin,"

"Tapi gue bisa cari jalan gue sendiri Ri,"

"Gue percaya si emang," jawab Orion. "Tapi gue nggak suka kalo seakan akan elo udah nggak membutuhkan gue lagi Flo,"

"Gue selalu butuh elo," jawab Flora. Gadis itu meminum kopinya lagi. Obrolan dengan Orion setidaknya memang membuat dirinya sedikit tenang, meskipun mereka belum mencapai titik permasalahan yang Flora rasakan.

****

"Kenapa nggak mau ngerjain di rumah aja si?" tanya Flora, karena saat ini mereka sedang mengerjakan tugas mereka di cafe. Ya cafe yang biasa dikunjungi oleh dua sahabat cantiknya ini. "Gue merasa ini bukan tempat gue tau,"

Stella mengangkat alisnya. "Kenapa gitu?"

"Ini weekend kali Flo, sekali kali keluar lah jangan di kamar terus,"

"Kamar gue terlalu nyaman buat gue tinggalin,"

"Bukan kamar lo, tapi lo nya aja yah terlalu mageran buat keluar," kata Stella.

"Emang kamar gue ko," bantah Flora. "Buktinya kalian berdua juga betah kan di kamar gue," kata gadis itu lagi.

Clara menghela nafas pelan. "Udah deh udah," kata gadis itu melerai Stella dan juga Flora. "Lagian juga udah sampe sini juga," katanya lagi. Clara lali memberikan buku menu yang sebelumnya diberikan oleh pelayan. "Kalian pilih dulu nih," kata gadis itu.

"Yang enak apa?" tanya Flora. Karena memang diantara mereka bertiga, hanya dirinyalah yang belum pernah mengunjungi cafe ini.

"Nasi goreng jawanya enak ko Flo," kata Clara memberikan saran.

"Ini enak nggak?" tanya gadis itu lagi sambil menunjuk makanan bertuliskan ayam bakar taliwang.

Stella menganggukan kecil. "Enak ini kok," kata gadis itu lagi.

"Udah kan ini?" tanya Clara.

"Sama red valvet deh gue," kata Flora lagi. "Mau bandingin enak mana sama buatan mamah,"

"Enak punya nyokap lo," jawab Stella.

"Kemaren jalan sama siapa lo?" tanya Clara pada Stella.

"Yang mana?" Stella mengangkat satu alisnya.

"Yang kemaren sore, temen gue katanya liat elo di bioskop sama cowo," kata Clara.

"Temen gue," jawab Stella singkat.

"Bukan anak Nusin?" tanya Clara lagi.

Flora yang ada di tengah-tengah mereka hanya diam sambil memainkan ponselnya. Obrolan yang tidak pernah masuk pada Flora, obrolan tentang laki-laki.

Stella menggeleng pelan. "Bukan,"

Clara mengangguk singkat, dia paham jika Stella tidak ingin menceritakan hal tersebut pada mereka dan jika sudah seperti demikian maka akan terjadi dua kemungkinan. Antara Stella yang sudah cukup serius sehingga hanya ingin merasakan sendiri atau gadis itu yang kurang suka dan tidak cocok sehingga berpikir tidak penting untuk menceritakannya.

Flora mendesah pelan, lagi-lagi dia harus terjebak pada situasi seperti ini. Situasi yang sangat amat tidak dia sukai.