Cemburu

"Sayang, masak apa? Hemm ... baunya harum, aku jadi lapar lagi." Riko mendekat dan langsung mencium pipi istrinya.

"Nanti gendut lhoo kalau makan terus. Ini buat makan siang, Mas. Aku masakin tumis kangkung dan ayam kecap kesukaanmu, sebagai tanda terima kasih karena kemarin kamu sudah merawatku," ucap Naila pada Riko yang tersenyum padanya. Naila bersyukur keadaan suaminya setelah bicara dengan kakaknya terlihat baik-baik saja.

"Aku jadi makin sayang kalau gini. Sini, aku bantuin cuci piring, biar kamu nggak kecapekan." Riko pun dengan cekatan membereskan semua peralatan dapur yang kotor dan mencucinya.

"Terima kasih, ya, Mas."

"Iya, sama-sama. Tapi nggak gratis lho, harus ada imbalannya," goda Riko yang membuat pipi Naila merona.

"Hemm ... mulai deh, aku tahu apa imbalannya. Mulai mesum pasti." Naila sangat tahu kebiasaan suaminya.

"Mesum sama istri sendiri hukumnya wajib. Hahaha ...."

Mereka pun tertawa bersama. Mengerjakan pekerjaan rumah sambil sesekali bercanda. Seperti tak ada beban berat di antara mereka. Semua masalah dihadapi dengan santai seperti biasanya.

Tanpa mereka sadari, ada tatapan cemburu yang melihat kebersamaan mereka. Rony, berjalan melangkah ke dapur setelah melihat istrinya di kamar sedang tidur. Rencana ingin mengambil minuman dingin di kulkas, dirinya malah melihat pemandangan yang membuatnya panas. Meskipun istri Riko tidak cantik, adiknya terlihat sangat bahagia dengannya. Sementara dirinya yang mempunyai istri dengan fisik yang hampir sempurna, tak pernah merasakan kebahagiaan seperti yang baru saja dilihatnya. Uang dan uang, hanya itu yang ada di pikiran istrinya yang menawan.

Mata hati Rony perlahan terbuka, padahal dari awal dia ingin sekali menghancurkan rumah tangga adiknya. Entah apa yang terjadi padanya, hari ini pikirannya mulai berubah. Bagaimanapun Rony senang melihat adiknya terlihat sangat bahagia. Selama ini dia sadar seringkali membuat Riko susah, menuruti semua keinginannya. Harusnya dia sebagai anak pertama yang mengayomi adiknya, ternyata yang terjadi malah kebalikannya.

Harta ternyata bukan segalanya, selama ini hidupnya yang bergelimang harta tak pernah membuatnya puas. Berfoya-foya tanpa bekerja hanya menimbulkan rasa cemas. Namun, ditepisnya semua rasa itu dengan menenggak minuman keras.

Mabuk dan berjudi, itulah yang membuatnya menjadi gembel seperti sekarang. Dia pun sadar, dirinya saat ini sudah hidup dalam kemiskinan. Jika bukan karena Riko yang menolongnya, dia pasti akan menjadi gelandangan, entah itu karena Riko kasihan atau karena rasa sayang.

Berjalan kembali ke dalam kamar, merebahkan badannya di samping istrinya. Rasa dahaganya pun hilang entah ke mana. Menatap langit-langit kamar, mencoba menenangkan hatinya yang tiba-tiba gelisah.

'Kakak sudah 34 tahun, tapi lihatlah keadaan Kakak sekarang. Rumah tak punya, pekerjaan tak ada, padahal seusia Kakak harusnya sudah memiliki anak juga. Apa Kakak nggak ingin hidup normal? Apa Kakak selamanya akan seperti ini?'

Ucapan adiknya tiba-tiba menyentuh hatinya. Tanpa sadar, Rony meneteskan air mata. Hal yang sama sekali tak pernah terjadi selama hidupnya. Hatinya kosong, baru kali ini Rony merasakan hidupnya sama sekali tak punya arah. Dirinya bahkan merasa menjadi manusia yang tak berguna. Rony yang selama ini sombong dan arogan, tiba-tiba menyadari kelakuannya selama ini salah.

Memandang wajah istrinya, cantik, menawan, mempesona, nyaris sempurna tanpa cela. Ternyata mempunyai istri cantik pun tak menjamin dirinya bahagia. Pertengkaran dalam rumah tangganya sering terjadi. Pemicunya pun hanya satu, keinginan istrinya membeli sesuatu yang harganya selangit tak dituruti.

Pikiran Rony saat ini penuh dengan berbagai macam pertanyaan. 'Apakah istriku bisa berubah? Apakah jika tinggal di rumah kecil istriku akan mau? Apakah jika kehidupannya sederhana, Vella akan meninggalkannya? Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?' Bahkan Rony pun sadar, selama bertahun-tahun baru kali ini dirinya menyebut nama Tuhan-nya.

"Astaghfirullah ...."

Rony duduk dan mengucap istighfar. Air matanya tak terbendung, mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi. Jiwanya benar-benar rapuh saat ini. Bahkan dia tak peduli lagi jika suara tangisnya mulai terdengar sang istri.

"Sayang, apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?" Vella terbangun dan heran melihat suaminya. Selama usia pernikahannya baru kali ini menyaksikan pemandangan seperti ini.

Rony menghentikan tangisnya, beranjak dari duduknya kemudian ke kamar mandi membasuh wajahnya. Setelah keluar dari kamar mandi, Rony langsung menuju lemari pakaian. Mengeluarkan baju-baju yang sudah tersusun rapi dan memasukkan ke dalam koper yang sudah dipersiapkan.

"Sayang, kita mau ke mana? Kenapa baju-baju kita kamu masukkan kembali ke dalam koper? Tolong, jelaskan ada apa ini!" bentak Vella tak sabar.

Vella sama sekali tak mengerti apa yang terjadi. Menuntut suaminya menjawab pertanyaannya, tapi Rony hanya diam saja sambil mengemasi semua baju-bajunya. Bahkan peralatan make-upnya pun ikut dimasukkan ke dalam tas kosmetiknya. Merasa Rony diam tak menanggapinya, Vella berjalan keluar kamar dan membanting pintu dengan kasar.

Vella terus berjalan mengelilingi rumah, ke ruang tamu, ruang keluarga, akhirnya sampai di ruang makan. Terlihat suami istri yang sedang bercanda dan tertawa bersama. Vella pun tanpa segan langsung melangkah ke arah mereka.

"Riko! Apa maksudmu mengusir kakakmu? Apa kamu sudah tak menganggap lagi kami saudaramu? Jawab Riko!" Vella bertanya pada adik iparnya dengan suara lantang. Riko dan Naila terkejut dengan kedatangan Vella yang tiba-tiba marah.

"Siapa yang mengusir kalian? Kamu jangan asal bicara, Vella. Bahkan aku tak mengerti apa yang kamu bicarakan sekarang," jawab Riko tak mengerti.

"Kamu jangan pura-pura, Riko. Atau istri jelekmu yang sudah menghasutmu, hah? Aku tak terima diperlakukan seperti ini. Aku tak terima!" Vella kembali berkata dengan emosi. Bahkan kali ini dia mendekati Naila yang hanya diam. Vella mengangkat tangannya hendak menampar wanita di hadapannya.

"Vella, stop! Apa yang kamu lakukan?" Rony berlari menghampiri istrinya lalu menarik tangannya menjauhi Naila.

"Kenapa kamu malah membela perempuan kampungan itu? Pasti dia yang sudah menghasut Riko agar mengusir kita dari sini. Aku tak terima, aku akan memberi pelajaran padanya." Vella berteriak penuh emosi.

"Cukup, Vella, cukup! Naila dan Riko tak ada hubungannya dengan semua yang aku lakukan. Tolong, dengarkan aku. Kita harus pergi dari sini. Ini semua karena aku yang mau, bukan karena mereka mengusirku," jelas Rony berusaha tenang.

Rony mencoba memberi penjelasan pada istrinya yang masih terlihat marah. Namun, wanita yang diajaknya bicara hanya memandangnya tak percaya. Apa semua ini bagian dari rencana suaminya? Hanya itu saat ini yang ada di pikiran Vella.

"Naila, maafkan istriku. Riko, aku akan berangkat sekarang saja, aku setuju dengan semua tawaranmu. Terima kasih, kamu sudah mau menolongku," ucap Riko terdengar sangat tulus.

Rony mendekati Riko yang masih bingung dengan semua yang baru saja terjadi. Bahkan sekarang kakaknya memeluk erat dirinya. Tak lama dia pun mendengar suara isak tangis yang tertahan. Terasa bahu laki-laki yang memeluknya terguncang. Rony menangis? Rony minta maaf? Rony bilang terima kasih? Apa yang sebenarnya terjadi?"Sayang, masak apa? Hemm ... baunya harum, aku jadi lapar lagi." Riko mendekat dan langsung mencium pipi istrinya. "Nanti gendut lhoo kalau makan terus. Ini buat makan siang, Mas. Aku masakin tumis kangkung dan ayam kecap kesukaanmu, sebagai tanda terima kasih karena kemarin kamu sudah merawatku," ucap Naila pada Riko yang tersenyum padanya. Naila bersyukur keadaan suaminya setelah bicara dengan kakaknya terlihat baik-baik saja. "Aku jadi makin sayang kalau gini. Sini, aku bantuin cuci piring, biar kamu nggak kecapekan." Riko pun dengan cekatan membereskan semua peralatan dapur yang kotor dan mencucinya. "Terima kasih, ya, Mas." "Iya, sama-sama. Tapi nggak gratis lho, harus ada imbalannya," goda Riko yang membuat pipi Naila merona. "Hemm ... mulai deh, aku tahu apa imbalannya. Mulai mesum pasti." Naila sangat tahu kebiasaan suaminya. "Mesum sama istri sendiri hukumnya wajib. Hahaha ...." Mereka pun tertawa bersama. Mengerjakan pekerjaan rumah sambil sesekali bercanda. Seperti tak ada beban berat di antara mereka. Semua masalah dihadapi dengan santai seperti biasanya. Tanpa mereka sadari, ada tatapan cemburu yang melihat kebersamaan mereka. Rony, berjalan melangkah ke dapur setelah melihat istrinya di kamar sedang tidur. Rencana ingin mengambil minuman dingin di kulkas, dirinya malah melihat pemandangan yang membuatnya panas. Meskipun istri Riko tidak cantik, adiknya terlihat sangat bahagia dengannya. Sementara dirinya yang mempunyai istri dengan fisik yang hampir sempurna, tak pernah merasakan kebahagiaan seperti yang baru saja dilihatnya. Uang dan uang, hanya itu yang ada di pikiran istrinya yang menawan. Mata hati Rony perlahan terbuka, padahal dari awal dia ingin sekali menghancurkan rumah tangga adiknya. Entah apa yang terjadi padanya, hari ini pikirannya mulai berubah. Bagaimanapun Rony senang melihat adiknya terlihat sangat bahagia. Selama ini dia sadar seringkali membuat Riko susah, menuruti semua keinginannya. Harusnya dia sebagai anak pertama yang mengayomi adiknya, ternyata yang terjadi malah kebalikannya. Harta ternyata bukan segalanya, selama ini hidupnya yang bergelimang harta tak pernah membuatnya puas. Berfoya-foya tanpa bekerja hanya menimbulkan rasa cemas. Namun, ditepisnya semua rasa itu dengan menenggak minuman keras. Mabuk dan berjudi, itulah yang membuatnya menjadi gembel seperti sekarang. Dia pun sadar, dirinya saat ini sudah hidup dalam kemiskinan. Jika bukan karena Riko yang menolongnya, dia pasti akan menjadi gelandangan, entah itu karena Riko kasihan atau karena rasa sayang. Berjalan kembali ke dalam kamar, merebahkan badannya di samping istrinya. Rasa dahaganya pun hilang entah ke mana. Menatap langit-langit kamar, mencoba menenangkan hatinya yang tiba-tiba gelisah. 'Kakak sudah 34 tahun, tapi lihatlah keadaan Kakak sekarang. Rumah tak punya, pekerjaan tak ada, padahal seusia Kakak harusnya sudah memiliki anak juga. Apa Kakak nggak ingin hidup normal? Apa Kakak selamanya akan seperti ini?' Ucapan adiknya tiba-tiba menyentuh hatinya. Tanpa sadar, Rony meneteskan air mata. Hal yang sama sekali tak pernah terjadi selama hidupnya. Hatinya kosong, baru kali ini Rony merasakan hidupnya sama sekali tak punya arah. Dirinya bahkan merasa menjadi manusia yang tak berguna. Rony yang selama ini sombong dan arogan, tiba-tiba menyadari kelakuannya selama ini salah. Memandang wajah istrinya, cantik, menawan, mempesona, nyaris sempurna tanpa cela. Ternyata mempunyai istri cantik pun tak menjamin dirinya bahagia. Pertengkaran dalam rumah tangganya sering terjadi. Pemicunya pun hanya satu, keinginan istrinya membeli sesuatu yang harganya selangit tak dituruti. Pikiran Rony saat ini penuh dengan berbagai macam pertanyaan. 'Apakah istriku bisa berubah? Apakah jika tinggal di rumah kecil istriku akan mau? Apakah jika kehidupannya sederhana, Vella akan meninggalkannya? Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?' Bahkan Rony pun sadar, selama bertahun-tahun baru kali ini dirinya menyebut nama Tuhan-nya. "Astaghfirullah ...." Rony duduk dan mengucap istighfar. Air matanya tak terbendung, mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi. Jiwanya benar-benar rapuh saat ini. Bahkan dia tak peduli lagi jika suara tangisnya mulai terdengar sang istri. "Sayang, apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?" Vella terbangun dan heran melihat suaminya. Selama usia pernikahannya baru kali ini menyaksikan pemandangan seperti ini. Rony menghentikan tangisnya, beranjak dari duduknya kemudian ke kamar mandi membasuh wajahnya. Setelah keluar dari kamar mandi, Rony langsung menuju lemari pakaian. Mengeluarkan baju-baju yang sudah tersusun rapi dan memasukkan ke dalam koper yang sudah dipersiapkan. "Sayang, kita mau ke mana? Kenapa baju-baju kita kamu masukkan kembali ke dalam koper? Tolong, jelaskan ada apa ini!" bentak Vella tak sabar. Vella sama sekali tak mengerti apa yang terjadi. Menuntut suaminya menjawab pertanyaannya, tapi Rony hanya diam saja sambil mengemasi semua baju-bajunya. Bahkan peralatan make-upnya pun ikut dimasukkan ke dalam tas kosmetiknya. Merasa Rony diam tak menanggapinya, Vella berjalan keluar kamar dan membanting pintu dengan kasar. Vella terus berjalan mengelilingi rumah, ke ruang tamu, ruang keluarga, akhirnya sampai di ruang makan. Terlihat suami istri yang sedang bercanda dan tertawa bersama. Vella pun tanpa segan langsung melangkah ke arah mereka. "Riko! Apa maksudmu mengusir kakakmu? Apa kamu sudah tak menganggap lagi kami saudaramu? Jawab Riko!" Vella bertanya pada adik iparnya dengan suara lantang. Riko dan Naila terkejut dengan kedatangan Vella yang tiba-tiba marah. "Siapa yang mengusir kalian? Kamu jangan asal bicara, Vella. Bahkan aku tak mengerti apa yang kamu bicarakan sekarang," jawab Riko tak mengerti. "Kamu jangan pura-pura, Riko. Atau istri jelekmu yang sudah menghasutmu, hah? Aku tak terima diperlakukan seperti ini. Aku tak terima!" Vella kembali berkata dengan emosi. Bahkan kali ini dia mendekati Naila yang hanya diam. Vella mengangkat tangannya hendak menampar wanita di hadapannya. "Vella, stop! Apa yang kamu lakukan?" Rony berlari menghampiri istrinya lalu menarik tangannya menjauhi Naila. "Kenapa kamu malah membela perempuan kampungan itu? Pasti dia yang sudah menghasut Riko agar mengusir kita dari sini. Aku tak terima, aku akan memberi pelajaran padanya." Vella berteriak penuh emosi. "Cukup, Vella, cukup! Naila dan Riko tak ada hubungannya dengan semua yang aku lakukan. Tolong, dengarkan aku. Kita harus pergi dari sini. Ini semua karena aku yang mau, bukan karena mereka mengusirku," jelas Rony berusaha tenang. Rony mencoba memberi penjelasan pada istrinya yang masih terlihat marah. Namun, wanita yang diajaknya bicara hanya memandangnya tak percaya. Apa semua ini bagian dari rencana suaminya? Hanya itu saat ini yang ada di pikiran Vella. "Naila, maafkan istriku. Riko, aku akan berangkat sekarang saja, aku setuju dengan semua tawaranmu. Terima kasih, kamu sudah mau menolongku," ucap Riko terdengar sangat tulus. Rony mendekati Riko yang masih bingung dengan semua yang baru saja terjadi. Bahkan sekarang kakaknya memeluk erat dirinya. Tak lama dia pun mendengar suara isak tangis yang tertahan. Terasa bahu laki-laki yang memeluknya terguncang. Rony menangis? Rony minta maaf? Rony bilang terima kasih? Apa yang sebenarnya terjadi?