Naila terdiam, bergeming di tempatnya. Dia sendiri masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada kakak ipar dan istrinya. Sementara Vella hanya tersenyum sinis sambil memandang Naila. Vella sangat yakin semua ini hanya rekayasa suaminya, salah satu bagian dari sebuah rencana.
"Riko, maafkan aku. Terima kasih sudah menolongku. Aku akan pergi ke rumah yang kamu tawarkan sakarang. Semakin cepat mungkin semakin baik bagi kita semua." Rony berbicara dengan Riko yang masih memandangnya tak percaya.
"Kak, aku tidak mengusirmu. Tinggallah di sini beberapa hari, aku akan mengantar kalian hari minggu pagi," ucap Riko yang masih tak percaya dengan kakaknya. Tanpa diminta, Rony langsung meminta sendiri pergi dari rumahnya. Rencana apa yang sedang disusun oleh kakaknya?
"Tidak, jangan berbelas kasihan pada kakakmu yang tak tahu diri ini. Kamu mau menolongku, aku sudah sangat berterima kasih padamu. Jika bukan karenamu, mungkin aku sudah jadi gelandangan," sahut Rony.
Dia sungguh-sungguh ingin berubah kali ini, meskipun adiknya mungkin masih belum percaya padanya. Bagi Rony yang terpenting saat ini, dia berniat tak ingin lagi mengganggu rumah tangga Riko dan Naila. Rony juga tak ingin istrinya kembali berbuat ulah dan mengganggu adik iparnya.
"Baiklah, setidaknya kita berangkat setelah dhuhur. Kita makan siang dulu. Istriku sudah memasak buat kita semua. Sayang sekali kalau tak ada yang makan. Kakak juga belum pernah 'kan mencicipi masakan istriku?" balas Riko berusaha membujuk kakaknya.
"Baiklah, terima kasih. Aku dan Vella akan kembali ke kamar dan bersiap-siap. Naila, terima kasih, ya. Dan maaf atas kekasaran istriku tadi." Rony mengucapkan semuanya dengan ikhlas. Naila melihat pandangan mata Rony yang sendu, tampak tulus bicaranya. Dia pun gugup membalas ucapan kakak iparnya.
"I-iya, Kak. Tak masalah. Aku nggak apa-apa kok, Kak," ucap Naila dengan memberikan senyuman terbaiknya. Naila tak tahu bagaimana sifat asli kakak iparnya, tapi jika saat ini dia bersikap baik padanya, bukankah dia juga harus berbuat yang sama?
"Ayo, Vella. Kita harus bersiap-siap." Rony menggandeng tangan Vella mengajaknya ke kamar. Sebelum beranjak pergi, Vella memandang sinis Naila. Wanita yang dipandangnya hanya tersenyum melihat tingkah kakak iparnya.
Naila mendekati Riko yang masih memandang kakaknya. Riko masih belum percaya sepenuhnya pada Rony. Apakah ini salah satu rencana mereka? Hanya itu yang ada di pikiran Riko saat ini.
"Mas ..." Naila mengusap lembut lengan suaminya.
"Eh, maaf Sayang. Aku sampai melamun. Ayo kita berbicara di kamar saja, aku sendiri masih bingung harus bagaimana menghadapi mereka," kata Riko sambil menggandeng tangan Naila.
"Baiklah, aku juga mau mandi dulu, gerah banget rasanya, lengket dan bau badanku," balas Naila.
Riko pun merangkul pundak istrinya dan berjalan masuk ke kamarnya. Sementara Naila di kamar mandi, Riko duduk termenung di dekat jendela. Bahkan sampai Naila selesai mandi, posisi duduk Riko masih tetap sama. Naila membiarkan suaminya seperti itu, dia segera melaksanakan sholat dhuha karena masih ada waktu. Dilanjutkan dengan membaca beberapa halaman Al-Quran, sebagai penyejuk qalbu.
***
"Apa maksudmu? Apakah ini bagian dari rencanamu?" tanya Vella pada Rony setelah masuk ke dalam kamar mereka.
"Tidak, Vella. Aku tak ingin melanjutkan semua rencana kita. Aku ingin berubah, aku tak ingin menyakiti adikku. Vella, mari kita bangun rumah tangga yang sesungguhnya. Aku akan bekerja, kamu mengurus rumah. Aku juga ingin kita memiliki seorang anak. Aku ingin kita tak berfoya-foya lagi seperti dulu. Mau, ya, Sayang?" bujuk Rony. Melihat ekspresi wajah istrinya, dia tahu Vella tak akan setuju.
"Tidak, aku nggak mau! Kenapa kamu jadi seperti ini? Siapa yang sudah menghasutmu!" bentak Vella. Rasanya dia tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan suaminya.
"Tidak ada yang menghasut atau mempengaruhiku. Aku ingin kita hidup normal seperti keluarga lainnya, Sayang. Please, kita coba, ya?" Rony masih berusaha menenangkan hati istrinya yang emosi.
"Tidak! Aku tak akan menurutimu! Cari saja wanita lain yang bisa kamu jadikan pembantumu. Anak? Apa kamu lupa dengan komitmen kita, hah?" seru Vella tak terima.
Rony diam, tak berniat meneruskan perdebatan mereka. Dirinya terpaksa keluar kamar, membiarkan istrinya yang sedang marah. Vella tak terima jika mereka harus pindah. Vella tak terima jika dirinya harus berhemat. Vella tak terima jika dirinya harus mulai belajar menjadi ibu rumah tangga yang benar. Vella tak terima dengan semua keputusannya. Bahkan Vella tak mau jika mereka memiliki seorang anak. Semua karena dirinya yang selama ini tak becus menjadi seorang kepala rumah tangga.
Suara Naila yang sedang mengaji, sayup-sayup terdengar di telinga Rony yang sedang duduk sendiri di ruang keluarga. Bahkan Rony kembali menitikkan air mata. Suara ayat suci yang dilantunkan Naila terasa menusuk hatinya. Sudah lama sekali dirinya tak lagi menghadap pada Yang Maha Kuasa. Rony pun menikmati lantunan ayat suci yang mulai membuat hatinya terasa tenang.
Tak lama kemudian, suara adzan dhuhur berkumandang. Memanggil umatnya agar segera datang melaksanakan sholat berjama'ah, terutama kaum adam. Riko keluar dari kamarnya, berjalan keluar rumah menuju mushola. Berhenti di ruang keluarga, kakaknya terlihat duduk sendiri dan melamun, tak seperti biasanya.
"Kak, ayo sholat berjama'ah di mushola. Kita berangkat sama-sama, mumpung belum iqomah." Riko berusaha mengajak kakaknya walaupun dia ragu dan akan menerima penolakan. Namun, prasangkanya ternyata salah.
Rony mendongakkan kepala, tubuhnya bergerak mengikuti langkah adiknya. Bahkan dirinya sendiri bingung, apa yang sudah terjadi padanya. Hanya saja saat ini dia benar-benar tak ingin lagi menambah dosa. Sementara Vella terkejut melihat suaminya berangkat ke mushola dengan Riko. Bahkan dia juga tak menyangka Riko sudah berubah menjadi laki-laki yang rajin ibadah. Vella geram, apakah mereka semua berubah karena Naila? Vella tak terima, dia tak akan membiarkan Naila menguasai semua. Naila sudah menguasai Riko, jangan sampai Naila juga mempengaruhi suaminya.
Vella masuk ke dalam kamarnya, membanting tubuhnya ke atas ranjang. Tadinya dia mengira semua adalah rekayasa dari suaminya, ternyata dirinya salah sangka. Rony tak ingin melanjutkan semua rencana buruknya. Bahkan Rony menerima semua tawaran Riko dan berniat mulai membangun rumah tangga dengan benar. Belajar berhemat dan bergaya hidup sesuai kemampuan. Itulah yang membuat Vella marah, dia tak terima keputusan suaminya.
Vella diam, memikirkan sebuah rencana. Bahkan belum genap 2x24 jam, suaminya sudah berubah. Vella yakin semuanya karena Naila, dia yang sudah menghasut Riko dan akhirnya Rony pun terperdaya. Wajah yang lugu dan terlihat lemah, ternyata hanya topeng bagi Vella. Dia berjanji akan membuat perhitungan pada istri adik iparnya. Mengambil ponsel yang ada di atas meja rias, Vella menghubungi salah satu sahabatnya.
"Hai, apa kabar? Sudah lama kita nggak jalan bareng, mau nggak nanti malam kita ketemuan?"
" .... "
"Oke ... aku tunggu jam tujuh di kafe biasanya."
" .... "
"Bye ... bye ...."
Vella tersenyum, sebentar lagi dia akan melancarkan aksinya. Menyingkirkan wanita desa yang sudah menghalangi niatnya. Wanita kampung yang sudah mempengaruhi adik ipar dan suaminya.Naila terdiam, bergeming di tempatnya. Dia sendiri masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada kakak ipar dan istrinya. Sementara Vella hanya tersenyum sinis sambil memandang Naila. Vella sangat yakin semua ini hanya rekayasa suaminya, salah satu bagian dari sebuah rencana. "Riko, maafkan aku. Terima kasih sudah menolongku. Aku akan pergi ke rumah yang kamu tawarkan sakarang. Semakin cepat mungkin semakin baik bagi kita semua." Rony berbicara dengan Riko yang masih memandangnya tak percaya. "Kak, aku tidak mengusirmu. Tinggallah di sini beberapa hari, aku akan mengantar kalian hari minggu pagi," ucap Riko yang masih tak percaya dengan kakaknya. Tanpa diminta, Rony langsung meminta sendiri pergi dari rumahnya. Rencana apa yang sedang disusun oleh kakaknya? "Tidak, jangan berbelas kasihan pada kakakmu yang tak tahu diri ini. Kamu mau menolongku, aku sudah sangat berterima kasih padamu. Jika bukan karenamu, mungkin aku sudah jadi gelandangan," sahut Rony. Dia sungguh-sungguh ingin berubah kali ini, meskipun adiknya mungkin masih belum percaya padanya. Bagi Rony yang terpenting saat ini, dia berniat tak ingin lagi mengganggu rumah tangga Riko dan Naila. Rony juga tak ingin istrinya kembali berbuat ulah dan mengganggu adik iparnya. "Baiklah, setidaknya kita berangkat setelah dhuhur. Kita makan siang dulu. Istriku sudah memasak buat kita semua. Sayang sekali kalau tak ada yang makan. Kakak juga belum pernah 'kan mencicipi masakan istriku?" balas Riko berusaha membujuk kakaknya. "Baiklah, terima kasih. Aku dan Vella akan kembali ke kamar dan bersiap-siap. Naila, terima kasih, ya. Dan maaf atas kekasaran istriku tadi." Rony mengucapkan semuanya dengan ikhlas. Naila melihat pandangan mata Rony yang sendu, tampak tulus bicaranya. Dia pun gugup membalas ucapan kakak iparnya. "I-iya, Kak. Tak masalah. Aku nggak apa-apa kok, Kak," ucap Naila dengan memberikan senyuman terbaiknya. Naila tak tahu bagaimana sifat asli kakak iparnya, tapi jika saat ini dia bersikap baik padanya, bukankah dia juga harus berbuat yang sama? "Ayo, Vella. Kita harus bersiap-siap." Rony menggandeng tangan Vella mengajaknya ke kamar. Sebelum beranjak pergi, Vella memandang sinis Naila. Wanita yang dipandangnya hanya tersenyum melihat tingkah kakak iparnya. Naila mendekati Riko yang masih memandang kakaknya. Riko masih belum percaya sepenuhnya pada Rony. Apakah ini salah satu rencana mereka? Hanya itu yang ada di pikiran Riko saat ini. "Mas ..." Naila mengusap lembut lengan suaminya. "Eh, maaf Sayang. Aku sampai melamun. Ayo kita berbicara di kamar saja, aku sendiri masih bingung harus bagaimana menghadapi mereka," kata Riko sambil menggandeng tangan Naila. "Baiklah, aku juga mau mandi dulu, gerah banget rasanya, lengket dan bau badanku," balas Naila. Riko pun merangkul pundak istrinya dan berjalan masuk ke kamarnya. Sementara Naila di kamar mandi, Riko duduk termenung di dekat jendela. Bahkan sampai Naila selesai mandi, posisi duduk Riko masih tetap sama. Naila membiarkan suaminya seperti itu, dia segera melaksanakan sholat dhuha karena masih ada waktu. Dilanjutkan dengan membaca beberapa halaman Al-Quran, sebagai penyejuk qalbu. *** "Apa maksudmu? Apakah ini bagian dari rencanamu?" tanya Vella pada Rony setelah masuk ke dalam kamar mereka. "Tidak, Vella. Aku tak ingin melanjutkan semua rencana kita. Aku ingin berubah, aku tak ingin menyakiti adikku. Vella, mari kita bangun rumah tangga yang sesungguhnya. Aku akan bekerja, kamu mengurus rumah. Aku juga ingin kita memiliki seorang anak. Aku ingin kita tak berfoya-foya lagi seperti dulu. Mau, ya, Sayang?" bujuk Rony. Melihat ekspresi wajah istrinya, dia tahu Vella tak akan setuju. "Tidak, aku nggak mau! Kenapa kamu jadi seperti ini? Siapa yang sudah menghasutmu!" bentak Vella. Rasanya dia tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan suaminya. "Tidak ada yang menghasut atau mempengaruhiku. Aku ingin kita hidup normal seperti keluarga lainnya, Sayang. Please, kita coba, ya?" Rony masih berusaha menenangkan hati istrinya yang emosi. "Tidak! Aku tak akan menurutimu! Cari saja wanita lain yang bisa kamu jadikan pembantumu. Anak? Apa kamu lupa dengan komitmen kita, hah?" seru Vella tak terima. Rony diam, tak berniat meneruskan perdebatan mereka. Dirinya terpaksa keluar kamar, membiarkan istrinya yang sedang marah. Vella tak terima jika mereka harus pindah. Vella tak terima jika dirinya harus berhemat. Vella tak terima jika dirinya harus mulai belajar menjadi ibu rumah tangga yang benar. Vella tak terima dengan semua keputusannya. Bahkan Vella tak mau jika mereka memiliki seorang anak. Semua karena dirinya yang selama ini tak becus menjadi seorang kepala rumah tangga. Suara Naila yang sedang mengaji, sayup-sayup terdengar di telinga Rony yang sedang duduk sendiri di ruang keluarga. Bahkan Rony kembali menitikkan air mata. Suara ayat suci yang dilantunkan Naila terasa menusuk hatinya. Sudah lama sekali dirinya tak lagi menghadap pada Yang Maha Kuasa. Rony pun menikmati lantunan ayat suci yang mulai membuat hatinya terasa tenang. Tak lama kemudian, suara adzan dhuhur berkumandang. Memanggil umatnya agar segera datang melaksanakan sholat berjama'ah, terutama kaum adam. Riko keluar dari kamarnya, berjalan keluar rumah menuju mushola. Berhenti di ruang keluarga, kakaknya terlihat duduk sendiri dan melamun, tak seperti biasanya. "Kak, ayo sholat berjama'ah di mushola. Kita berangkat sama-sama, mumpung belum iqomah." Riko berusaha mengajak kakaknya walaupun dia ragu dan akan menerima penolakan. Namun, prasangkanya ternyata salah. Rony mendongakkan kepala, tubuhnya bergerak mengikuti langkah adiknya. Bahkan dirinya sendiri bingung, apa yang sudah terjadi padanya. Hanya saja saat ini dia benar-benar tak ingin lagi menambah dosa. Sementara Vella terkejut melihat suaminya berangkat ke mushola dengan Riko. Bahkan dia juga tak menyangka Riko sudah berubah menjadi laki-laki yang rajin ibadah. Vella geram, apakah mereka semua berubah karena Naila? Vella tak terima, dia tak akan membiarkan Naila menguasai semua. Naila sudah menguasai Riko, jangan sampai Naila juga mempengaruhi suaminya. Vella masuk ke dalam kamarnya, membanting tubuhnya ke atas ranjang. Tadinya dia mengira semua adalah rekayasa dari suaminya, ternyata dirinya salah sangka. Rony tak ingin melanjutkan semua rencana buruknya. Bahkan Rony menerima semua tawaran Riko dan berniat mulai membangun rumah tangga dengan benar. Belajar berhemat dan bergaya hidup sesuai kemampuan. Itulah yang membuat Vella marah, dia tak terima keputusan suaminya. Vella diam, memikirkan sebuah rencana. Bahkan belum genap 2x24 jam, suaminya sudah berubah. Vella yakin semuanya karena Naila, dia yang sudah menghasut Riko dan akhirnya Rony pun terperdaya. Wajah yang lugu dan terlihat lemah, ternyata hanya topeng bagi Vella. Dia berjanji akan membuat perhitungan pada istri adik iparnya. Mengambil ponsel yang ada di atas meja rias, Vella menghubungi salah satu sahabatnya. "Hai, apa kabar? Sudah lama kita nggak jalan bareng, mau nggak nanti malam kita ketemuan?" " .... " "Oke ... aku tunggu jam tujuh di kafe biasanya." " .... " "Bye ... bye ...." Vella tersenyum, sebentar lagi dia akan melancarkan aksinya. Menyingkirkan wanita desa yang sudah menghalangi niatnya. Wanita kampung yang sudah mempengaruhi adik ipar dan suaminya.