Kematian Raja membuatnya sedih dan murung hingga 6 bulan tidak keluar dari kamar. Anak raja yang biasa dipanggil Bengek ini menyalahkan diri. Jika saja kala itu ia tidak meminta Raja menemaninya berburuh, mungkin Raja akan bernasib lain. Tapi apalah arti semua itu, waktu telah berlalu begitu saja. Bengek memutuskan untuk mengasingkan diri dari hiruk-pikuk istana. Ia lebih memilih menenangkan diri di pulau ini, walaupun rasa bersalahnya masih saja menghantui. Namun tidak seperti saat pertama kali terjadi kala itu.
Sepulangnya Bengek dari menangkap ikan. Ia duduk tenang menikmati hari, mungkin saja ketenangannya akan terusik jika ia tahu bahwa Ratu atau teman masa kecilnya telah melakukan kekerasan pada kaumnya, telah memaksa kaumnya membangun bangunan tinggi.
"mboae kabaramua (bagaimana kabarmu)?", tanya ratu, berjalan dari belakang mendekati Bengek yang lagi duduk digazebo kecil yang menghadap pemandangan danau.
"katanadua nainiya (tenangnya disini)", sanjung Ratu pada suasana yang begitu menenangkan hati, namun tidak bagi ratu. Suasana hatinya masih belum menentu mengingat Waruka masih belum memutuskan apakah mau bekerjasama atau tidak?
"o ae mowako nainiya, Mega (apa maksud kedatanganmu disini, Mega)?", Bengek merasa ada yang tidak beres atas kedatangan ratu yang biasa dipanggilnya Mega.
"amoradua kabotuku (mau menengok saudaraku)", sahut Mega yang telah menganggap Bengek seperti saudaranya sendiri. Begitupulah Bengek yang juga menganggap Mega sebagai saudarinya.
"ooh garaa (oh begitu)", Bengek tersenyum pada Mega.
Mereka pun bercerita banyak hal, mengenang masa lalu, saat mereka pertama kali bertemu, bermain dan menjelajahi kehidupan bawah hingga akhirnya mereka memilih jalan masing-masing.
"paye umawo na istana (tidakkah kamu ingin pulang ke istana)?", tanya Mega, berharap Bengek tidak pulang ke istana, jika saja Bengek tahu apa yang dilakukan Ratu pada rakyatnya tentu Bengek akan tidak suka dengan sikap Ratu. Ya, begitulah Bengek, yang sama dengan ayahnya. Pemimpin yang bijaksana dan tidak mementingkan kepentingannya sendiri.
"paye, aosiane nainia (paye, saya lebih senang disini)", sahut Bengek.
Ratu berpura-pura sedih, walau dalam hatinya merasa senang. Inilah yang memang diharapkan olehnya. Kedatangannya disini untuk memastikan bahwa Bengek tidak perlu kembali ke istana terlebih dahulu, mengingat keadaan istana yang masih dalam situasi 'panas'.
==============
Sementara ratu masih di pulau. Waruka baru saja keluar dari kamarnya. Ia ingin melihat sekitarnya. Keluar dari pintu kamar, ia melihat ruang luas, seperti lobi hotel yang luas. Ia pun menyadari bahwa kamar yang ditempatinya ini hanyalah salah satu kamar dari 5 kamar; 1 kamar yang ditempatinya, satu disamping kiri kamarnya, dua kamar berada diseberangnya. Sementara diantara 4 kamar ini, disamping kanan dari tempatnya ia bediri, terlihat satu pintu besar yang megah dan mewah dilapisi permata merah mudah dan putih. Ya, itulah kamar Ratu. Ibarat saat memasuki lobi hotel yang besar dan luas, titik fokus pertama anda masuk langsung berhadapan pintu kamar ratu yang begitu menyilaukan mata.
Keluar dari ruangan ini, terhampar pemandangan alam yang menyejukkan mata, selain rumput rumput liar dan pohon-pohon ungu dengan daun-daun putih, juga ada bunga-bunga unik yang bertebaran dimana-mana, seperti bunga mawar namun berukuran besar setinggi manusia.
Waruka dengan penuh takjub menikmati pemandangan setiap langkah kakinya. Ia baru mengalami ketenangan semenjak dirinya tiba dikehidupan bawah. Namun ketenangannya terusik sesaat setelah memikirkan keputusan yang tentu akan menentukan jalan hidupnya. Apakah ia mau atau tidak bekerjasama dengan ratu? Apa konsekuensi yang akan ia dapatkan jika menolak ajakan Ratu? dan Apa yang akan ia dapatkan jika mau bekerjasama dengan Ratu?