Tengah malam tepat pukul 12 malam usai melaksanakan sholat isya dan mengaji, Audia terkesiap mendengar panggilan dari Amanda, mertuanya. Wanita itu menghubungi di jam begini. Audia khawatir, apa terjadi sesuatu kepada Kai.
"Ya Allah lindungilah suami saya," batin Audia dengan cemas segera menerima panggilan.
"Assalamualaikum, bu?"
"Wa'alaikumussalam. Ah, sayang akhirnya kau angkat juga. Ibu sudah mencoba menghubungimu beberapa kali."
"Maaf, bu. Barusan hpku dichargin. Ada apa ya?"
"Anu, nak. Apa Kai bersamamu?" tanya Amanda dengan hati-hati. Saat ini dia kini berada di halaman kediamannya dan terlihat cemas.
Audia menggigit sudut bibir dengan risau. Sesungguhnya ia tak mau sampai mertuanya tahu bahwa Kai sering meninggalkannya sendirian di rumah.
"Tidak, bu. Memangnya kenapa?" tanyannya dengan hati-hati.
"Ibu, katakan ada apa?" Tanyanya sekali lagi. Rasa cemas Audia berubah menjadi khwatir karena Amanda tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Audia malam ini sebenernya–"
Belum juga mendengar perkataan ibu mertuanya itu, sebuah tangan tiba-tiba mendarat di pipnya serta menciptakan rasa panas dan meninggalkan bekas kemerahan di pipinya.
"Mas...!" Audia berteriak serta membuang ponselnya dan segera berlari menghampiri Kai yang telah tergelentang di lantai.
Dengan raut binggung serta bertanya-tanya, Audia memapah Kai ke tempat tidur.
Tubuh kokoh Kai terlihat linglung, memaksakan diri untuk berdiri namun kembali roboh lagi hingga terhuyung ke ranjang.
"Mas kau mau kemana?"
"Lepaskan!" bentak Kai dengan kasar sambil mendorong Audia hingga terjatuh ke ranjang.
"Ya ampun, mas. Kau demam!" Audia nampak terkejut. Ia tak menyangka pria seperti Kau bisa juga sakit. Dia meluapkan bahwa pria rupawan yang berbaring di depannya ini juga adalah manusia.
Dengan hati-hati memperbaiki posisi tubuh Kau agar lebih nyaman. Audia mengambil termometer dan mengukur suhu tubuh Kai. saat itu ia terkejut melihat suhu tubuh Kai mencapai 90 derahat.
Di tengah malam seperti ini ia akan meminta bantuan siapa? Semua pekerja pasti sudah tidur. Audia tak mau mengganggu istirahat mereka.
"Mas maafkan aku..." imbuhnya dengan lirih segera melepaskan pakaian Kai. Dimulai dari yang paling atas hingga pakaian bawah Kai.
Audia menggeleng melihat pinggang ramping Kai dan roti sobek suaminya yang begitu menggoda.Tanpa sadar ia menelan ludah berat sambil bersua..."Astaghfirullah, ada apa dengan pikiranku."
Audia menggeleng dan
kembali melanjutkannya lagi.
Jemarinya bergerak membuka tali yang melilit pinggang Kai, namun sedikit kesusahan membuat Audia memberanikan diri untuk naik ke tubuh Kai agar bisa membukanya dengan muda. Dengan begitu juga pekerjaannya akan cepat selesai.
Meksipun Kai adalah suaminya namun tetap saja Audia merasa gugup menyentuh tubuh suaminya itu. Audia bener-benar terlalu polos. Kini ia semakin terpaku melihatmu tubuh Kai yang begitu sempurnah. Seumur-umur ia tak pernah melihat tubuh polos pria seperti ini. Tentu saja reaksinya adalah wajar.
Ketika Audia tengah malamun, sebuah tangan kekar tiba-tiba menjegal tangannya. Audia terjengkit dan secara refleks menatap sepasang mata elang yang kini tengah menggintainya.
"Mas? Kau... aku...!" ucap Audia terputus-putus. Dia benar-benar tertangkap basah kali ini. Dia telah lancang menyentuh tubuh Kai di saat pria itu tidak berdaya. Apakah Kai akan memaafkan nyawanya. Audia terlalu takut hingga memejamkan mata dengan tubuh setengah bergetar. Ia siap menerima hukuman Kai. Namun yang ia pikirkan justru malah sebaliknya. Kai menarik tubuhnya dan membawanya ke dalam pelukannya.
Tangan kekar Kai melingkari tubuh wanita yang selama ini ia benci, bahkan terkesan jijik, hal tersebut membuat Audia membantu di dalam pelukan suaminya itu.
.
Dalam hitungan detik Kai membalik tubuh Audia hingga dia berada di atasannya.
Audia menelusuk tatkal aroma alkohol merangsang di hidungnya. Audia dapat mencium aroma tubuh Kai yang tercium maskulin bercampuran dengan bau alkohol yang membuat kepalanya pusing.
"Mas kamu..." Perkataan Audia tertahan. Dia terjengkit ketika Kai mendadak mendekati wajahnya. Pria itu mendekat dan mencium bibir Audia dengan rakus. Kai memainkan bibirnya di dalam mulut Audia dan menggigit bibir pich istrinya itu .
Audia merasa sengatan aneh menyerang tubunya hingga jeritan kecil keluar dari mulutnya.
Kedua nafas mereka beradu dan sahut-sahutan saat Kai melepaskan lumatannya dan menatap Audia dari dekat.
Audia terkesiap menemukan tatapan mata Kai yang terlihat sendu dan berair. Entah apa yang sedang terjadi Audia dapat menemukan kerinduan di matanya.
"Laras ...." ucap Kai membuat Audia membatu.
"Laras? Siapa Laras, Mas?" seru Audia dengan mata berkaca-kaca.
Seakan tidak mendengarkan perkataan Audia. Kai yang terlihat seperti sosok lajang yang kesunyian memeluk Audia yang berada dibawah kungkuhannya.
Audia terkesiap merasa getaran tubuh Kai. Pria ini sedang gemetar? Rasanya Audia tdiak percaya jika tidak merasakannya sendiri. Sebenar
Apa yang telah terjadi. Sosok Kai malam ini benar-benar menakutkan dan membuat Audia penasaran. Dia berubah menjadi pria yang begitu kesunyian. Kai memeluk Audia seperti anak kucing yang tidak mau lepas dari induknya.
***
Usai melaksanakan sholat subuh, Audia kembali mengecek kondisi Kai. Setelah memastikan kondisi suaminya baik-baik saja ia berjalan dengan hati-hati menuju pintu kamar ke ke dapur untuk membuat bubur untuk Kai.
Konsentrasi Audia sedikit terbagi. Antara memikirkan nasib rumah tangganya dan nama wanita yang dipanggil Kai semalam membuat perasaan Audia tidak tenang.
"Assalamualaikum, maaf ibu menggangu. Apa kondisi Kai baik-baik saja?" ucap Amanda di ujung telepon. Wanita itu berada di kediamannya sekarang.
"Wa'alaikumussalam, Alhamdulillah demamnya sudah turun, Bu. Nanti siang mungkin akan ke rumah sakit."
"Syukurlah kalau begitu. Ibu yakin kau bisa merawat Kai dengan baik. Ibu serahkan dia padamu. Sebentar lagi dokter Faizal akan mampir ke kediamanmu untuk memeriksa kondisi Kai." Amanda dapat mematikan telepon dengan tenang setelah memastikan kondisi Kai baik-baik saja.
"Baik, Bu." Panggilan diakhiri. Audia menatap gawai dengan senyum yang tak padam. Namun suara bariton cirikhas orang yang bangun tidur mengejutkannya.
"Dia Amanda?" seru Kai yang sudah duduk dan telah bersandar di kepala ranjang. Penampilannya terlihat berantakan, namun orang tampan selalu enak dilihat.
Audia mengatur ritme nafasnya dan mengelus-elus dadanya karena kaget. "Iya, Mas. Tapi... Panggilan kok sedikit tidak sopan. dia kan ibumu, Mas. Kita harus menghormati yang lebih tua, apalagi seorang ibu," serunya mendapat tatapan jengah Kai yang membuang wajah kesal.
"Maaf jika saya salah mas," ucap Audia dengan tulus. Melihat ketulusan istrinya membuat hati keras Kai mengapung.
Kai terdiam dan beralih menatap benda yang terletak di dekatnya, di samping tempat tidur. Benda yang Audia gunakan untuk merawatnya semalam dan belum sempat dibereskan.
"Apa kau terluka?" ucap Kai. Pertanyaan menciptakan kerutan di wajah Audia yang hanya bisa menggeleng dengan pasrah.
Apa mungkin Kai masih demam? Tapi sebelumnya sudah dicek dan kondisinya sudah jauh lebih baik.
"Apa saya mengatakan kata-kata aneh semalam?" tanyanya lagi, yang mendapat gelengan dan mimik heran Audia. Semalam Kai memang aneh, Audia mengakuinya. Namun dengan dia bertanya seperti ini semakin menciptakan keanehan yang sempat Audia lupakan.
"Saya baik, Mas. Memangnya kenapa?" Audia menyinggung senyum tulus.
"Siapa Laras?" Ingin rasanya ia menanyakan hal ini. Namun nyalinya tak seberapa dan dia tidak ingin menghancurkan mood baik Kai pagi ini.
"Syukurlah kalau begitu," ucap Kai menyingkirkan seprei dan turun dari ranjang.
Audia segera mendekat dan membatu suaminya itu, hingga telah sampai di pintu kamar mandi Kai baru menyadari ada keanehan di tubuhnya.
Pria itu menatap bekas jarum suntik yang telah diperban di tangannya kemudian beralih menatap Audia yang menatapnya dengan polos.
Kai menyinggung smirk yang menandakan bahwa dia sangat panasaran.
"Siapa pelakunya?" Seperti biasa kata-katanya dingin sedingin wajahnya dan sedikit tidak berbobot.
"Aku, mas. Tapi mas gak usah khawatir kok. Aku menyuntikkannya dengan hati-hati dan sesuai prosedur dokter," jelas Audia menatap wajah Kai yang khawatir dan curiga.
"Bagaimana saya bisa percaya?" serunya hampir terjatuh lantaran menyeka lengan Audia beruntung istrinya itu baik dan kembali menggapai lengannya. Membopong tubuh besar Kai sedang tubuhnya seperti bayi hampir ditelan pria itu.
"Aku punya teman dokter, Mas. Demammu parah semalam. aku harus menghubungi dia," ujarnya sambil mengangkat dua jari 'suwer percaya aku melakukannya dengan benar, meksipun tidak terlalu profesional.'
Kai menggeram tidak puas mendengar jawaban Audia. Namun disisi lain ia tidak bisa menyalahkan Audia karena wanita inilah yang mmerawatnya semalam.
Audia membukakan pintu kamar mandi karena tidak ada perlawanan apapun lagi.
Ia membopong Kai untuk duduk di kloset, kemudian segera menyetel air hangat di bathup. Audia juga tak lupa menuangkan aroma terapi kesukaan Kai. Hidupnya telah terikat dengan Kai, membuat Audia hapal semua kebiasaan suaminya.
"Ayo mas ku bantu." Audia menunduk ingin menggapai pinggang Kai. Namun gerakannya tertahan oleh penolakan.
"Terima kasih sudah merawatku semalam. Tapi cukup sampai disini. Kau bisa membiarkan saya. Saya akan melakukannya sendiri," ucap Kai sambil mendorong lengan Audia untuk keluar.
Audia menurut saja. Namun ia berhenti di depan pintu kamar mandi dan menunggu disana karena sebentar lagi...
"Akh!" Audia dapat mendengar ringisan Kai di kamar mandi. Tanpa menunggu lama kaki jenjangnya segera menendang pintu kamar mandi yang sempat dikunci Kai dari dalam.
Brug...!
Sebuah tendangan maut oleh kaki mungil langsung melebar pintu kamar mandi meksipun tidak jatuh tumbang.
Audia segera mendekati Kai yang terjerambah alias telah jatuh ke dalam bathup.
"Astaga, kau baik-baik saja kan, mas?" ucap Audia dengan cemas mendekati Kai. Namun naasnya takdir tak berpihak padanya. Mulanya niat membatu malah kakinya menginjak sudut yang licin jadilah Audia terjebor dan ikut masuk ke dalam bathup dalam kondisi Kai yang tak mengatakan sebenang pakaian apapun.
"Akh!" Audia meringis pelan sambil menutup mulut menggunakan kedua tangannya. Matanya melotot memandang tajam sekaligus terkejut dengan yang barusan terjadi.
Tubunya sih tidak terluka karena jatuh tepat di atas tubuh Kai. Namun malang nasib nasabah yang tertimpa. Audia menjadi merasa bersalah mendengar desahan nafas Kai yang terperongoh.
"Saya tidak akan mati ditindis tubuh bayi sepertimu," lirih Kai dengan mata terpejam menahan sakit.
Tubuh Audia memang kecil jika bersandingan dengan badan Hulk seorang Kaian Hariz Buhron, namun dengan cara jatuhnya yang strategis seperti tadi akan memberikan dampak, apalagi tubuh Kai saat ini sedang sakit.
Audia menggigit kuku jarinya dengan cemas dan takut. "Habislah, kali ini apakah aku akan dibunuh," batinnya dengan risau.
Namun selang berikutnya perasaan cemas dan takut berganti menjadi benjolan jijik plus malu habis-habisan malu. Audia baru menyadari Kai tidak mengenakan apapun saat ini dan dia berada di atas tubuh pria itu.
"Akk–"
"Stttt!" Dengan satu kepalan tangannya berhasil menghentikan Audia yang akan berteriak. Kai menutup rapat mulut Audia cukup keras dan menatapnya dengan sorot mata memintanya untuk diam.
Dag-dig-dug
Suhu tubuhnya seakan meningkatkan. Audia tidak tahu apakah pengaruh air panas atau benda lain. Dengan posisi saat ini seperti sepasang kekasih yang Sedang bercinta.
Nafas keduanya memburu. Mereka dapat mendengarkan getaran dari gelombang dada masing-masing. Audia tak tahan dengan tatapan mata Kai terlebih posisi mereka saat ini. Refleks tangannya bergerak sembarang hingga menyentuh benda keras dibawah pahanya.
Pupil Audia membesar. Matanya membulat sempurna menyadari benda yang sedang dipegangnya.
"Argh...!"