Kehidupan memang bukanlah sebuah perkara mudah untuk dijalani. Terlebih lagi dengan masa lalu yang begitu runyam. Tapi, bukan berarti ia ingin mengumpati semua yang telah berlalu itu. Tidak, itu akan membuang waktunya, tentu saja. Tidak juga menyesal akan itu, menurutnya, ada banyak pelajaran yang bisa ia ambil untuk selanjutnya. Ia sudah pernah menangis keras bahkan meraung untuk kehidupannya itu, sekarang tidak lagi, tidak akan pernah ia lakukan lagi. Ia juga pernah ingin mati saja saking beratnya beban yang ia rasakan, sekarang, mau seberat apapun itu, jika diistilahkan, beban itu yang akan pergi dengan sendirinya.
Ia hanya seorang gadis dengan temperamen yang tidak menentu, terkadang meledak-ledak, terkadang setenang air di danau. Mungkin itu pengaruh lingkungannya yang dulu, pengaruh kehidupannya yang dulu. Bagaimana ia menahan emosinya dengan baik di hadapan sosok ayah dan ibu tercintanya.
Juga, arogansinya, yang terkadang dibenci oleh orang-orang ketika dia menunjukkannya adalah bentuk dari amarah dan kekecewaannya. Dua hal itu adalah bumbu ampuh untuk menyajikan sikap arogansi yang lekat dan mendarah daging, seperti dirinya sekarang.
Pengkhianatan juga tak luput mewarnai hidupnya yang sudah susah, malah ditambah lagi. Orang yang dicintainya, seluruh hidupnya, berkhianat dan bukan main sakit yang dirasakannya. Tubuhnya bergetar karena amarah, matanya memerah dan tidak ada yang berani menenangkannya. Memang begitu kehidupannya. Jauh dari kata damai dan baik-baik saja.
Tapi, entah bagaimana takdir membawanya. Ia tumbuh menjadi gadis kuat yang menantang dunia. Langkahnya tegas dan memaku. Tidak usah tanyakan bagaimana auranya. Tidak akan ada yang menyangka bahwa tampilannya yang lembut itu tidak sama dengan seberapa keras hatinya.
Tampilannya sederhana, tidak menampakkan status sosial yang patut diperbincangkan. Terkadang ia hanya akan menggunakan celana training dan baju kaos lengan panjang yang di belinya di pasar yang tidak jauh dari tempatnya mengajar. Sesantai itu. Jilbabnya juga yang biasa saja, selama sesuai dengan yang dianjurkan, merk apapun ia tidak pernah permasalahkan. Ketika berada di rumah atau sekadar ingin jalan-jalan. Ketika mengajar pun ia hanya menggunakan pakaian yang bisa membuatnya senyaman mungkin.
Hidup sendiri. Di rumah yang tidak besar tapi tidak terlalu kecil, fasilitasnya lengkap. Rumahnya ia beli, baru beberapa tahun yang lalu saat keadaan mendesak, lagi pula yang punya rumah juga sedang butuh uang. Langsung di-iya-kan. Jadilah ia sekarang tinggal di sana dengan nyaman. Halaman yang asri, ada pohon mangga di sudut kanan dekat pagar rumah.
Umurnya 24 tahun, dosen muda bergelar doktor, mengisi kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Dosen Ilmu Politik. Tidak tahu motif apa sehingga ia mengambil jalan itu. Ketika ditanya ia akan selalu menjawab bahwa itu takdir, tidak menyangka juga bahwa ia akan berakhir di sana. Ia akan menambahkan, ternyata takdir semengejutkan itu, ia saja, secara pribadi, cukup terkejut.
Selamat mengikuti ceritanya. Tidak akan terlalu menyenangkan karena gadis itu memang biasa saja, tidak spesial, atau mari menyebutnya terlalu monoton. Setidaknya itu yang ia pikirkan.