AFFAIR WITH INFIDELITY 7

Dua bulan kemudian, sebetulnya tidak banyak yang terjadi antara aku dan Mile. Kami menjalani kehidupan seperti biasa. Terpisah ruang, waktu, dan kesempatan. Karena kami adalah dua pria dewasa. Apa yang dia bilang tentang berkunjung ke tempatku belum sampai terlaksana, karena setelah berciuman dia kembali ke pusat kota Washington DC.

Mile pun fokus berperan sebagai juri dalam program WNTM. Dan dia gabung dalam karantina model tanpa membawa ponsel (itu memang peraturannya). Mile dituntut menciptakan trending fashion baru bersama Miss Kendall. Sehingga dia berupaya menggodok anak-anak didiknya menjadi bintang. Hm ... pastinya lelah sekali kan? Mile sering menggunakan otaknya secara penuh. Harus kerja, kerja, dan kerja sesuai kontrak, sementara aku hanya bisa memandangnya lewat layar kaca.

Kusaksikan bagaimana Mile beraksi dengan juri tamu lain (Bella Hadid, Liu Wen, Karlie Kloss, dan Arthur Kulkov) di meja kehormatannya, sambil berpikir apa hubungan kami betul-betul nyata. Jujur Mile terasa jauh saat berada di sana, tapi anehnya bisa muncul di depanku pada waktu-waktu sempit.

Seperti remaja tanggung, Mile pernah menyelinap ke Kantor Kejaksaan Agung hanya demi apel denganku. Dia tak masalah duduk 10 menit hanya untuk menemaniku makan siang. Padahal itu tak bisa disebut quality time dengan pasangan. Sebab bicara pun sulit karena aku harus menandaskan menu sebelum waktu istirahat habis.

"Tidak apa-apa, tak masalah. Tetap kunyah seolah aku tak ada di sini," kata Mile yang duduk di meja kantin langgananku. Dia terhibur hanya dengan menatap kegiatanku. Sementara aku yang risih lama-lama terbiasa. Kutanya bagaimana kabarnya, dia bilang baik. Dan saat dia tanya kabarku, aku bilang sama seperti biasa.

Mile juga belum menyentuhku lagi (karena tak sempat), bahkan chat-nya sangat jarang karena ponsel hanya dipegang di waktu tertentu. Dia sudah seperti robot, yang mulai me-ngurus. Tapi kurang bobot, bukan berarti tak kekar. Otot Mile tidak berbeda jauh setiap kali dia datang. Apalagi dia acara WNTM dia dan pelatih gym juga sering di-shoot bersamaan. Aku jadi berpikir buat apa dia kerja seheboh itu, sebab sebelumnya tetap lajang dan tidak punya tanggungan khusus.

Maksudku, coba ingat. Dia menandatangani kontrak jauh sebelum punya hubungan denganku. Dan sudah kupastikan Mile ini perantau yang menetap lama di daratan Amerika. Dia pergi dari Thailand sejak lulus dari SMA. Senior imigran, dan kartu hijaunya jelas lebih dulu daripada aku.

Apakah sebetulnya Mile bukan pria dari keluarga berada? Ah, ngawur. Dunia tidak sebercanda itu dalam menciptakan sejarah orang brilian. Karena usut punya usut Mile masih cicit dari mantan Gubernur Washington DC: Arthur Leux Anderson.

Si Arthur ini ternyata punya banyak istri. Salah satunya nenek Mile, tapi Nathanee sebagai generasi ketiga melipir ke tanah air (katanya masih enak hidup di Bangkok) pantas saja aku tidak asing dengan marga "Anderson". Tapi Mile memilih bebas karena saudaranya banyak. Dan tak bisa kubayangkan betapa ributnya situasi keluarga dia.

Hei, aku tak benar-benar dibawa bertemu mereka kan?

Kalau pun iya, aku sulit membayangkan dengan keluarga yang mana (domisili Amerika, Thailand, atau dua-duanya), dan gambaran circle mereka tidak muncul di otakku. "Apakah aku harus sopan dan bermartabat? Ada bagusnya juga aku masuk ke dunia hukum."

Dengan ini pergantian tahun pun kulalui hanya dengan Bella, tidak berubah. Tahu-tahu bulan memasuki Januari akhir. Itu berarti syuting WNTM sudah melalui tahap final, tapi aku tidak tahu apakah Mile bisa datang di hari ulang tahunku.

Hm, tidak juga tak masalah sih. Aku bukan anak kecil yang akan merengek hanya karena hal sepele. Bahkan kalau pun lupa tidak masalah. Dengan ini kesempatan Mile tinggal 10 bulan lagi. Dan perjanjian kami tidak harus selalu happy ending.

Kupikir hidup bersama Mile itu hanya sebuah wacana. Toh yang kurasa padanya masih sangat-sangat buram. Aku tak memiliki ketertarikan khusus selain mengakui dia mengagumkan, dan sensasi ciumannya waktu itu kini mulai hilang.

Apa, ya ... kalau disuruh jujur, aku memang sedikit syok. Apalagi dulu Mile langsung menjajah mulutku dengan lidah lihainya. Dia membuat tubuhku kaku bagaikan boneka kayu. Lalu mengisap bibir atas dan bawahku sesuka hatinya. Setiap jengkal gigi dan langit-langitku dibelai sayang, ronggaku disodok sampai ke tenggorokan. Seolah-olah dia mengukur seberapa dalam sambil memikirkan sesuatu. Sesaat kemudian, dia baru melepasku dalam kondisi saliva tumpah di sudut bibir. Dan itu merupakan  ciuman yang melumpuhkan kaki, tapi untung aku tidak sampai roboh.

Aku tidak sedramatis itu sampai kelihatan lemah, sih ... tapi  memang pusing setelah bibir kami terpisah.

Kubilang, "Phi, ini di luar perjanjiannya." Sambil mengusap saliva dengan punggung tangan.

"Aku tahu, tapi kesempatanku apa langsung hilang? Aku tidak dapat satu keringanan?"

"Apa? Curang ...."

Mile justru terlihat bangga sekali, mungkin karena ekspresiku tampak bodoh hanya karena berciuman, tapi tolong maklum itu pertama kalinya aku merasakan bibir pria. Semakin panik aku, rasa-rasanya Mile justru terhibur. Namun kini aku sama sekali tidak menyesal.

Bisa kupahami kenapa dulu Mile tidak sabaran. Terbukti setelah bertemu kini hubungan kami ke setting-an awal. Seperti dua orang yang terasing. Bukan siapapun karena dunia Mile serasa berbeda.

Mata-ku nanar karena ada iklan tubruk berisi info WNTM. Katanya para finalis dapat penantang baru dari Big Hit Agency, dan itu membuat jadwal syuting semakin panjang. Dari situ aku tahu 24 Februari Mile takkan datang. Sebab dia harus hadir di stasiun televisi sebagai unsur terpenting (lagipula mana ada sejarah challenge tidak didatangi juri-nya sendiri?) Aku pun mengunci rumah sore harinya. Lagipula takkan ada yang mengetuk pintu ...

Kondisi salju pun makin tebal di luar sana. Maka hampir mustahil Mile akan datang kemari--

"Maaf, bisa saya bertemu Tuan Nattawin?" tanya pengantar Pizza yang mendadak hadir di ambang pintu tanpa pesanan.

"Ya, Saya sendiri?"

Aku pun bengong saat masker, kacamata, dan topi itu dilepas. Apalagi bahuku didorong masuk dengan telunjuk di depan bibir.

"Phi Mile--"

"Sssh, shh ... shh ... shh ... biarkan aku sembunyi dulu, ini cuma 30 menit!"

"Apa? Tapi--syutingnya--"

"Ingat baik-baik kita harus berterima kasih ke Miss Kendall setelah ini ...."

Rasanya aneh tapi benar-benar nyata, karena si Kendall Jenner itu tak se-stoic di depan kamera. Dia dan Arthur Kulkov bersedia mengambil alih setelah bercanda soal pelicin. Tapi Mile jelas tidak membiarkan kesempatan itu cuma-cuma. Dia mengeluarkan uang demi kemari. Lalu menunjukkan beberapa bolu tangkup dalam kardus Pizza yang dia bawa. Semuanya berhiaskan lilin-lilin mungil. Katanya untukku make a wish, dan momen ini membuat aku merasa seperti bocah.

"Ha ha ha ha ha. Jumlahnya 38 ...." kataku usai menghitung berapa isi box-nya.

"Benar."

"Tapi itu tua sekali ...."

"Hei, bisa dijaga mulutnya? Aku justru sudah 42 di sini ...."

Apa?!

"Hah? Kok bisa ...."

"Ulang tahunku sudah 5 Januari lalu, jika kau belum tahu."

Aku pun terdiam sampai ingin meninjunya, tapi Mile memang terjebak dalam acara realitas pada waktu itu. Dia bilang tak masalah, asalkan bukan ulang tahunku. Dan parahnya Mile datang pada jam-jam tidur siang Bella. Akhirnya aku mematikan lilin dengan ayunan tangan yang cepat. Make a wish, lalu mencoba salah satu bolu-nya dengan otak overthinking.

Kupikir akan ada kejutan di dalam seperti aku pernah melakukannya pada Davikah. Tapi tidak sama sekali. Semua rasa bolu aman, karena aku sengaja mencoba beberapa jenis (siapa tahu ada suprise di yang lain-lain, kan?) Dan Mile pun memujiku suka rasanya karena makan banyak. Dia senang karena ditemani menghabiskan. Tahu-tahu pamit pulang tanpa hadiah sama sekali.

"Baiklah, hati-hati."

"Oke."

"Terima kasih sudah datang kemari ...." kataku sambil menyilangkan tangan di depan dada. Kupandangi kepergiannya dengan senyuman wajar. Walau jika ditanya kecewa atau tidak, jelas saja kecewa (kupikir akan ada kado formalitas meskipun kecil), tapi dengan usia 38, jelas aku tak pantas menunjukkannya.

"Oh, iya. Sepertinya ada yang masih terlupa."

"Apa."

Tiba-tiba dia berbalik lagi ke arahku.

"A kiss?"

"No."

"Kenapa?"

"Kau akan terlambat jika tidak berangkat sekarang ...."

Mile justru terkekeh-kekeh seperti pejabat mesum. Karena dia bisa membaca mataku yang terluka oleh harap-harap jatuh. Pria ini sepertinya sangat suka usil. Karena begitu dapat reaksi, dia justru mendorongku masuk lagi. Bahkan langsung memelukku di balik pintu.

"Bercanda, ha ha ... sebenarnya aku bisa menginap hingga besok pagi ...."

"Apa kata Phi barusan? Sial ... jangan main-main dengan pekerjaanmu ...."

"Ha ha ha ha ha ... tidak ...."

Hari itu Mile bilang dia puas karena tampak jelas aku tengah merindukannya. Lalu dia mengeluarkan kotak hitam mungil sebagai kado-ku. Itu benar-benar plot-twist yang membuatku ingin memaki, sayang Bella sudah bangun sebelum aku membukanya. Bella bilang di bawah sangat berisik. Tapi dia senang karena temu kangen dengan Mile dadakan. Bocah itu pun menjerit, "Uncleeeeeeeeeeeeee!!" lalu minta gendong, sementara aku menyingkirkan kotak itu terlebih dahulu.

Kami bertiga pun menikmati quality time untuk pertama kalinya. Walau fakta yang ada hanya bermakna mengobrol sambil makan malam bersama. Setelah itu Bella masih menjajah kami (dia terus berceloteh soal betapa hebat tarian baletnya) dan Mile menanggapi itu, walau masih sangat kaku. Kami berdua betul-betul baru punya waktu setelah dia tertidur, padahal Mile bilang besok pukul 7 harus sungguhan pergi.

"Kali ini aku serius ...." kata Mile sebelum minta izin masuk ke kamarku. Dia bilang takkan mengajakku seks (sampai akunya mau) tapi menegangkan juga walau dia hanya berada di dalam. Pria ini baru memelukku setelah duduk di tepian ranjang, tapi sangat lama karena pembalasan disela Bella seharian.

Sudah, begitu saja.

Aku sampai gerah dan merasa aneh. Apalagi bibirnya menjumput kecil-kecilan leherku dari belakang. Setiap detik dia pun membuatku makin risih. (Ini gila) tapi dia tetap meremas telapak tanganku hingga membawaku berbaring. Sangat halus dan tenang, bukan? Dia seperti ingin membuatku merasa aman, tapi bisa kau pahami aku?

Kontak fisik dengan pria secara romantis sulit kuterima, maka ini sepertinya jadi PR terbesar Mile untuk mendekatiku.

"Bisa tebak?"

"Hm?"

"Anak muda pasti menertawakan kita kalau sampai mereka tahu."

Aku pun hanya terpejam, mencoba merilekskan diriku sendiri. Karena besok Mile sudah jauh lagi. Aku harusnya tidak setakut itu untuk bersamanya, toh ini hanya sebentar hingga kita sama-sama tidur.

"Aku tidak mau peduli," kataku. Karena faktanya pinggulku meremang ketika dilingkari lengannya, dan perutku mengejan karena tersenggol sikunya. Kewaspadaanku pun meningkat saat Mile nyaris merogoh dadaku. Lalu kupindah tangan itu agar keluar segera. "Jangan dulu, tolong. Aku bisa berteriak kalau kau keterlaluan."

"Hm, hm. Aku hanya takut kehabisan waktu ...." kata Mile sambil membenamkan hidung kepada leherku. Dia mendusel di sana, seolah-olah lupa umur. Tapi kubiarkan dia berpindah ke bokong untuk meraba-raba.

Intinya sulit didefinisikan perasaanku pada waktu itu. Karena berusaha tahan di sikon panik itu sudah menguras energi, apalagi menceritakan detailnya. Yang pasti Mile memang menciumku lagi. Kita saling berpeluk, tapi aku heran saat dia gantian ingin dimanja.

Bukannya lanjut mendekapku, Mile justru turun ke dada. Lalu bilang ingin kupeluk sayang di bagian kepalanya. Mile pun kuturuti hingga membuahkan senyum di bibirnya. Dan dia bilang nyaman jika mendengar detak jantungku (seperti bayi ke ibunya saja).

Mile pun cepat tidur di posisi itu. Dan percayalah berbaring seperti sekarang mulai jadi hobinya yang lain.

[Maaf harus pergi sebelum subuh. Tidak jadi jam 7. Syuting challenge hari ini harus dimulai saat matahari terbit]

.... kata Mile melalui memo kecil. Dia menyobek tisu dan menulis menggunakan spidol temuan yang hampir habis. Tahu-tahu kancing baju depanku lepas, tanda semalam dia meraba putingku diam-diam.

"Benar-benar ...." gumamku sambil mengancingkannya secepat mungkin.

Saat aku keluar, TV realitas fashion memang menyiarkan Mile. Dia sudah di sana untuk mementori peserta bersama Liu Wen. Seolah-olah aku tadi malam hanya sedang bermimpi.

"Sebaiknya kubuka kadonya sebelum berangkat kerja ...." kataku sambil menenteng cangkir kopi. Kotak dari Mile pun kuambil dari laci meja. Kubuka dan ternyata isinya masih kotak lagi (hanya seukuran kepalan tangan) tapi waktu kusobek kertas dalamnya, aku jadi berpikir keras bagaimana cara untuk membalas Mile.

"Ya Tuhan ...." desahku saat melihat 2 kunci itu. Satunya untuk mobil--entah apa merk-nya belum sempat lihat. Satunya lagi kunci bangunan (?) seperti villa, rumah, atau apartemen (?). Namun, daripada itu aku lebih gugup membuka surat kecil yang dilipat di bawahnya. Oh, ternyata isinya hanya sebaris kalimat.

[Jika suka, mulai sekarang kirim kegiatanmu setiap hari ke ponselku]

___ Phi Mile

"Semoga aku masih waras sampai 10 bulan lagi ...."