Lelah mental membuat Mile bangun kesiangan pagi itu. Dia linglung saat membuka mata, sempat loading melihat Apo tidur pulas di sebelahnya. Kucing jejadian itu tampak kedinginan, dia memeluk Paopao sekaligus menggenggam tangannya. Mile gagal fokus karena jemari Apo cantik, tak seperti kemarin yang masih berupa paw-paw. Dengan lembut Mile melepaskan pertautan mereka, tapi Apo justru tak mau berpisah. Apo meremas jarinya semakin kuat karena nyaman, Mile pun menunggunya beberapa saat.
Mile akui dia tergoda membelai pipi Apo, apalagi bibirnya yang kemerahan. Perasaan membuatnya berlaku adil, sebab Paopao masih pemilik hati si cantik ini. Dia hanya memandangi bulu-bulu mata Apo, lalu ke hidungnya yang mancung nan presisi. Telunjuknya sempat meniti ke sana tanpa menempel, tahu-tahu Paopao bangun dan bertatapan dengannya. "Meow," katanya pelan. Sangking samarnya suara itu Apo pun tidak terusik, Mile membelai ubun bayi-nya pertanda saling menyapa.
"Pagi, Sayang."
Dengan riang Paopao menepuk-nepuk pipi Mile sebagai balasan cium. "Meow."
Mile pun tersenyum tipis. Sayang senyum dengan mata bengkak tidak menutupi kesedihan, malahan menular ke Paopao yang mendusel pada lehernya. Sang Alpha kegelian hingga tertawa kencang. Apo pun terbangun dan melepas genggaman. "Ummhh, Daddy." Kedua telinganya bergerak lucu. Dalam hati Mile gemas ingin menepuk, tapi lelaki itu menarik tangannya lagi. "Meowwning ...."
"Pagi juga, Natta."
Apo mengucek-ucek matanya. "Daddy, hari ini kita makan apa?" tanyanya, bangun-bangun perutnya langsung berbunyi.
"Bagaimana kalau mandi dulu? Ajak Paopao?"
"Huh?"
"Paopao belum grooming hampir 2 minggu, Natt. Mau, ya?" kata Mile. "Pakein shampoo karena Daddy belum PD keluar dengan mata begini. Pekan depan baru kuantar cek bulu."
"Meow."
Mile bangun perlahan-lahan. Dia mengajari Apo memakai keran yang hangat, dan itu pertama kalinya Paopao melompat ke bath-up tanpa drama. Dia naik ke pangkuan Apo menunggu airnya penuh, sementara Mile mencontohkan cara pakai moutwash setelah sikat gigi. "Begini, aaa ...."
"Begini?"
"Ya, tapi jangan ditelan," kata Mile, dengan mulut tanpa busa karena odol-nya khusus. "Ludahkan, ludahkan. Sudah saatnya kau paham cara mandi dengan benar."
"Puah, wwfff."
"Bagus, sekarang berkumur."
"Iiii, pahit!" keluh Apo, segera menerima gelas air dari Mile.
"Ha ha ha ha ha, padahal gigimu putih. Apa di langit tidak ada gosok gigi?"
"Um, um." Apo menggeleng pelan. "Kami bahkan tidak mandi. Habis makan saja cuma berkeringat dan wangi. Terus besoknya sudah lapar lagi."
"Wah."
Apo baru lepas-lepas baju saat air bath-up-nya separuh. Mile baru kepikiran soal mandinya sebelum bertemu Us. Jadi dia mampir sebentar ke Alfamart untuk membelikan sikat gigi baru. Paopao kini manja dengan membuka mulutnya. Mile menggosok gigi si bayi dengan telaten. Persia oren itu mendongak-dongak. Dia terpejam lucu sebelum menjilati kedua taring atasnya. "Nggr, meow," kata Paopao.
Apo pun terbengong melihat kekasihnya. "Loh, Daddy. Kok odol Paopao ditelan?" bingungnya. "Tapi yang punyaku tidak boleh?"
"Hh, ya memang begitu caranya. Khusus kucing aman untuk dimakan," jelas Mile. "Kalau ini odol gigi manusia. Kau bukan kucing lagi sih separuhnya. Jadi harus dibedakan. Cara bicaramu saja jarang meow-meow lagi, sadar tidak?"
Apo dan Paopao pun berpandangan. Suasana jadi agak canggung, apalagi saat Apo menatap bawah. Penis kecilnya kini tumbuh besar. Beda dengan pas pertama kali berubah. Benda itu bisa dilihat diantara busa sabun, lalu dia memeluk Paopao lebih erat ke perutnya. "Umn, Daddy. Tapi malu." Dia melihat Mile dengan bola mata bergerak gelisah. "A-Aku jadi bayi besarnya Daddy."
Mile pun tergelak kencang. "Ha ha ha ha ha, memang." Dia menepuk ubun Apo serta Paopao. "Kalian berdua kan bayi-bayiku. Ya sudah, lanjutkan. Daddy cuci muka dulu dan bikin sarapan. Kalian pakai handuk yang di pojok, jika selesai langsung menyusul ke bawah."
"Umn."
Apo mengangguk tanpa berani menatap Mile.
"Pakaian barumu kusiapkan di atas ranjang."
Setelah pergi Mile menutup pintunya, sementara Apo menoleh ke Paopao. Paopao sadar pipi kekasihnya memerah, tapi bukan karena dirinya. "Meow, Natta. Jadi mandi?" tanyanya, biar Apo sadar jangan lama-lama di dalam air. Mereka bisa masuk angin, karena semalam sudah tidur tanpa selimut. Apo pun menepuk pipinya yang panas, lalu mengambil botoh shampoo. Usai keramas dia merawat bulu Paopao yang indah, walau karena basah rupanya jadi menyusut.
"Ha ha ha ha ha, Paopao lucuuu ...." kata Apo usai bilasan. "Ih, bulunya jadi lembek karena air. Botak! Ha ha ha ha ha."
Paopao pun marah pada sang kekasih, tapi konteksnya hanya bercanda. Dia mengeong di dalam sana, lalu main tampol dengan Apo. Mereka ciprat menciprat tanpa henti, ekor Apo juga menyusut dalam genangan. Splart! Splart! Splart! Splart! Tanpa sadar bath-up sisa separuh saat Apo tiba-tiba mengeluh sakit.
"Akhh, p-perih ...."
"Meow? Kenapa Natta? Bagian mana yang sakit?" tanya Paopao khawatir. Matanya berkilat karena Apo memeluk ke perut bawah, katanya terasa kram di dalam sana.
"Isssh, panas, Pao. Ngilu ...." keluh Apo, yang membuat Paopao melompat keluar bath-up.
"Ahh! Kalau begitu tunggu, Natta. Aku panggil Daddy dulu! Sebentarrr, saja!"
"Ugh, ugh."
Paopao sempat kesulitan menarik kenop dan terpeleset, tapi dia berusaha lompat hingga berhasil. Kucing itu keluar dengan bulu basah yang mengalirkan air, Mile terkejut saat menggoreng ikan. "MEOOW!! MEOOOW! MEOOWW!"
Daddy! Daddy! Natta, Daddy! Natta tolong sebentar di dalam!
"Huh? Kenapa?"
"MEOOOWW! MEOOOW! MEOOW!"
Ayoooo! Ayooo, cepaaaat!
Mile pun mematikan kompor karena celananya digigit. Dia lantas berlari ke atas demi menemukan Apo yang sudah menangis. "Ahhh! Khh--mnnn!! Daddyy ....! Hiks, sakit ....!" keluhnya langsung merangkul saat digendong
"Apa? Mana yang sakit? Daddy bawa keluar dulu dari sini--"
"Uuuu! Uu! Sakiiiiiiit!" Apo pun meronta sambil mencakari punggung Mile, bahkan taringnya keluar seperti kucing sungguhan. Mile kira dia akan berubah menjadi anabul lagi, tapi ternyata tidak terjadi. Perlahan Apo dibaringkan Mile di ranjang, tubuh telanjangnya yang berair membuat semuanya becek. Namun Mile tidak mau memikirkan itu. Dia dan Paopao menemaninya di sisi, meski Apo mencakari lengannya hingga memerah.
"Natta, Natta! Tolong buka matamu sebentar. Lihat Daddy. Lihat sini--!"
Mile coba mengusapi air mata itu, sementara si empunya menggeliat tak nyaman.
"Meoooow, meoooow! Meeoooww!" raung Paopao yang berputar-putar di sisi bantal sangking bingungnya.
Apo menendang-nendang udara, dia kelimpungan dengan ekor yang mengibas tak tentu arah. Mile semakin bingung memposisikan dirinya sendiri, karena ekor lembut itu mengenainya hingga geli. Beberapa menit kemudian si Persia putih baru mereda. Isak tangis Apo pun menjadi samar, tapi Mile terus memeganginya agar tak berontak sampai terjatuh. "Huks, huks, umm ... huks ...." keluhnya sambil meremas lengan Mile begitu kuat. "Daddy ...."
Mile melotot kala ada cairan mengalir dari liang Apo, apalagi aromanya harum nan manis. Itu jelas-jelas milik Omega yang heat, tapi baru memasuki siklus awalan. Pelir dan penis Apo juga membengkak, mungkin rahim di dalamnya terkejut karena baru pertama sejak berubah.
"Oh, ya Tuhan. Natta! Kau ... kau mungkin harus kupanggilkan dokter dulu--tapi shit--bagaimana jika melihat wujudmu?" Mile berpikir keras seorang diri.
Mau nekad juga takut, karena jaman sekarang momok seperti Apo bisa dijahati seperti puteri duyung dalam film. Mile mungkin imajinatif, tapi rasa curiganya masih lebih besar. Dia pun menatap Paopao prihatin, tapi mau turun ranjang tidak jadi. Bagaimana pun suppressant ada dosisnya, belum lagi punya Alpha dan Omega berbeda. Apo versi manusia berapa tahun saja belum dia ketahui. Terus bagaimana dengan takarannya?! Mile tidak bisa sembarangan beli-beli dari apotik.
"Paopao, tolong jaga Natta sebentar. Aku harus merendahkan suhu AC biar dia tidak kepanasan."
"Meow!"
Mile pun melepas rangkulan Apo secara paksa. Dia mendecih karena remotnya jauh dari meja wardrobe. Setting ruangan langsung diturunkan hingga 16 derajat celcius. Apo pun mulai tenang dan menguarkan aroma harum, secara alami tubuhnya menarik Alpha mana pun untuk diajak bercinta.
"Mnhh, Paopao. Hiks, Paopao ...." isak Apo sambil merogoh liangnya yang gatal. Omega mana pun akan melakukan itu jika ingin kawin, tapi Mile bingung bagaimana cara menolong Apo karena si cantik bukan miliknya. Paopao kini dipeluk Apo ketika mendekat, lalu mereka saling seruduk untuk berciuman. Mile pun terbengong melihat adegan paling tidak manusiawi seumur-umur kehidupannya, dimana lidah Apo dan Paopao saling bergulat meski bibirnya tidak menempel. "Ahhk! Mnnh ... nn."
Itu adalah hasrat kebinatangan yang Mile maklumi, karena tubuh Apo tetaplah separuh kucing. Kondisinya juga birahi hebat. Sampai-sampai Mile hampir nekad menelepon bantuan, tapi jarinya segera tremor. "Tidak, tidak. Jangan dulu. Oh Tuhan ...." gumam Mile mondar-mandir karena ragu. Sebab suppressant memiliki banyak jenis seperti skincare, bila salah langkah Apo justru alergi karena tak cocok. Sangat buruk bila siklus kawinnya di masa depan terganggu. Mile pun keluar karena pusing, tapi Paopao tiba-tiba mengejarnya.
"MEOOOW!! MEOOOOWWWW!!" Mata kucing itu berkaca-kaca saat menghalangi jalan, mereka pun bertatapan sebagai Daddy dan Baby.
"Argh! HEI!" Paopao menggigit celananya meskipun kurang rela. "Apa?! Jangan memaksaku hilang kendali--tolong. Aroma Natta bisa-bisa membuatku gila--!"
"MEOOOOWWWWWW!!" Paopao justru semakin marah. Dia mencakar celana Mile karena tak dipedulikan, mereka menoleh kala Apo muntah darah.
"UHOOOKKKHH!"
Muntahan itu berulang karena memasuki siklus kedua. Tubuh Apo bisa rusak bila tak dipenetrasi lama. Dia pun menangis lagi sambil mencakari bantal. "Hiks, hiks, Pao ...."
"Aku sungguh tak paham maumu. Aku tidak bisa bahasamu, oke? PAOPAO--!"
Paopao terus menarik Mile agar mau berjalan mendekat. Gigi dan taringnya mungkin sudah membohongi kain, Mile ragu tapi si bayi ingin dia menyentuh Natta. "MEOOOWWWW! MEOOOOWW!!"
Bantu, Daddy. Tolong. Aku tidak mau Natta sakit! Kumohon ....
"Astaga, astaga, astaga--iya aku ikut denganmu, hei pelan-pelan ...."
"MEOOWWW! MEOOOOWW!! MEOOOOWWWW!!"
Daddy, selamatkan Natta-ku ....
Meski ragu Mile pun menindih sang Omega, lalu menyibak rambutnya yang lembut. Paopao yang menatap pun ingin menangis juga, tapi terkejut saat Mile ditampar kencang. "TIDAK MAU! Hiks--jangan--!" jerit Apo gelisah. Dia menatap Paopao dengan mata bercucuran, tapi karena bibirnya penuh darah membuat Paopao sakit hati.
"Meoww, Natta. Nanti kamunya malah sakit ...." kata Paopao yang datang ke pelukan Apo. Sang Omega mendekap dengan satu lengan, lalu bicara suatu hal yang Mile tak paham. Dia mencengkram seprai karena Apo terlalu erotis, apalagi telinganya bergerak-gerak. "Daddy baik, jadi aku percaya--ya?" bujuknya.
"Huks, huks, hu hu ...." isak Apo sakit hati. Ketiga makhluk itu pun meredam perih di dalam dada, tapi situasi terlalu kejam untuk mereka. Apo pun mengangguk pada akhirnya, tapi dia mencengkeram bulu-bulu Paopao karena tak ingin ditinggalkan. "D-Di sini saja, Pao--aku takut ...." katanya.
"Meow, aku di sini, Natta."
Mata Mile ikut berair karena dia tak tega, lengannya mendekap Paopao juga saat mencium bibir si Persia putih. Dia menangis bersamaan dengan Apo dan Paopao sendiri.
"Ahhmn--" lenguh Apo yang bibirnya dibungkam lumatan. Dia pun meremas bahu Mile tremor, tapi pipinya merah karena malu. Baru kali ini dia dicium sang Daddy, dan sebetulnya ini ciuman antar bibir pertama untuknya. Lidah mereka bergeliat dengan kunyahan yang hebat. Mungkin justru Apo yang lebih kalap karena tubuhnya bergerak sesuai insting. Dia tidak suka, tapi tak bisa mengontrol. Matanya bingung antara menatap Mile dan melirik Paopao. Dia tersengal-sengal begitu dilepaskan. Segala hal jadi memusingkan. "Ahhh! Mnnnhh. Aahh! Hhh, hh, hh ...." Apo pun membuang muka ke samping.
Nikmat, sebenarnya. Apo belum pernah merasakan syaraf bibirnya dimanjakan seperti itu, telinganya panas, dan debar jantungnya begitu hebat. Dia menatap Paopao yang matanya basah, lalu merintih meminta maaf. "Hiks, hiks, hiks ... Paopao ...." Namun sang kekasih mendusel di telinganya.
"Meow, Natta kuat. Natta hebat," kata Paopao meyakinkan.
Mile pun semakin stress, karena nikmatnya kalah dengan pergolakan batin. Dia benci melihat Apo menggigil karena dirinya, ini seperti dulu dia dipaksa Mama Zelena. Mile pun ingin segera hilang dari sini. Persetan lah dengan urusan Apo! "No, no. Aku tidak bisa melakukan ini. Aku benar-benar minta maaf ...." katanya. "Baby, aku sayang kalian berdua. Aku benar-benar tidak sanggup."
"MEOOOOWW!! HISSSHHH!"
Mile segera turun dari ranjang, tak peduli Paopao mengamuk parah. Dia sekarang adalah Alpha yang bebas. Mile merasa bisa menentukan takdir sendiri dengan mencekik Apo di rahang ke atas.
"AKHHHH--HHKKHH ... AKHHH!" rintih Apo sambil memegangi lengan Mile. Dia dan Mile saling bertatapan lurus. Mile terisak antara tertekan dan menahan sakit
"MEOOOOOWWWW!! HISSHH! GRRR!!"
TIDAK! TIDAK! DADDY JANGAN BUNUH NATTA-KU!
"Aku benar-benar minta maaf ...." desah Mile hingga Apo hilang kesadaran. Apo mulai lunglai di atas bantal. Napasnya hilang, tapi kembang-kempis beberapa saat kemudian. Kondisi itu membuat sang Omega surut di tengah nafsunya. Mile menangis di sebelah Paopao yang menyadari tujuan perlakuannya.
Oh, baguslah. Sedikit banyak Mile bersyukur dilahirkan dalam lingkungan perenang. Dia paham sistem pernapasan atau bagaimana cara menghentikannya sebentar. Mile belajar tentang hal itu untuk latihan dasar berenang, semua demi kuat mengarungi lautan luas dari pulau ke pulau. Dia sempat menyesal tadi belum kepikiran ini, sangking kacaunya isi hatinya dalam waktu bersamaan.
"Meooooww ...."
"Kemari, Baby."
Paopao pun naik ke gendongan Mile karena sama-sama takut. Mile kepada dirinya sendiri, Paopao kepada takdir di depan matanya. Keduanya merangkul hingga dapat kehangatan, lama Paopao mendengar permintaan maaf Mile yang berulang-ulang.
"Maaf ya, Sayang. Daddy tak bermaksud merebutnya."
"Meowww ...."
Mereka masih lengket hingga Mile mengurus tubuh telanjang Apo. Setelahnya kesana kemari untuk mengurus rumah yang berantakan. Mile menghanduki Apo sebelum memindahnya ke sofa panjang. Sang Alpha hati-hati menata pose tidurnya.
"Tunggu sebentar, ya. Lantai harus dipel dan seprainya perlu dicuci dulu. Daddy sisiri kau kalau sudah selesai," kata Mile usai mengeringkan bulu Paopao dengan hairdryer. Si oren pun mengibaskan badannya. Dia di duduk di sebelah Apo, yang sudah dibajui lengkap. Jujur Paopao lega, tapi juga sedih. Dia kesal melihat mondar-mandir sendirian untuk menyelesaikan rumah yang seperti kapal pecah. Belum lagi bath-up ditinggalkan. Kerannya mengalirkan air sejak tadi, lantai pun banjir hingga Mile membolos kuliah. Oh, jangan lupakan ikan yang gosong di atas wajan.
Paopao menoleh ke Apo dan mencium keningnya, dia menasihati sesuatu meski sang kekasih tidak mendengar. "Dengar, Natta. Daddy benar-benar orang yang tepat, aku tahu bagaimana luar dan dalamnya," katanya. "Jika kau cinta orang lain, aku benci. Tapi khusus Daddy aku mengizinkanmu. Bangun ya ...." Puk-puk pipi dua kali, Apo tetap tak bergeming dan semakin pulas. Dia membuat Paopao menghela napas, lalu meringkuk dan menyusul ke alam mimpi.
Usai beres-beres dan mandi, Mile masak menu baru untuk sarapan. Dia berharap Paopao dan Apo belum selapar itu, walau jam sudah menunjukkan pukul 10. Meja makan dipenuhi hidangan yang lengkap, namun entah kenapa batinnya risau. Mile tidak langsung memanggil para bayi-nya, melainkan menghubungi Ta Nannakun. "Kenapa sempat lupa Ayah Natta itu orang kaya," gumamnya. Ta pasti punya dokter pribadi yang dibayar untuk merahasiakan fakta apapun dalam keluarga old money Nakunta, walau Mile kesusahan waktu ditanyai apa alasannya.
[Ta: Dokter? Ada kok Phi, tapi untuk anabul tidak. Soalnya peliharaanku cuma Natta. Aku biasa check-up di luar sambil jalan-jalan]
[Ta: Memang ada apa dengan Natta-ku? Dia sakit? Kok pakai dokter pribadi segala? Dia habis kenapa?]
[Ta: Phi, aku lagi di luar sedang cek lapangan. Cepat balas, atau kepikiran Natta terus]
[Ta: P]
Seorang Ta sampai alay sangking khawatirnya kepada Apo. Dia spam stiker yang tidak pernah Mile bayangkan Ta menyimpan yang begitu-begitu.
[Ta: ....]
[Ta: WOY!]
Mile pun mengetik balasan setelah membulatkan tekad. Persetan jika Ta tidak percaya, yang penting Mile hanya ingin meluruskan fakta, tapi setelah pesan terkirim Ta justru hanya read seolah sedang balas dendam.
[Mile: Bagimu mungkin mendadak, tapi aku yang merawat Apo selama kau pergi tidak begitu. Natta jadi manusia kucing, Ta. Shape-shifter pertama dulu punya telinga, ekor, dan kaki-tangannya bercakar semua, tapi sorenya jadi kucing lagi. Kukira aku mimpi karena hariku buruk, tapi sejak kemarin dia jadi manusia lagi. Kali ini cakarnya sudah menghilang. Tinggal telinga dan ekor. Kulihat-lihat dia menjadi Omega, pagi ini heat, untung tidak terjadi hal-hal seburuk ekspektasiku. Aku tahu ini tidak masuk akal, tapi Natta bilang dia reinkarnasi kucing. Dia bidadara langit yang suka ayam--konyol kan? Dan polah tingkahnya clumsy sekali. Aku paham bagaimana perasaanmu membaca chat ini. Karena awal-awal aku menghadapinya juga begitu. Aku bingung bagaimana mengatakannya padamu, jadi maaf baru cerita sekarang. Jika bukan dirimu, kemana aku sharing hal ini? Dokter anabul/suppressant umum? Aku tidak percaya kepada mereka, oke? Kalau bisa cepat pulang karena Natta bisa heat ketika bangun. Aku tak mau memperkosanya, atau mencekiknya hingga pingsan seperti tadi pagi. Natta tetap saja milikmu--hak asuhnya--maksudku. Kau yang paling berwenang dia harus diapakan agar keluar dari situasi ini]
[Mile: Kau tahu aku tidak bercanda, Ta. Jadi ke sinilah sebelum Natta berubah lagi, dia sedang butuh Ayahnya]
Mile pun nyaris mengantungi ponsel, tapi tiba-tiba ada pesan masuk baru.
[Ta: --mengirimkan nomor kontak Dr. Peter Samuel kepada Anda-]
[Ta: Hubungi saja dia dulu. Kabari terus. Aku pulang sekarang]
Mile tahu Ta bukan sembarangan orang, karena bila serius bisa begini mencekam. Remaja itu langsung menuju bandara, seketika beli tiket dan memarahi bawahan agar segera mengemas barang. Hotel pun ditinggal begitu saja, padahal Ta sudah reservasi hingga jatah pulang ke tanah air. Mile pun menghubungi Dr. Peter, walau tidak bilang detail seperti apa keluhan yang diderita Apo. Mile hanya ingin Apo segera ditolong, biarlah Dr. Peter melihat sendiri situasinya.
"Natta, Paopao, sarapan dulu ayo ...." kata Mile. Dia memindah makanan dari meja menggunakan nampan, sebab Apo bilang tidak kuat bangun.
Melihat itu, Paopao pun kehilangan selera dan menyeruduk paha Mile. "Meoow, meooow," katanya, sambil menggulat kesana-kemari. Paopao tak sanggup makan karena paham perjuangan Daddy-nya sedari pagi. Serudukannya berganti ke piring Mile agar lelaki itu mau makan.
"Iya, iya. Aku makan habis ini. Natta yang sakit harus didahulukan."
"Meooow."
Paopao pun melompat ke pangkuan Mile yang bersila di atas lantai. Dia menunggu Apo selesai disuapi. Kedua matanya selalu ikut pergerakan tangan sang Alpha, menyendok maupun menyuapi dia perhatikan semua. Lapar Paopao tahan hingga Apo sudah kenyang, sang Omega geleng-geleng karena mau tidur lagi.
"Sudah?" tanya Mile.
"Umn."
"Sabar sebentar, dokternya akan kemari. Tidur dulu."
Mile pun menarik selimut Apo ke batas dada, sementara Paopao makan lahap setelah Daddy-nya makan. Sangking terhiburnya Mile, dia pun membuka dua kaleng royal canin tambahan, berhubung dirinya juga begitu lapar.
"Meoww, meoow."
Makasih, Daddy.
"Sama-sama. Anggap ini sarapan dan makan siang sekaligus. Ha ha ha."
Apo tertidur lelap hingga keduanya selesai makan. Tahu-tahu ada suara mobil dari halaman. Paopao pun keluar selagi Mile mencuci piring, dan ternyata itu adalah dokter yang ditunggu sedari tadi. Mile buru-buru membilas cuciannya, lantas bertemu dengan Dr. Peter tanpa melepas apron. "Halo, selamat siang. Saya utusan dari Tuan Ta Nannakun. Apa Anda yang bernama Mile Phakphum?"
"Ya, benar. Selamat siang juga, Pak."
"Tuan Muda ingin aku mengecek anabulnya."
"Oke, silahkan masuk dan lewat sini."
"Terima kasih."
Peter pun dijamu minuman isotonik. Namun dokter itu langsung masuk karena khawatir. Baginya kondisi pasien lebih penting daripada rasa haus. "Eh? Katanya anabul? Kok malah ke teman Anda?"
"Sebentar." Mile membuka selimut yang menutupi Apo, Peter langsung syok karena adanya telinga dan ekor kucing. Dia mundur hingga menabrak meja dengan wajah pucat.
"Apa-apaan yang satu ini? Aku mimpi?"
"Tidak, tidak. Tenang dulu sebentar. Biar kujelaskan situasinya."
Peter pun mengecek kondisi Apo, meski kebingungan. Lalu membuka koper obatnya. Dia punya satu botol suppressant yang cocok untuk Apo, tapi harus pulang untuk mengambil stok lebih. Heat pertama biasanya menggebu-gebu. Apo bisa birahi 12 hari, kecuali ditenangkan dengan seks sesekali. "Baiklah, ini jatah 3 hari. Besok aku kemari lagi untuk menyuplai botol lainnya. Tolong dipantau. Jangan terlewat. Pokoknya 1 hari wajib 3 kali. Pagi, siang, malam. Perut tidak boleh kosong sebelum minum."
"Baik, baik. Terima kasih."
"Satu lagi, Tuan. Karena Anda kebetulan Alpha, jaga-jaga kalau kalian kelepasan. Seks tak masalah, tapi hati-hati kepadanya. Pakai pengaman, ya. Biar tidak kebobolan hamil."
Jantung Mile pun langsung menggila. "A-Apa? Ha ha ... tidak, aku tak bermaksud begitu."
"Ya, ini wanti-wanti saja. Aku sebagai dokter memberikan nasihat," kata Peter. "Apalagi dia masih kecil kan? Hm ... versi kucingnya berapa bulan tadi? Baru 6?" tanyanya ulang.
"Ya, tapi sekarang mungkin 7 atau 8?" kata Mile. "Dia sudah bertemu denganku sejak belum dioper ke rumahnya Ta malahan."
"Oh, berarti sekitar 16-17 tahun," kata Peter. "Kasihan kalau rahimnya ditempeli janin seusia ini. Nanti rapuh. Mending cari aman saja."
Mile pun mengangguk kala ditepuki bahu. Peter pamit dengan bungkukan lembut. Mungkin Apo adalah pasien paling tidak wajar yang pernah dia tangani, tapi pikiran Mile sekarang penuh oleh Paopao si bayi. "Apa kau mendengar barusan?" tanyanya, mereka saling pandang diantara kesunyian. "Tenang saja, aku akan minum suppressant, Baby. U don't need to force ur self. Kapan-kapan aku akan cari pacar, tapi bukan tipuan seperti yang kemarin."
"Meooowww."
Entah apa yang diucapkan Paopao waktu itu, yang pasti dia menemani Mile mengerjakan paper di komputer, sebagai ganti nilai absen tadi pagi
***
Malam harinya, Apo sudah bangun dengan wajah lebih bugar. Dia rembes, tapi kedua matanya cerah. Mile pun memberikan segelas susu yang hangat. "Minum, Natta. Perutnya jangan sampai lapar." Tapi Apo menggeleng pelan. Dia duduk memeluk lututnya sendiri, lalu menatap Mile takut-takut.
Mile tahu Apo pasti trauma kejadian tadi pagi, walau tarafnya masih ringan. Mile merasa bersalah dengan ciuman itu, sampai-sampai dia duduk jauh ujung. Ah, benar. Apo mungkin memandangnya sebagai peleceh, tapi Mile tidak mau membela diri. Dia hanya minum kopi di sebelah Apo. Usai membersihkan virus laptop dia kembali bekerja, marketplace harus diperhatikan agar keuangan stabil.
"Daddy."
"Hm?"
"Paopao ada di mana?" Apo bertanya dengan nada goyang.
"Ow ... Baby tadi jalan-jalan di teras. Biasa lah, mengawasi sekitar, tapi belum tahu kalau sekarang."
"Oh."
"Mau kupanggilkan dia?"
"Mn, mn." Apo menggeleng pelan. "Aku mau bicara sama Daddy juga kok."
"Soal?"
Mile meletakkan gelas kopinya.
"Y-Yang tadi pagi ...."
Pipi Apo memang bersemu tipis.
"Ah, itu ...." desah Mile. "Aku memang melampaui batas. Sorry kalau--"
"No, no. Aku yang harus minta maaf sama Daddy, aku tampar pipi Daddy," sela Apo. "Aku tidak bermaksud begitu ...."
Mile pun meminta maaf juga sudah mencekiknya, suasana tak kunjung membaik. Apo ketar-ketir mau diapakan lagi, tapi agak tenang karena ada 2 botol suppressant di meja. Satu milik Mile, satu miliknya. Mereka sama-sama menelan untuk menjaga diri. Namun karena sudah melihat tubuh satu sama lain agak memalukan.
"Aku cinta sama Paopao, Daddy. Aku sayang ...." kata Apo tiba-tiba. "Tapi dia sering menyuruhku sama Daddy. Aku mau marah, serius. Tapi Daddy sendiri bagaimana? Tidak suka aku sungguhan kan?"
Waktu serasa beku sesaat. "Oh, tenang saja. Aku tidak sampai begitu," kata Mile sambil tersenyum. "Lagipula masih banyak yang harus kutata ulang kok, setelah semester sebelumnya kacau," jawabnya. "Kuliahku butuh perhatian, Natta. Aku hampir lulus S2 dan harus fokus. Tidak bagus cinta-cintaan sekarang."
"Oh."
Itu tak menjawab pertanyaanku.
"So, tenang saja. Aku tetap Daddy-mu seperti dulu. No hard feelings," kata Mile. "Nanti kalau Ayah Ta pulang dan tahu kondisimu, main lah ke sini kalau ada waktu, ha ha ha. Apel sama Paoapao, mungkin? Ajak dia jalan-jalan. By the way Ayah Ta punya sopir kan? Kalian bisa kencan ke banyak tempat."
"Iya."
Mile mengalihkan pandangannya ke meja. "Jadi, susunya mau diminum atau tidak?" tanyanya. "Di situ ada suppressant anti-gen minor. Kata Dokter Peter aman diminum setelah susu. Tapi kumasakkan menu lain kalau tak selera, bagaimana? Ayam goreng mau?"
"Mau ...."
"Tapi tinggal sayap dan paha," kata Mile. "Besok baru belanja lagi biar punya stok."
"Umn."
"Sebentar, ya."
Apo pun menatap punggung Mile pergi, lalu turun dengan kibasan ekor untuk mencari kekasihnya. Dia memakai celana pendek karena siang tadi panas, malu juga membayangkan Mile yang memakaikan ketika pingsan. Ah, aku sepertinya harus terbiasa. "Paopaoooo! Babyyy!" panggilnya dengan senyum sumeringah. Kedua mata itu cerah karena Paopao menoleh, si Persia oren langsung berlari padanya dari atas rerumputan.
"Meooow, Natta! Sudah banguuuun?" tanya Paopao yang menggulat ke sekitar kaki Apo.
"Sudah! Lama sekali ya tidurku? Hihi! Sini!" Kedua tangan Apo merentang, lalu duduk berlutut di atas keset. Mereka pun berciuman panas seperti tadi pagi, meski memang hanya bergulat lidah. "Mnh." Apo tertawa usai melepaskan diri, lalu jalan-jalan di kebun belakang. Paopao mengajak Apo menonton kunang-kunang yang indah, padahal kalau siang tampak kotor karena saluran air tetangga. "Wah .... "
"Cantik kan? Kelip-kelipnya seperti Natta," kata Paopao sambil berlari mendekat pada ilalang. "Natta kuning, Natta cerah. Natta kelihatan bagus meskipun sekitarnya gelap."
"Ha ha ha ha ha." Apo pun tertawa kencang. "Mau bagaimana disamakan kunang-kunang, tapi makasih atas pujiannya. Ini bagus ...." Dia ikutan berlutut ke sana. Mereka menikmati pemandangan itu sambil mengobrol, tanpa tahu Mile yang ber-apron baru keluar membawakan nampan bubur ayam. Oh ... sebelahnya juga ada kentucky goreng yang ditabur bumbu. Mile melengkapi pil suppressant dengan botol air minum. Dia bingung karena Apo tak di tempat lagi.
"Oh, mereka sedang bersama ternyata," gumam Mile saat melihat pemandangan kebun. "Sebaiknya kutaruh di sini sana, nanti pasti dimakan sendiri."
Keesokan paginya, sebelum Mile istirahat dari Starbucks ponselnya berdering nyaring. Dia tak bisa mengangkat telepon Ta karena melayani pelanggan yang masih membeludak. Pukul 12 Mile baru ganti shift dengan karyawan lain. "Ya, Ta?" tanyanya me-missed-call.
"Kenapa lama sekali? Aku otw ke rumahnya Phi," kata Ta yang disopiri bawahannya. Dia masih berjas, tapi ingin bertemu Natta. Masu di pangkuannya tampak tidur bais kena jetlag kencang. "Biar kujemput--"
"Dia ada di rumah, tapi aku masih shift bekerja," sela Mile. "Kunci rumahnya kubawa, Ta. Bagaimana kalau nanti malam? Jangan khawatir anabulmu kusediakan jatah makan 3 kali. Dia dijaga Paopao dan mereka tadi nonton film."
"Ya ampun, baiklah Phi," keluh Ta. "Malam ya. Jam berapa?"
"Delapan."
"Oke, noted. Kalau begitu aku istirahat dulu. Baby Shu sepertinya juga sangat lelah."
"Iya."
"Kuharap Natta masih cantik saat aku datang," kata Ta dalam mode dramatis kembali. "Tolong pastikan dia baik-baik saja. Karena Natta adalah cinta pertamaku. Jangan menakut-nakuti oke? Aku bawa oleh-oleh banyak."
Panggilan berakhir begitu saja.
Saat pulang Paopao dan Apo ternyata masak-masakan, tapi dapur berantakan karena tingkah mereka. Kata Apo. "Daddy, halo ... selamat datang. Aku tadi melihat pop corn enak di TV. Mau coba?"
Separuh jagung Apo gosong karena dibakar di nyala kompor. Mile tak bisa marah karena muka inosen sang Omega, ditambah badannya lelah ketika menaruh pizza. "Itu sih namanya jagung bakar, Natta. Pop corn beda lagi karena harus dipereteli dulu terus dipanaskan memakai blueband."
"Huh?"
"Matikan dulu kompormu. Nanti kebakaran," kata Mile. "Ayo Baby Paopao juga kemari. Kita makan malam bersama."
"Meooow."
Apo pun ikut Mile dan Paopao, tapi jagung gosongnya dibawa dengan muka cemberut. Dia susah-susah menusukkan besi ke dalam sana, tapi masih tidak diapresiasi juga. "Masakanku, seburuk itu ya Daddy?" Dia bertanya seolah-olah tanpa dosa.
Mile melirik si jagung malang. "Coba bawa sini sebentar. Taruh di tutupnya pizza."
"Ini, Daddy."
Mile jadi ingat saat persami SMP, dia melakukan ini dengan teman-teman yang sekarang terpisah jarak. Rasanya itu masa yang paling damai, setidaknya Mile bisa menjalani kehidupan normal meski tanpa ibu. "Separuhnya masih tertolong. Sebentar ... kupotong jadi dua dahulu."
"Iya."
Apo pun mengendus pizza yang harum. Bagian daging dia suapkan ke Paopao. Lalu dia menyayang pipi si Persia oren. Mile memotong-motong jagung tadi menjadi kecil, lalu memanggangnya ulang dengan blueband dan saus. Rasanya begitu enak, serius. Apo diberi tisu agar memegangnya tidak comot lagi.
"Ini, sudah. Kalau bisa makannya jangan jatuh-jatuh."
"Oke, Daddy."
Mile kemudian membukakan royal canin untuk Paopao. Si oren pun mendekat dan duduk manis di depan mangkuk. "Meow."
Apo perlahan menggigit jagung dengan mata yang berbinar lembut. "Sial, kenapa jadinya enak sekali ...." batinnya tiba-tiba meliar.
"Mau pizza-nya juga? Ambil saja tak perlu takut. Aku beli porsi besar memang untuk dua orang."
"Ah, boleh? Terima kasih ...."
Ketiganya pun makan bersama hingga Ta Nannakun datang dengan mobil putih. Dia disopiri seseorang berjaskan hitam. Name-tag-nya ada tulisan 'Newyear Kitiwhut' berhiaskan emas. Ah, sopir orang kaya memang sangat beda. "Malam, Phi. Dimana bayi pertamaku?" tanyanya sambil mengangkat kucing dalam gendongan. "Lihat, Dedek Shu tak sabar ingin bertemu."
"Oh, halo juga, Ta. Sebaiknya duduk, kupanggilkan Natta-nya dulu."
"Oke."
Ta pun masuk dan meletakkan Masu di meja. Dia ketar-ketir dengan berita apa yang Mile sampaikan. Jujur chat tadi pagi dia anggap separuh prank. Namun kalau soal Natta, Ta takkan bisa mengabaikan. Di ruang lain Apo pun disuruh Mile mencuci muka, tapi Omega itu gugup karena pemiliknya menjemput. "A-Ayah Ta di sini? Serius, Daddy?"
"Iya, ayo cepat. Jangan membuatnya menunggu lama."
"Tapi, anu ... aku belum mandi sejak tadi pagi. Maksudnya yang terakhir pun belum selesai. Daddy, aku boleh minta baju lagi?" pinta Apo. "Nanti Ayah Ta marah kalau akunya bauk."
Mile pun menghela napas, tapi memaklumi di saat yang sama. Apo terbiasa rias sejak dulu, apalagi perubahannya menjadi Omega. Ta takkan menoleransi hal ini, lalu dia menemuinya dengan camilan ringan. "Maaf ya. Di rumahku cuma seadanya. Aku belum belanja lagi, baru besok."
"Oh, santai saja. Santai saja," kata Ta Nannakun." Phi, tapi Natta-nya di mana?"
"Di dalam, lagi mandi."
"Apa?"
"Bukankah sudah kubilang dia jadi manusia?" kata Mile. "Tolong kalau nanti terkejut cobalah biasa saja. Seumur-umur kutemui siluman kucing pun baru sekarang."
"Meooow ...."
"Eh? Siluman kucing?" batin Masu. "Berarti Natta memang di sini!"
"Apa, Sayang?" tanya Ta sambil membelai si kucing. Masu pun pura-pura tak tahu, dia cukup menyimak apakah obrolan barusan memang terjadi. Tak lama kemudian Apo pun keluar. Si Persia putih tampak menggendong Paopao malu-malu.
"Halo, Ayah Ta ...." sapa Apo.
Ta menoleh mendengar suara itu. Dipandangnya Apo yang tampak berusia sepantarannya. Sang Omega amat manis dengan telinga dan ekor kucing, fakta bahwa buatan mustahil mengibas bagus. Sedetik, dia detik. Ta benar-benar terpana melihat perubahan si bayi. "Halo--ya? Kau Natta?" tanyanya berusaha tenang seperti instruksi Mile.
"Umn, Natta."
Si Persia putih mengangguk pelan. Dalam hati dia memaki karena berdebar terus, namun yang lebih penting kenapa Ta menatapnya begitu? Apo jadi gugup karena aroma dua Alpha di depan matanya tiba-tiba dominan sang Ayah. Ta mungkin tak sadar me-release feromon, pertanda dia tertarik dan mengagumi keindahan sang Omega.
"Coba ke sini sebentar," kata Ta.
"Iya."
Tanpa permisi, Ta pun meraih ubun dan telinga Apo. Membuat si Persia refleks berlutut di depan sofa duduknya. Apo tidak tahu kenapa reaksi tubuhnya begitu, padahal dengan Mile dia menolak keras. Apakah karena tubuh kucingnya terbiasa disentuh sang Ayah? Saat dielus pada dagu Apo bahkan mengeong lagi.
"Meooow, Ayah."
"Kau benar-benar nyata rupanya," kata Ta. Dia menangkap ekor Apo agar berhenti bergerak. Anehnya Apo tak melawanDia benar-benar patuh di bawah Alpha seumurannya ini, padahal biasanya risih. ".... dan tetap cantik, baguslah. Tapi tidak tahu lagi harus bilang apa." Kedua matanya tampak memerah, tapi tak sampai berair. ".... mungkin lebih pada kehilangan, sih. Kalau pun kau menjadi manusia berarti aku takkan bertemu bayiku lagi." (*)
(*) Beberapa tanda kucing benar-benar trust with responsibility, mereka akan patuh pada pemiliknya, dipegang ekornya diam, makan dari tangan pemiliknya, bertatapan lama secara lembut, memeluk pemiliknya, tidak kasar, dan masih banyak lagi.
"Meow, Ayah." Apo menunduk karena rambutnya dielus-elus.
"Astaga, padahal aku sudah membayangkan kau memakai baju baru, bahkan kembaran dengan Baby Shu. Terus kenapa bisa begini?"
"Meooow."
Ta buru-buru mengangkat Masu ke depan Apo. "Dan, soal Shu aku memang mengadopsi adik baru, tapi Natta dia tidak menggantikanmu. Shu justru kubawa pulang untuk menjadi temanmu. Apa kau mau tinggalkan Ayah?" Dia menoleh ke Paopao yang mundur di pangkuan Mile.
"Um, aku tidak bermaksud begitu," kata Apo. Si persia putih menatap satu per satu orang di sekitarnya, bahkan Shu belum berani mengeong. "Aku tetap kucingnya Ayah kok. Nanti aku pulang ikut Ayah."
Ta pun langsung sumeringah. "Benar, ya?" Dia tertawa lega. "Ha ha ha, aku benar-benar panik."
Apo tampak ragu, tapi tetap meminta izin. "Tapi, Yah. Seterusnya aku masih boleh main ke rumah Phi Mile kan?" tanyanya. "Maksudku, Paopao--ugh. Soalnya pacarku ada di sini ...." Dia memainkan jari karena gelisah. "Kalau Ayah memanggil pasti aku pulang."
"Ah ...." desah Ta. Dia betul-betul ingin mengabaikan fakta, tapi tetap Paopao yang mengambil hati Natta-nya sedari awal. Padahal si Persia oren hanya berdiam, tapi kedua matanya tampak mengawasi dengan selidik. "Ya, tapi kalau aku tidak di rumah." Dia jelas-jelas berat mengatakan hal itu. "Hanya saja, jangan main pergi kalau Ayah tidak sibuk. Nanti kubelikan baju-baju baru untukmu." Dia bilang. "Mudah sih, besok kupanggil penjahit untukmu. Stylish Na pasti tahu bagaimana cara sembunyikan telinga ini. Badanmu pun harus diukur dan butuh lemari baru. Coba kulihat lehermu."
Apo mendongak ketika dagunya diangkat. "Ugh ...."
"Kau sepertinya bagus memaki kalung," kata Ta, masih terus mengobservasi karena gaya Apo memang prioritasnya. Stagram kucing takkan pernah tercetus tanpa adanya Apo. Dia juga menyapu telinga untuk merencanakan earpiece di bagian itu. Benar-benar terlalu tanggap.
Mile dan Paopao sampai lupa cara memposisikan diri, karena Apo kini memang teritori Ayah-nya. Mereka hanya memperhatikan bagaimana Ta bicara, mengomel, dan menyentuh bagian mana pun yang dia suka. Membuat Apo semakin clingy, tanpa tahu kenapa dia menanggapi perhatian Ta secara responsif. Satu tangannya diberikan saat Ta meminta, Apo hanya bilang 'mau' waktu ditawari memakai cincin. "Apa karena aku sudah terbiasa didandani?" pikirnya. Namun Apo memang merasa aneh jika tak merawat diri.
"Oke. Mulai besok kau harus memakai skincare, ya," kata Ta. "Muka, rambut, badan, kaki jangan dilewatkan satu pun. Paling penting lip-balm dan sunscreen setiap keluar. Ayah marah kalau kau langsung pergi begitu saja."
"Unng, iya Ayah."
Hari itu Apo pun digandeng pulang sang pemilik, walau pulangnya sedikit murung. Dia baru senyum saat diizini pamitan kepada Paopao. Lalu lari ke si oren yang juga lari padanya.
"Meoooww, Natta! Hati-hati!"
"Iya, ha ha ha. Sampai jumpa ya."
"Grrr, grrr, grrr ... aku sayang sekali ke Natta."
Apo pun mengelus dagu kekasihnya lembut. "Xixixixixi, aku juga." Dia lantas mencium ubun, dadah-dadah, senyum di bibirnya makin lebar ketika menoleh kepada Mile. "Daddy juga, sampai jumpa."
Mile yang berdiri di ambang pintu hanya balas menatap lurus. "Ya."
"Makasih baju-baju dan ayamnya. Terus jagung bakarnya enak. Aku pasti ke sini lagi."
Kelopak mata Mile turun perlahan, senyumnya cukup setipis benang. Dia merelakan Apo karena tertinggal langkah. Mile menyadari effort-nya tak sebanding dengan Ta Nannakun. Sang pemilik benar-benar punya segalanya. Apalah Mile yang hanya melayani sebagaimana umumnya babu pengganti. Belum lagi dibayar dan jajan Apo tetap dari Ta. Sang Alpha remaja pun bisa memberikan perhatian lebih, dia bahkan rela menyeberang negara untuk sang Natta.
"Kau memang pantas mendapat cinta dari semua orang, Natta. Aku lah yang keliru karena iri padamu," batin Mile, saat Apo dibukakan pintu mobil oleh Ta. "Kau benar-benar istimewa."
Saat mobil Ta belok ke persimpangan jalan, Apo diajak bertukar pikiran soal desain kamar tidur baru si kucing. Apo mustahil istirahat di kasur bulatnya lagi, dan mainannya mungkin diwarisi Masu. Mulai dari pohon kucing, rumah kucing, makanan, baju-baju, perhiasan, dan lain-lain. Apo diminta memilih semua perabotannya sendiri melalaui iPad, sementara Masu dipangku di atas paha.
"Kau juga, Baby Shu. Aku akan membuat bulumu makin mengembang," kata Ta sambil membuka ponsel di depan Masu. "Coba kau lihat layarnya? Ini, ada vitamin khusus untukmu. Siap-siap gemuk ya kau di tanganku. Aku akan menyulapmu jadi model baru untuk meneruskan Natta."
"Meooooww ...."
Tidak mau, Ayah.
Masu pun men-tap-tap layar ponselnya Ta. Namun paw-nya disingkirkan agar bisa memilih. Harganya tak main-main, 3 botol suplainya seharga motor. Masu sempat berontak tapi dijewer. Dia diomeli Ta agar diam dan menurut didandani seperti Apo.
"Ehh, tenang ya. Contoh kakakmu yang pintar itu," kata Ta. "Cantik bisa hilang kalau tidak terawat, aku mengira-ngira penampilanmu bisa lebih bagus dari ini."
"Meoooow."
Ugh, tidak mau.
"Ssssh, jangan buat Ayah menjewermu lagi," tutur Ta. "Anak gadis harus lebih jelita, paham? Natta jantan jadi wajar agak sulit di-booster."
Inner Masu pun menangis mendengar kata 'gadis' dari mulut sang Ayah, tapi memang itulah kenyatannya. Menurut keterangan dia belum pernah kawin sama sekali, sang pemilik sebelumnya juga bilang dia berusia 8 bulan. Depan belakang dengan Apo lah--ya ampun. Masu jadi ingin mengobrol dengan sahabatnya lebih leluasa, tapi kapan sih mobil ini sampai ke rumah?! Masu tersiksa dengan topik salon kucing dan lain-lain.
"Oh, iya. Natta, sudah belum?"
"Huh? Iya, Ayah?"
Mereka saling bertatapan lewat spion depan.
"Desainnya, apa ada yang sudah kau pilih?" tanya Ta memperjelas. "Jangan lama-lama lho. Biar besok langsung kuurus. Kau harus nyaman di kamar yang baru."
"Iya, umn ... ini."
Apo mengulurkan iPad Ta kembali.
"Coba lihat."
"...."
Ta pun tersenyum melihat pilihan Apo. Sang Omega ternyata suka yang cerah. Di memuji, "Bagus, walau jadinya nanti tak sama persis." Karena dia ingin menambah beberapa dekorasi alam. Seperti pohon sintetis, mungkin? Apo pasti lucu bila berbaring di sana, walau malam ini harus terima di kamar tamu biasa.
"Nah, Shu. Besok Ayah juga belikan kasur untukmu. Sabar ya," kata Ta sambil meletakkan Masu di kasur kucing. "Sekarang pakai punya Kakak dulu, yang nyenyak. Aku mau lembur kerja dan mengerjakan PR. Jangan berisik." Dia lantas mencium kening si bayi, walau batrei Masu masih penuh dan belum mengantuk. "Apalagi kau, Natta. Jangan tidur terlalu larut."
Apo pun mundur saat didekati, dia terkejut. Namun tidak bilang apapun saat keningnya dicium juga.
"Selamat malam ...."
Ta langsung berlalu dengan langkah gontainya, punggung seorang pewaris itu baru tampak saat matanya lurus ke depan.
Bersambung ....