KITTY PO 29

Seperti anemia dadakan, rasanya masuk kantor agak mengejutkan bagi Mile.

Cuti 17 hari memang terlalu lama, dia sampai bingung suasana kerja sesaat. Sisi bagusnya Mile bersyukur sang ayah kuat menggantikan hingga dirinya pulang. Mile tahu beberapa karyawan menatapnya penasaran. Mereka cengar-cengir karena membayangkan kehidupan seksualnya.

"Pagi, Pak Presdir."

"Selamat pagi, Pak."

"Selamat datang kembali."

"Halo, Pak."

Mile hanya mengangguk kepada mereka. Dia duduk sambil menahan encok di pinggang. Percayalah perjalanan dan renik-reniknya lebih melelahkan daripada permainan ranjang. Apalagi Apo kadang kesusahan jalan. Mile harus menggendong punggung istrinya seperti dulu, tapi usia 17 tahun tidak sama dengan 15 tahun.

Dulu Apo masih sangat ringan, serius. Usut punya usut bobot Apo naik 7 kilo. Yang semula 39 menjadi 46. Masih kurus, sih ... sebenarnya. Tapi Mile sendiri semakin tua. Dia rasa harus mulai intens nge-gym lagi agar tidak mudah capek.

[Apo: Phi Mile, sudah sampai kantor belum?]

[Apo: Kalau sudah, aku mau kasih lihat hasil belajar memasak hari ini]

[Apo: Jangan tertawa, ya. Ini enak lho]

[Apo: Enak untuk yang lidahnya mati rasa]

.... oke?

Judul: Telur Dadar Neraka

Judul: Roti Keju Pendosa (?)

Judul: Ceker Kerak Batu Bara?

Mile Phakphum pun langsung tertawa kencang. Mood-nya membaik, padahal sempat tidak nyaman dengan tatapan para pegawai. Dia bahkan belum duduk dan sudah memijit kening.

[Apo: Phi, yang terakhir cuma kutinggal pipis sebentar kok berapa menit sih, pipis? Tadi juga baru kumasukkan ke dalam minyak kok. I swear. Aku juga kaget dengan hasilnya]

[Apo: Phi Mile mau mencoba salah satunya tidak? Yang roti masih terselamatkan kok (pinggirnya) Maksudku, biar semangat belajar lagi, Phi. Kalau minta Pappy sama Mommy review aku tidak bisa tega]

[Apo: Ya, Phi ya .... Nanti kuminta sopir Newyear mengantarkannya]

Mile Phakphum serasa nostalgia ke masa Apo PAP nilai ujian di bawah KKM. Si manis pernah dapat Matematika 50 dan Fisika 45, tapi lihat? Apo Nattawin berakhir juara 1. Mile takkan keberatan mengawal istrinya jadi ahli memasak. Dia pun segera mengetik balasan.

[Phi Mile: Iya, Sayang. Kirim saja. Nanti kumakan pas makan siang. Janji PAP. Biar kau tahu sungguhan kucoba]

Balasan Apo secepat kilat.

[Apo: Thank you ....]

[Apo: Habis ini aku mau bikin minumannya >⁠.⁠< ]

[Apo: Tidak sabaarrrr!]

[Apo: Phi Mile harus coba juga! ^⁠_⁠^]

Apo senyum-senyum bahkan saat Mile baru mengetik.

[Phi Mile: Oke, Sayang. Ditunggu]

[Phi Mile: ....]

Di seberang sana Apo memakai apronnya lagi. Kali ini ada pelayan menemaninya karena sudah ketahuan beraksi di dapur. Apo tak mau ditahan untuk berkreasi. Dia kesana-kemari sendiri demi menaikkan prestasi memasak.

"Tuan Nattawin, tolong jangan pakai kursi. Kami ambilkan kalau tidak sampai."

"Diam."

Apo tetap naik-naik untuk mengambil shaker sendiri. Remaja itu meraih dua untuk jenis minuman berbeda. Dia memasukkan kopi untuk Mile dan teh susu untuknya.

"Sebentar, Tuan. Caranya bukan begitu."

Baru menuang susu saja Apo sudah emosi, si manis pun mundur satu langkah. "Terus, bagaimana?" tanyanya.

Seorang pelayan membenarkan step-step sebelum menutup shaker. Dia merapatkan tutup agar tak tumpah, baru menyerahkannya ke Apo.

"Begini."

"Oh ...."

Meski sebal, Apo tetap menerimanya.

"Coba Anda ulangi untuk shaker satunya yang lagi. Pasti bisa," kata pelayan lain. "Mudah kok, Tuan. Tinggal kocok, kocok, kocok--"

"Aku tahu ...."

Entah kenapa Apo sensi sekali hari ini.

"...."

"...."

"...."

".... kalau soal mengocok aku sekarang sudah mulai pandai," kata Apo demi meredakan keheningan.

Para pelayan pun saling pandang. Mereka bingung, tapi ada yang senyum-senyum.

Apo masa bodoh karena dia masuk ke mode serius. Wajahnya tampak fokus, meski yang dilakukan hanyalah membuat minum. Apo rasa dia cepat belajar kalau soal ini, beda dengan masak karena hasilnya tak terlalu buruk di lidah.

"Aww, enak." Apo nyengir dan tampak bangga sekali. "Hm, Pappy sama Mommy harus kubuatkan juga kalau pulang. Tapi mereka suka apa sih? Tahu tidak?" tanyanya kepada para pelayan. "Pappy lebih suka kopi atau teh?"

Salah satunya menjawab. "Anu, Tuan Natta. Beliau suka kopi manis, tapi Nyonya suka dengan kopi pahit."

"Wah? Iyakah?"

"Iya."

"Kok rasanya ada yang aneh ...." gumam Apo. "Yakin barusan tidak terbalik?"

Pelayan itu menggeleng pelan. "Tidak, Tuan. Memang begitu adanya."

"Oke ...." jawab Apo pada akhirnya. Si manis pun memasukkan kopi Mile ke sebuah botol kecil. Roti Pendosa juga dia tata rapi ke sebuah wadah bekal. Newyear sampai curiga karena ada bau gosong, tapi sopir itu tak berani bertanya detail.

"Ini yang harus saya kirim ke beliau, Tuan Natta?" tanya Newyear saat menerima bawaan.

"Iya, buat Phi Mile."

"Baik."

"Jangan lupa bilang 'sampai jumpa' juga," pesan Apo. "Phi Mile kutunggu di rumah."

"Hm, iya, Tuan."

Jujur Newyear kewalahan dengan aura pengantin baru sang majikan. Namun dia tetap berusaha. Apa susahnya mengikuti instruksi, kan? Lebib heran lagi Mile betul-betul memakannya. Pukul 1 siang lelaki itu memotong rapi bagian gosong agar terpisah dari bagian yang putih. Mile tampak menusuknya dengan garpu untuk dinikmati. Ekspresinya enjoy saja ketika mengunyah. "Bagaimana, Tuan?" tanyanya sambil nyengir-nyengir. "Enak tidak? Saya hanya penasaran."

Mile Phakphum pun tersenyum meski terbatuk. "Uhuk, uhuk. Ehem ... ya, begitulah. Pahit," katanya. "Tapi ini kan masakan istriku. Dia sudah berusaha. Koki mana pun tetap lebih kuhargai dia." Mile lantas memotret roti itu secara aestetik. Lengkap bekas gigitan di pojok agar si manis senang.

[Apo: Uwu]

[Apo: Thank you sudah dimakan. Lain kali pasti lebih baik. Nyenyenyenye]

[Phi Mile: Sip ]

Tiba-tiba Apo mengirimkan sebuah foto.

[Apo: Ih, pengen tapi malas keluar]

[Apo: Tadi anak BT ada yang kirim ini ke GC, Phi. Rese deh ....]

[Apo: Phi nanti pulang jam berapa? Mau belok ke Mixue tidak? Minta belikan]

[Apo: Benar-benar-dalam-mode-ingin MIXUUUUEEEEEEEEEEEEE ]

Kalau soal ini, Mile rasa tidak perlu menunggu dirinya pulang. Dia langsung menyuruh Newyear untuk membelikan Mixue Apo, si sopir auto pulang sambil membawa botol dan bekal isi roti yang gosong. Roti itu tinggal separuh, tapi Apo tetap senyum. Dia suka cita membawa mixue-nya ke dalam rumah.

"Mixue, mixue, mixue, mixue ... PAP Papa sana Mama ahhh ...." gumam Apo penuh semangat. "Harus dipamerin dulu sebelum dihap-hap."

Apo memang suka begitu hanya dengan orang yang terdekat, dan karena dia paling kecil selalu dimanja mereka.

[Papa: Enak, Sayang? Lagi jajan, ya? Dimana?]

[Apo: Di rumah saja kok, Papa. Tadi lagi latihan memasak]

[Mama: Oh, ya? Terus bagaimana masakanmu?]

[Apo: Ya, begitulah, Ma. Indah dan pahit karena gosong. Tapi Phi Mile makan kok. Baik, kan?]

[Apo: Aku juga dibelikan ini ....]

[Apo: Papa sama Mama mau tidak? Nanti biar Phi Mile kuminta belikan juga]

Man dan May pun kompak menolak. Mereka beralasan belum ingin es krim, padahal sebenernya tidak mau mengganggu sang menanti. Kasihan, pikir mereka. Direpoti Apo pasti makin sibuk. Lebih hectic lagi kalau direpoti mereka.

[Man: Tidak usah, Sayang. Makan sendiri saja biar kenyang]

[May: True. Oh, iya ... Mama ada urusan habis ini. Kau baik-baik ya di rumah. Meski Pappy, Mommy, dan Phi Mile belum pulang tetap jangan nakal-nakal. Tunggu mereka, atau pamit dulu ketika keluar]

[Apo: Siap, Ma. Makasih reminder-nya]

[Apo: Padahal aku lagi mager]

Apo pun menon-aktifkan ponsel karena malas ber-sosmed dadakan. Bodoamat dia hanya ingin menikmati mixue. Minuman itu dia sedot cepat karena cream-nya melimpah. Lidah si manis ternyata cocok dengan rasanya. "Hmm, yummy ...." gumamnya sambil berkeliling rumah. Dia mencari perpustakaan karena ingin membaca buku. Setidaknya itu lebih baik daripada menganggur.

"Halo, Tuan Natta ... lagi apa?" tanya para pelayan yang ternyata sedang menyulaki buku. Mereka menata ulang isi rak satu per satu, padahal di mata Apo ruangan ini bersih sekali.

"Umn, cuma jalan-jalan kok. Abaikan aku di sini ...." kata Apo sambil mengibaskan tangan. Entah kenapa dia tak ingin diganggu, entah kenapa dia hanya ingin dibiarkan. Apo pun memgambil beberapa buku untuk dibaca, tapi dia tidak pernah betulan menyisir. Apo terus gonta-ganti dan begitu mudah bosan. Ujung-ujungnya dia kembalikan satu per satu.

"Tidak perlu, Tuan Natta. Tinggalkan saja, biar kami yang bereskan."

"Eh? Tapi aku sudah biasa sendiri."

"Nanti kami bisa dimarahi Tuan Mile."

Apa memang sebegitunya? Pikir Apo. Dia jadi ingat di dapur tadi sempat tempur dengan pelayan. Itu menjengkelkan, tapi Apo mungkin harus terbiasa mulai sekarang.

"Mfffff---ugh ...." keluh Apo tiba-tiba. Mixue yang dia sedot rasanya ingin naik kembali ke kerongkongan, perutnya serasa berputar hebat, padahal tadi baik-baik saja.

"Eh? Tuan Natta, apa Anda baik-baik saja?"

Beberapa pelayan langsung mendekat.

"Tuan Natta, apakah Anda butuh bantuan?"

"Tuan?"

"Tuan Natta?"

Berisik!

Apo ingin berteriak, tapi mualnya makin menjadi. Dia pun membekap mulut lebih kuat karena sekarang cairan perutnya mendobrak keluar. "Ugfffff ... Mama, pusing ...." rintihnya. "Mama, aku rasanya---hooooeeeekkkk!!!"

Splarrtt!

Seketika pelayan-pelayan pun terhenyak melihat muntahan itu, hanya sedetik sebelum kepanikan terjadi diantara mereka.

"Telepon Newyear! Telepon Newyear! Cepat! Cari bantuan padanya!"

"Baik!"

"Tuan Natta, bisa Anda menahannya sebentar? Saya akan cari--"

"Hooekk!"

Terlambat.

Sebuah buku di pangkuan Apo sudah terciprat. Kotornya muntahan itu seperti cairan balita yang masih menyusu. "Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" pikirnya dengan pandangan mulai berkunang-kunang. "Mama aku ingin tidur ...."

Brugh! Apo pun limbung di pelukan seorang pelayan. Tubuh kurusnya baru dibopong Newyear sekitar 2 menit kemudian. "Sudah, sudah. Biar kutangani mulai dari sini. Kalian pergi."

"Baik."

"Bilang ke Tuan Mile kita menuju RS sekarang ....."

Bersambung ....