KITTY PO 31

Seperti kata Dokter Sprite, sebenarnya tidak banyak perbedaan rutinitas bagi Apo sebelum hamil, atau setelahnya. Si manis bisa beraktivitas seperti biasa toh tidak memiliki pekerjaan khusus. Sebagaimana janji, dia jadi ibu rumah tangga hingga beberapa tahun lagi. Namun para pelayan lebih aware jika Apo ingin mengangkat benda-benda berat. Mereka selalu mengawasi si manis setiap saat, bila butuh bantuan sigap ada di sisi. "Aku mau pohon kucingnya ada di situ, lebih ke kiri," kata Apo. "Snowwy biar melihat pemandangan kolam juga. Bagus kan?"

Dua orang pelayan langsung mendekat. "Iya Tuan. Kasur kucingnya biar kami pindahkan dulu."

"Oke."

Hari ini Apo sibuk mendekorasi kamar baru untuk Snowwy, bila sudah dia berencana belajar memasak lagi. Di luar ekspetasi, ternyata proses itu agak lama. Dari jam sarapan hingga pukul 10 belum selesai juga. Mungkin karena Apo ingin mengganti banyak hal di sana. Ada mainan digantung, karpetnya diganti baru, tempat cakar-cakar ada sendiri, litter box, menata stok makanan pada lemari, penempatan catnip, lalu Apo memasukkan banyak foto bulan madu ke figura berbagai ukuran.

"Aku tidak mau dibantu, temani saja," kata Apo. "Kalian malah mengganggu." Bibirnya nyumik-nyumik jika mulai merasa sensitif. Remaja itu memang kurang kesibukan. Dia sengaja melakukan sesuatu agar tidak menganggur setiap saat. Usai dengan rumah kucing, dia masih ingin memandikan Snowwy. Dan begitu Snowwy bersih, baru dibiarkan tidur.

"Ini buku resepnya, Tuan. Anda kemarin minta carikan di perpus, bukan?" tanya seorang pelayan.

"Ow, sudah dapat?"

"Sudah, silahkan."

Apo pun meninggalkan rumah kucing untuk menilik bukunya. Pada halaman pertama sudah ada doktrin, bahwa: "Anda tidak boleh menyalakan api kencang kecuali memasak air. Itu adalah teknik dasar memasak. Bila Anda lupa memasak bukan hanya soal enak, tapi safety dan kebersihan juga sangat penting. Pakai glove, apron, dan timer untuk pemula. Jangan tinggalkan api bila masih menyala." itu pun membuatnya mengangguk-angguk.

Untung semalam Apo sudah melakukan hal penting, sambil pillow talk dia wawancara bebas dengan sang suami. Tentang apa saja makanan favorit Mile Phakphum, minumannya. Apo rasa dia harus belajar lebih terarah, bukannya main masak sembarang menu sesuka hatinya.

"Itu buat apa, Sayang?" tanya Mile yang sudah siap-siap utnuk tidur. Pukul 11 malam lelaki itu baru pulang kerja, maunya langsung mendusel ke Apo, tapi si manis malah mengambil notebook.

"Mau catat-catat kesukaan Phi Mile?" kata Apo. Si manis bersedia dipeluk, tapi tidak sambil baring. Dia membuat Mile terjaga sejam lagi untuk menemani berkreasi. "Besok aku mau belajar lagi. Pokoknya tidak boleh gosong!"

"Oke? Padahal jika ditanya favorit sebenarnya terserah."

"Tapi Phi Mile pasti punya selera lebih ... iya kan?" tanya Apo. "Misal pedas, manis, asin, gurih. Atau lebih ke daging, seafood, dan sayuran apa ...."

"Hmm, ada memang."

"Nah."

Mile pun menyimak tiap baris sang sang istri mencatat. Dia mendikte satu per satu, sampai notebook itu penuh tujuh lembar. Mile mengantuk, tapi dia tahu Apo antusias. Luar biasanya si manis juga menulis tanggal dia belajar menu tertentu.

"Jadi besok mau bikin Tom Yum?"

"Iya, Phi."

"Kalau boleh request udangnya isi yang banyak. Aku suka udang."

"Noted."

"Kalau begitu Phi belikan food box lebih safety dulu ya besok. Biar sup pun bisa dimasukkan tanpa khawatir tumpah. Sementara hasil masakannya taruh di food court saja, nanti Phi makan kalau sudah pulang."

Apo pun senyum-senyum sambil bilang, "Thankiess!" Tidak lupa mengesun pipi Mile Phakphum. Dengan gerakan cepat dia lalu menulis apa saja yang penting. Ada balok-balok juga untuk mendeteksi keberhasilan. "Untuk review-nya ada di sini, ya Phi. Kalau masih gagal aku tandai dengan X, tapi kalau enak aku tandai dengan O."

"Good," puji Mile sambil mengelus ubun Apo lembut. Dia kira kehidupan setelah menikah akan sangat membosankan, kecuali seks dengan si manis setiap bernafsu. Namun Apo memberikan banyak tugas random, jujur itu sangat menghibur Mile walau perjalanan ini tidak mulus. Lelaki itu boleh senyum ketika melihat Apo meringkuk di sofa sambil selimutan, tapi usai mencicipi Tom Yum di meja dia terbatuk. "Uhuk! Uhuk! Astaga, uhuk! Uhuk! Terlalu pedas dan asin ...." keluhnya. Langsung membuat Apo terbangun.

"Ung, Phi Mile apa sudah pulang?" tanya Apo sambil mengucek matanya. "Aku tunggu kok lama sekali. Katanya cuma sampai jam 10 ...."

"Ow, ya ampun. Iya tadi sempat macet, Sayang. Aku menyetir, tapi harus pelan-pelan. Di luar hujan deras, dan mobilnya harus maju karena arusnya tidak berhenti. Kau tahu kan? Kami semua seperti merangkak."

"Tapi Phi Mile kan bisa telepon ...."

Mile pun minum air dulu untuk meredakan tenggorokan. "Memang kau menjawab telepon Phi?"

"Huh?"

"Coba cek ponselmu dulu. Phi tidak direspon hingga 5 kali."

"Eh?"

Apo pun buru-buru mencari gadget-nya. Dia meraba benda itu di antara selimut, dan ternyata diduduki bokong bulatnya. Ponsel malang itu pun jadi hangat. Lalu Apo nyengir-nyengir karena memang ada panggilan tidak terjawab.

"He he ...."

Sang suami langsung geleng-geleng saja. Dia penasaran apa Apo sudah mencoba masakannya sendiri, tapi Apo bilang itu sudah Tom Yum yang ke-4. Mangkuk sebelumnya dia buang karena rasanya lebih parah lagi, jadi yang di depan Mile hasil yang terbaik hari ini. Mile sendiri tak menyangka hasil pengakuan Apo, hingga dia ditunjukkan foto-foto yang tadi gagal.

"Jadi masih gagal juga, ya Phi?" tanya Apo dengan muka memelas. "Umn, aku benar-benar minta maaf ...."

Tunggu, apa perlu kata maaf kalau sudah yang terbaik? Mile tidak mau menyia-nyiakan ini dan membuat Apo kecewa. Dia bisa beli makan dari luar untuk mengobati lidah, tapi membuang mangkuk ini takkan mengobati perasaan Apo. Mile pun menghela napas panjang, lalu dia membuka jas dulu agar bisa lebih lega. "No, jangan begitu. Bagaimana kalau ambilkan nasi dan wine?" tanyanya.

"Huh? Mau dimakan?"

"Ya."

"Serius, Phi?"

"Karena terlalu asin dan pedas kuahnya kupakai sedikit saja. Biar lidahku tidak terbakar masih bisa minum dulu. But, it's fine. Udangnya masih terselamatkan, kan? Never give up, Phi tunggu versi enaknya."

"Awww, sukaaaaaa!" Apo langsung menabrak rangkul suaminya dari belakang. Remaja itu menciumi muka Mile dan tertawa-tawa. Membuat si empunya tertular rasa bahagia. Namun Apo tak mau Mile menderita sendirian, dia pun ikut makan walau setiap suap pasti saling roasting. "HIYA AMPUN! INI BETUL-BETUL ASIN! HUFFFMM!"

"Ha ha ha, hati-hati mengunyahnya. Ada bom atom di dalam. Nanti meledak, baru menangis karena pedas."

"Ha ha ha ha, apaan sih Phi. Mari kita lihat siapa yang menang? Kalau habis dua mangkuk maka juara 1!"

"Oke, siapa takut?"

"Seriusan, yaaaa!"

"Yang kalah harus menuruti yang menang besok."

"Oke!"

Percaya tak percaya mereka pun balapan mukbang. Mile memakai wine, tapi Apo meredakan diri dengan susu. Sup Tom Yum gagal itu habis di menit ke 7. Sisa tiga suap, Apo sudah tidak sanggup. "Mmm, kenyaaaaaaaang!" serunya, nyaris menangis. Apo boleh hamil, tapi perutnya rata karena belum sebulan. Bedanya malam ini dia seperti busung lapar. Perut itu penuh nasi, sup, dan susu pabrikan. Mile pun tertawa kencang walau dipukuli.

"Hei! Hei! Hei! Siapa juga yang tadi menantang? Ha ha ha ha ha ...."

"Tapi Phi kan bisa mengalah sedikiiit!" protes Apo. "Aku maunya digendong keliling rumah ...." suaranya perlahan menjadi murung, membuat Mile sadar, tapi si manis keburu malu cerita. Dia pun turun dari sofa dan membersihkan meja. Tapi Mile menangkap tangannya.

"Wait, Baby. Tolong jangan pergi dulu," kata Mile. "Kenapa tidak bilang dari tadi?"

"Hmph. Telat."

Mile menangkap ulang tangan Apo lebih kencang.

"Besok pagi mau sungguhan digendong?"

"Tapi aku kalah ...."

Mile pun memutari meja dan meletakkan mangkuk dari tangan kiri Apo. Dia menarik pinggang si manis untuk duduk di pangkuannya, tapi Apo melengos karena terlanjur jengkel. Sial, dia kekanakan sekali! Kenapa sih?! Apo sadar kalau tingkahnya tak etis, tapi pipinya merona juga karena dikejar. Apo suka diminta. Apo suka divalidasi. Apo suka diiyakan, dan ditawari banyak hal--intinya Apo suka dipuja seperti sekarang.

"Ya kalau begitu, cari jalan impas saja. Kau turuti Phi, baru besoknya digendong. Mau punggung atau depan terserah. Apa menurutmu barusan kesepakatan bagus?"

Apo pun bedebar kencang. "How to ...." tanyanya. Wajah mereka bersisian dari samping dan saling menatap. Apo ke mata Mile, tapi Mile fokus ke bibir si manis. Lelaki itu mendekati istrinya untuk mengecup ke sana. Pinggul Apo dia peluk sebelum ciuman dalam terjadi. Rasanya segar setelah seharian bekerja begini, kehangatan bibir Apo dia sesap dengan rasa kuah asin yang tersisa. "Mnnghh, nnn," keluh Apo sambil memainkan ujung bajunya sendiri. Dia selalu gugup bila disentuh begini, tapi Mile kadang usil untuk menangkap jemari dia.

Mile suka mengelus keringat dingin di sana, sambil terus melahap dia tidak membiarkan Apo lari. Terkadang menggesek ringan, atau terkadang menekan dengan kelembutan. Mungkin bagi pasangan lain itu bukanlah hal seksi. Tapi Mile dan Apo menikmatinya seperti persetubuhan yang sebenarnya.

Di sana geli, serius. Padahal harusnya telapak tangan tidak sensitif, tapi Apo merasakan aliran hangat dari jari Mile naik ke dadanya. Apo terpaku dan terlena. Dia membuka mulut untuk menyerahkan sesi pergulatan lidah. Bibir mungil itu dimasuki Mile dalam ciuman tidak berjeda.

"Hmmh," geram Mile.

Si manis membuka matanya lebar-lebar untuk melihat ekspresi suaminya saat ini. Dia penasaran apakah hari Mile berakhir baik, karena kesibukan dan meladeninya jelas menghabiskan tenaga. Apo bisa merasakan kulit Mile beku karena suhu di luar sana, tapi Apo tidak pernah tahu tadi hujan karena tidur. Kini tinggal angin yang berdesau dengan ributnya. Apo menggenggam jemari Mile balik pada dadanya. Dia lega melihat sang suami tersenyum bukan hanya bibir juga matanya.

"Phi Mile, happy?"

"Hm?"

"Aku ingin memastikan setiap hari Phi Mile happy," kata Apo yang menggelayut manja di leher Mile. Semakin hangat napas Mile menerpa mukanya, dia betah. Entah kenapa si manis suka aroma keringat campur parfum dari jas Mile Phakphum. "Jadi, kalau stress bisa jangan sembunyikan dariku? Nanti aku ajak main di luar."

"Ha ha ha, main?"

"Main."

Apo mengangguk pelan.

"...."

"Phi Mile punya aku sekarang. Aku jago kalau soal bermain."

"Yea, of course." Mile terkekeh pelan. "Kau memang masih usia bermain."

"Nah karena itu ...." tegas Apo. "Aku mungkin tidak paham masalah Phi dari kantor, dan kuperkirakan Phi Mile pasti ada masanya butuh bantuan."

Pintar sekali istriku ini, Batin Mile.

"Lalu?"

Apo mengadu hidungnya dengan sang suami. "Ya paling tidak aku tahu cara Phi Mile senang lagi. Aku bisa kok menghibur Phi Mile dengan berbagai cara. Jadi, Phi jangan khawatir. Someday, apapun yang terjadi akan berlalu. I'm your wifey. Aku akan belajar terus jadi pasangan yang baik."

Kekehan Mile semakin menjadi. Bahu lelaki itu bergetar-getar, tidak tahan lagi dengan kegemasan remaja ini. "... hh, hhh, hhh."

"Ih, Phi Mile. Serius ....." protes Apo. "Aku akan jadi juara 1 diantara istri paling idaman. The Most Lovely Wifey. Phi Mile takkan menyesal menikahiku. Umn, paling tidak masakanku hari ini tidak gosong."

"Ya, ya, ya. Plis, Apo. Jangan buat aku menahan tawa di jam segini. Sakit ...."

Mile memijit keningnya.

".... w-walau panci-nya tetap gosong, sih. Soalnya kupakai merebus sup sampai 4 kali. Maksudku--"

"HA HA HA HA HA HA HA HA HA!"

Mile Phakphum pun tertawa kencang, sampai membuat Apo heran dan terpana-pana. Wajah si manis tampak agak pucat, tetapi perlahan ikut tertawa. Apo rasa, dia tidak boleh absen menyambut Mile mulai sekarang. Apo benar-benar ingin tahu apakah sang suami membawa beban pekerjaannya ke rumah. Namun hari ini tampaknya Mile baik-baik saja.

"Oh, iya. Baru ingat. Safe-box-nya masih di mobil. Habis belanja Phi taruh ke jok belakang langsung."

"Iyakah? Sekarang pasti sudah di garasi dong? Mr. Satpam biasanya gercep mindahinnya."

"Hm, mungkin?"

"Aku ambil!" seru Apo. "Mana kontaknya, Phi! Aku mau lihat rupanya!"

Mile pun merogoh saku jas dan menyerahkannya ke Apo. "Ha ha ha, kenapa semangat sekali? Itu hanya kotak makan."

"It's okay. Itu punyaku biar ahli jadi chef-nya Phi Mile."

"Shit," maki Mile sambil tersenyum. Dia membiarkan Apo pergi ke garasi, jam menunjukkan pukul 12 lebih saat dia mulai mandi. Hmm, segar. Mile takkan keberatan dihibur tiap pulang seperti ini. Segala bebannya serasa terangkat karena si manis menunggu. "Mungkin mulai besok sebaiknya aku tidak hanya membeli barangnya." Dia mematikan shower. "Apo pasti makin senang menemukan pancake atau apa di sana."

Bersambung ....