KITTY PO 32

Sejak saat itu, Mile pun sering membawa pulang jajan atau makanan untuk sang istri. Jika tidak capek, dia pasti menyempatkan diri mampir ke food court terdekat. Jika sangat luang, Mile bahkan menawari Apo menu apa yang spesifik. Ya, walau kadang belinya lebih cepat daripada membuka chat Apo. Yang diminta si manis apa, yang dibawa pulang Mile bisa beda. Namun Apo belum pernah protes sejauh ini. Mungkin karena pulangnya Mile sering larut. Dalam kondisi lelah, Apo pun lebih banyak sisi takutnya kepada sang suami. Dia jarang rewel karena sangat menghormati Mile, meski akhirnya yang dimakan sedikit sekali. Remaja itu memilih segera sikat gigi dan gabung tidur di ranjang. Lucunya adalah Mile masih selalu dengar detak jantungnya yang heboh.

Baik dipeluk memunggungi, apalagi waktu berhadapan ... Apo adalah manifestasi remaja kasmaran karena Mile sering merasakan wajahnya dipandangi setiap malam. Jika terlalu remuk, lelaki itu akan mengabaikan. Namun suatu hari Mile pun tidak tahan lagi. Mile bilang, "Tidur." Namun Apo tetap memelototinya. Romsaithong itu sampai melancarkan ancaman di tengah malam. "Tidur, Sayang. Jika tidak Phi telanjangi kau sekarang juga."

Seketika Apo pun menarik selimut hingga menutupi kepala. Tubuhnya meringkuk mirip kucing kedinginan. "Jangan," katanya. "Belum siap lihat titid gede lagi." Remaja itu mencicit tikus hingga Mile tak tahan tertawa.

Sisi jeleknya adalah Minggu itu Mile sibuk hingga tak bisa melaksanakan janji. Dia bisa skip sarapan karena ada rapat penting, atau pertemuan yang bertumpuk dengan kolega berbeda. Lelaki itu akhirnya meminta maaf ke Apo Nattawin. Dia mengecewakan si manis yang katanya mau digendong keliling rumah.

"It's okay, Phi. Berangkat saja seperti biasa. Paipai. Nanti sup Tom Yum-nya kukirim lagi ke kantor," kata Apo, yang untungnya seorang morning birds dan selalu tahu kapan Mile mengeluarkan mobil dari garasi.

"Ha ha, oke. Yang terakhir sudah enak, tinggal udangnya kurang empuk sedikit. Kau bisa rebus dulu, lalu masukkan ke dalam kuah."

"Umn."

"Dah."

"Dah."

Apo pun mendekat ke jendela mobil untuk memberi ciuman singkat. Jika sempat bisa ke bibir, tapi biasanya cukup ke pipi sekilas saja. Sangking sibuknya Mile bahkan lupa menagih hadiah kemenangannya. Namun Apo tidak bodoh karena tahu rencana Mile.

Oh, mukbang challenge. Harusnya kau tidak pernah ada sekalian, Batin Apo saat menemukan kotak-kotak paper-bag dalam lemari. Malam itu dia pun membongkarnya mumpung Mile masih kantor, dan betapa terkejutnya Apo melihat baju haram betulan di sana.

.... plus bodychain.

Rupanya dua benda itu dilengkapi buku cara memakainya, katanya bisa dipakai bersama-sama atau terpisah. Penasaran membuat Apo celingukan mengecek kondisi sekitar. Si manis pun mengunci kamar sebelum mencoba satu per satu. Pertama Apo membuka baju hingga tubuhnya telanjang total. Dia berdiri di depan cermin setinggi badan untuk melihat potretnya keseluruhan. Meski sendiri entah kenapa Apo malu sekali. Detik demi detik dia lalui dengan memandang pantulan itu. Sebelah lengan menutupi kedua puting. Telapak yang bebas menyembunyikan penisnya. Kaki remaja itu sempat garuk-garuk ke betisnya sendiri, tapi lama kelamaan dia memantabkan diri.

"Phi Mile beli beginian kapan, ya ...." gumam Apo sambil mencoba bodychain terlebih dahulu. Karena bertindik pusar Apo pun makin pantas memakai benda tersebut. Kurva pinggang dan lekukan pinggulnya benar-benar cantik saat dihiasi untaian beads emas. Namun, semakin lama Apo memandang hasilnya di cermin otaknya mengepul. Si manis rasa telanjang bulat masih mendingan daripada menggodai Mile denga ini. "Ih, ih. Apa tidak berlebihan?" katanya. "Aku pakai juga bajunya apa ya biar tertutup sedikit."

Remaja itu pun berputar-putar demi memastikan chain di punggung ikut rapi. Jemarinya sempat meraba bagian paha, tapi Apo merinding sendiri. Hmm, si desainer pasti lebih mesum daripada Mile. Tapi sang suami dapat ide dari mana sih? Internet? Untung Mile belum sempat bilang kepadanya. Apo pasti tersedak api jika tidak siap-siap. Dia bahkan kepikiran memotret diri, tapi selalu menghapus hasilnya.

"Sebentar, harusnya masih bisa disimpan ke brankas terkunci," gumam Apo. Dia pernah melihat fitur tersebut di dalam ponselnya, tapi memang belum pernah memakai karena tidak kepikiran menyembunyikan sesuatu selama ini. Brankas itu biasanya pisah dari galeri utama, letaknya di-setting khusus dengan password sidik jari.

Ah, astaga ... gemetar!

Apo pun meneteskan keringat saat mengulangi mirror selfie-nya. Versi hanya memakai bodychain ada, versi hanya memakai baju haram ada, apalagi versi lengkapnya. Meski berdebar entah kenapa dia semangat. Mungkin karena belum pernah mengagumi fisik sendiri, Apo jadi merasa begitu seksi.

"Oke, tinggal di-cut-paste dari galeri utama," gumam Apo sambil duduk di tepian ranjang. Jemarinya berkeringat karena gugup sekali. Napasnya pun berisik seperti ketahuan mencuri.

Ada beberapa menu di pilihan tindakan ponselnya: atur sebagai wallpaper, buat slide show, buat kolase, salin, potong, edit, pindah, dan bagikan. Sangking gugupnya Apo Nattawin jempolnya malah terpeleset. Yang harusnya pindah malah bagikan via WhatsApp di deretan terdekat.

Terkirim!

"EH! EH! TUNGGU DULU!" jerit Apo tidak karu-karuan. Dengan detak jantung menggila dia pun mengecek nomor si penerima, dan parahnya itu Mile sendiri karena disematkan yang paling atas!

Online, mengetik ....

MATILAH KAU PUTRA NEPTUNUS!

Apo pun meneguk ludah dan terpatung beberapa saat. Tapi sepertinya Mile juga dalam kondisi ingin mengirim chat kepadanya.

[Phi Mile: Apo, Phi ada dinas dadakan besok pagi. Mungkin langsung ke bandara dari kantor. Tidak pulang. Apa tidak apa-apa, Sayang? Soalnya hari ini lembur dan mungkin jam 12 lebih baru selesai]

Pesan itu hanya sedetik.

Apo sempat membacanya sekilas, tapi tiba-tiba hilang. Kini sudah tergantikan oleh tanda yang tidak terduga: pesan ini telah dihapus.

"Hah?"

[Phi Mile: Kau sungguhan memakainya?!]

[Phi Mile: Apo, jawab telepon Phi sekarang juga!]

Terlampau syok membuat Apo melemparkan ponselnya ke ranjang. Dia masih panik dengan kejadian ini hingga bingung melakukan apa. Haruskah Apo bersyukur foto-foto itu tak terkirim ke sembarang orang? Atau merasa tolol dan hilang muka karena Mile pasti kaget sekarang? Astaga, astaga, astaga! Apo pun segera menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari baju sebelumnya. Dia memungut benda itu dari lantai. Lalu menangkupkan ke dada meski tremornya makin menjadi. "Y-Ya, halo, Phi?" jawabnya usai menekan tombol accept serampangan.

Muka Apo semerah tomat dan dadanya naik turun. Si manis tak bisa menerima amarah Mile lebih dari nafsunya tersulut--ssshhh, sang suami bahkan meneleponnya sampai 3 kali barusan!

"Kau sekarang memakainya?" tanya Mile tanpa basa-basi. Apo baru sadar yang terakhir adalah video-call. Tampaklah sang suami yang frustasi di balik meja kerjanya. Ada banyak dokumen di sana, bertumpuk, dan laptop menyala terang.

"Umn, iya ...." gumam Apo. "T-Tapi tadi cuma iseng kok, Phi. Sumpah. Aku lihat di laci lemari waktu mau menata bagian bawah. Terus k-kucoba, m-maunya tadi kusimpan sendiri."

".... for real?"

"A-Aku benar-benar minta maaf ...." rengek Apo dengan suara yang goyang. Bola matanya berkaca-kaca. Antara merasa bersalah, malu ke ujung bumi, atau ketakutan menghadapi situasi ini. "A-Aku tidak bermaksud mengganggu kerjaan Phi Mile, serius. T-Tadi itu sungguhan kepencet, Phi. Aku--"

"Tetap di sana. Jangan dilepas. Phi pulang sebentar lagi."

.... ha?

"EH! P-Phi Mile?!!"

"Tunggu 15 menit saja. Ini baru jam 9. Stay still, Apo. Biar aku berangkat dari rumah nanti."

"Phi--"

Nada terputus sudah terdengar. Apo pun melepaskan ponsel dan terpana diam. Dia hanya duduk lima menit demi menenangkan diri. Jangan bilang ... sang suami ingin bercinta sekarang? T-Tapi bagaimana dengan tugasnya? Pikir Apo. Apa mau dicicil di dalam jet ketika nanti perjalanan? Dia kesulitan mencerna tragedi barusan.

"M-Mungkin aku harus beres-beres dulu," gumam Apo. "M-Mungkin harus sikat gigi sebentar. Ugh, Mama ... aku barusan itu melalukan apa?"

Si manis pun mulai mondar-mandir demi merapikan kamar tidur. Baju berceceran dia masukkan ke mesin cuci, kotak-kotak dalam paper-bag dia tepikan ke pojok ranjang, dan spring bed dia tepuk-tepuk sebisanya. Masih rapi. Bagusnya tadi dia main game di ruang tengah. Bisa makin kelabaian Apo kalau tidak begitu--cklek.

"Apo--"

"P-Phi Mile? Sudah sampai?"

Tepat saat kunci kamar dibuka, Apo justru melihat Mile langsung. Sang suami tampak terengah dengan setelan jas agak berantakan. Wajahnya sangat tertekan, dasinya melonggar. Mile pun segera mendorong Apo ke dalam dan mengunci pintu di balik punggung. Dengan tangan yang bebas dia menarik pinggul si manis agar datang ke dekapannya. Apo pun menubruk ke dadanya sebelum diserbu ciuman kasar.

"Umh--"

Jemari ramping si manis refleks meremas vest Mile Phakphum. Dia berjinjit dan mendongak untuk mengimbangi permainan. Namun hilangnya keseimbangan membuat Mile terhuyung dan punggungnya menabrak pintu. Oh, keras sekali suaranya.

Apo pun terkejut dengan mata terbelalak. Dia bahkan tak sengaja menggigit bibir Mile, tapi sang suami langsung menciumnya lagi. Kasar sekali. Mile seolah tak peduli bibirnya terluka, ada anyir darah diantara bergulatan lidah mereka hingga rasanya menghilang. Pertukaran saliva yang cepat. Rakus. Apo yang kesulitan bertahan hanya bisa melenguh. Pekikan dan jeritannya teredam oleh desahan yang lembut.

"Mhh, mmgh. Ahh--"

Dari bahu-bahu mungil, Mile pun pindah meraba punggung Apo yang dihiasi chain beruntai jatuh. Dia tidak melepaskan pertautan bibir dan terus melumat. Telapak menjelajah dari tonjolan ruas hingga turun meniti tulang belakang. Panas, curam. Apo sempat mendorong Mile karena ingin bernapas leluasa, tapi hanya sedetik menghirup kencang dia kembali diraup obsesif. Si manis pun megap-megap dan coba menarik udara lewat hidungnya. Bokong dan pahanya diremas Mile hingga baju haramnya naik ke panggul.

Belum cukup. Apo terkejut untuk kesekian kali karena bokongnya ditampar, bahkan Mile langsung meremasnya lagi dengan sesuka hatinya. Bagian belahannya dibuka dan dielus jari. Apo pun merintih dengan keringat mengucur deras. Perutnya mengejan, telinganya tergelitik karena gigitan sensual. Sebisa mungkin App mencari kesempatan bernapas sejak bibirnya dilepas, pipi kanannya hanya bersandar ke dada karena tak tahan dengan serangan itu.

"Hhh, hh. Phi--stop. Hhh, mmh, m-maksudku pelan sedikit. A-Aku takkan kemana-mana," bisik Apo yang mencoba tak oleng. Dia terhuyung lagi karena dorongan Mile, kali ini gantian punggungnya yang menabrak beberapa benda. Mulai dari dinding, sofa tunggal, dan vas bunga di sisi pintu--hampir semuanya bergeser dari tempat, walau hanya terserempet keduanya.

Apo pun direbahkan dengan gerakan urgensi, sementara Mile langsung menaiki paha sang istri dengan mata menggelap. Tampaknya dia suka dengan tampilan si manis mungil, mungkin juga tak menyangka Apo memakainya sebelum dia bicara. Sekilas Apo bisa melihat seringai pada bibirnya, tapi Mile lebih fokus untuk melepasi dasi dan jas harumnya.

Lelaki itu menunduk lagi untuk melahap keindahan di depan matanya, rasanya tidak sabar mempertemukan bibir dengan puting pink Apo Nattawin.

"Ahh--nnh," lenguh Apo kala menerima isapan kencang pada dadanya. Lidah panas Mile melewati chain gemerlap yang terhubung hingga ke perut. Dia menatap ke langit-langit dengan tatapan mengabur sesekali. Dada Apo berdegup tak terkendali karena ini juga baru baginya, kalau boleh mengaku malah tak pernah muncul dalam otaknya.

Membuat Mile haus dengan tubuhnya, tak terkontrol. Gemerincing chain ini sesekali mengusik jiwa bangganya. Secara ajaib Apo senang memuaskan fantasi Mile, dia pun meluaskan sentuhan ke pinggang sang suami sebelum dilepas lagi.

"Wait, wait. B-Biar kubantu melepaskannya," kata Apo meski isi kepalanya sudah berantakan sedari tadi.

"Oke."

Mile pun mengecup bagian bahu selagi Apo berupaya duduk untuk melepas kancing-kancing kemejanya. Si manis sering terpeleset saat mencari lubang di baju, jemarinya gemetar karena Mile juga mencari lubang miliknya di bawah sana. Tangan Mile naik ke paha dan sempat menarik celana dalam yang tipis. Tapi tidak langsung meloloskan karena dia ingin menyentuh Apo di balik kain.

Mile kadang juga ingin Apo memohon, sesekali dia suka diminta demi satu cawan ego di dalam dadanya. Lelaki itu memijat dan memilin penis si manis dengan friksi yang intens. Dia buat Apo berdiri tegak dan tersiksa dengan belaian jari.

"Akhh--mmhh, Phi Mile sakit--"

Apo pun terlonjak karena gigitan kencang di leher. Padahal bekas bulan madu baru sembuh kapan hari, malam ini Mile sudah membekasinya lagi. Dia baru terpejam karena kocokan yang nikmat, tapi usaha untuk melepaskan kemeja Mile tak berhenti hingga dia sungguhan berhasil. Benda itu dibiarkan saja di sisi tindihan mereka. Berikutnya Apo mengutak-atik sabuk, walau jemarinya semakin licin. Gerakannya sempat berhenti karena Mile memberikan isapan yang lebih kasar ke puting kiri. Bagian itu digigit dan digerus pelan. Mile membuatnya menjambak celana hingga sang suami sedikit geram. Dia terobsesi membuat Apo menjerit karena ereksinya diremas.

"AKH--ahh--"

Phi Mile kenapa malam ini jahat sekali--

"Benar-benar mau atau tidak?" tanya Mile tiba-tiba. Wajah tampannya begitu dekat. Napasnya menerpa di wajah Apo, si manis pun menatapnya sembari menahan nyeri pada penisnya yang berdenyut-denyut.

"M-Mau ...." kata Apo malu-malu campur takut.

"Coba katakan sekali lagi?"

"M-Mau, Phi. Apo mau ...."

Seringai Mile pun makin lebar karenanya, dia puas hingga melepas cengkeraman barusan. Lalu melumat bibir sang istri membabi buta. Dengan mengira saja Apo sudah merasakan celana Mile bebas. Siap tak siap dia memang harus menyerahkan diri secepat itu. Ya, walau Mile Phakphum harus uring-uringan terlebih dulu. Tunggal Romsaithong itu turun dari ranjang untuk mengambil lubrikan dan kondom terlebih dulu. Namun dia kembali begitu cepat untuk persiapan mereka.

Bukannya apa, Dokter Sprite sudah bilang seks trisemester awal agak berbahaya bagi janin. Maka meski kesal Mile pun tetap melakukan segalanya sesuai prosedur. Dia tidak mau melukai dinding liang Apo separah dulu, atau mani yang mengandung prostaglandin dapat memicu kontraksi dini pada anak mereka.

Usai menuangkan lubrikan Mile pun menarik celana dalam Apo yang sudah basah. Lalu meratakannya ke bagian intim sang istri. Hanya sebentar dan secukupnya. Dia lalu membungkus penis dengan kondom dalam beberapa detik. Sangking fokusnya Mile, Apo bisa melihat bungkus robekan itu masih digigit hingga selesai prosesi. Sang suami baru meludahkannya ke samping sebelum menyatukan mereka berdua.

Apo refleks mengalungkan lengan ke leher Mile sebelum dihentak kencang.

"Ahhh!" jerit Apo karena rasanya langsung ke ujung. Dia membuang muka ke samping dengan saliva mengulir. Sesaknya terasa ke perut dimana janinnya baru segumpal darah.

"It's not hurt, right?" tanya Mile sambil membelai pipi merah sang istri.

"No, nope. A-Aku hanya sedikit terkejut," kata Apo. Dia mengusap sudut bibir yang mulai basah, benar-benar tidak mau ngiler sembarangan meski itu dikarenakan terlalu nikmat. "Tidak apa-apa kalau lebih cepat, Phi--ughmn, t-tapi habis ini aku langsung ditinggal jauh, ya ...."

"Yea, I'm sorry ...." bisik Mile sembari mempercepat gerakan. Dia mengecup kening Apo baru ke seluruh wajahnya. Kalau bisa inginnya tinggal, tapi seks ini saja sebenarnya krusial. "Phi harus ke Inggris besok. Lima hari. Habis itu masih harus ke Aussie. Tiga hari. Aku benar-benar minta maaf ...."

Apo pun mengeratkan pelukannya karena tak rela. Memang enak, tapi saat hasrat seksnya dilambungkan relung hatinya justru merasa sakit. Dia sudah rindu, meski Mile belum pergi dari ranjang mereka. Maunya ikut, tapi nanti pasti mengganggu urusan.

Si manis bahkan meneteskan air mata tanpa bisa ditahan, sedikit banyak dia tak menyesal sudah berulah barusan. Maksud Apo, salah pencet dan lain-lain.

Namun dia cepat-cepat mengusapnya sebelum Mile melihat. Karena Apo ingin sang suami kerja besok dengan beban yang hilang.

"Are you okay? Kalau ada yang tak enak bilang saja pada Phi."

Apo hanya menggeleng pelan. "Tidak, kok ... he he ...."

"Maksudku, baby-nya. Apo--"

"Phi Mile, bisa cium aku lagi?" pinta Apo. Dia menarik rahang Mile agar datang kepadanya. Secara mengejutkan remaja itu bergerak terlebih dahulu.

.... dan masih banyak yang dia lakukan untuk Mile malam itu.

Apo tidak lagi keberatan melepas baju super seksi-nya untuk memperlihatkan keindahan berlebih. Tubuh berhias chain berkilauan itu Apo harap bisa memberikan Mile ingatan yang bagus tentang dirinya.

Suatu alasan ingin cepat bertemu lagi.

Makin bagus kalau Mile mampu bekerja efektif agar bisa pulang awal juga.

"Hrrmhh, Phi Mile ... ahhh, Phi Mile ... hhh ...."

Apo pastikan dia menyebut nama sang suami sebanyak apapun Mile mau, lalu menerima kehangatan yang sebenarnya di ronde keempat. Mile sendiri melepas kondom sebelum persetubuhan itu berakhir. Dia jengkel, tapi setidaknya mani yang tinggal penghabisan takkan mengalir terlalu dalam ke tempat yang harus mereka lindungi.

Sebagai suami, Mile pun menemani Apo beberapa menit selagi istrinya mengatur napas. Tapi dia memang tidak punya waktu lebih hingga si manis tertidur. Mile sudah pamit mandi saat Apo masih lunglai nan lemas. Lelaki itu juga pamit lagi dengan ciuman sebelum pergi.

"Take care, ya. Jaga dirimu dan baby kecilnya."

Suara kecupan penutup Mile mengiris hati si manis.

"Iya, Phi. Hati-hati."

"Dah."

"See you."

Apo pun melambaikan tangan sebisa saja. Semua hal kabur. Dia tidak ingat kapan kesadarannya hilang dan jatuh ke alam mimpi.

Bersambung ....