KITTY PO 49

Setelah seharian meladeni Apo, Mile pun membutuhkan waktu sendiri. Capek juga diplonco sang istri yang sedang marah, dia pun berangkat ke kantor meskipun libur. Mile sengaja mengenakan baju santai karena hanya ingin memilah file, dia perlu berpikir masak-masak sebelum menggelontorkan sejumlah projek. Baik yang baru digarap, masih antri, apalagi baru rencana wacana. Mile memang punya setumpuk hal yang perlu diurus. Dia kalap, tapi target membesarkan bisnis tidak lebih penting dari membesarkan anak dan istri. Bayi-bayi di perut Apo terus bertumbuh, Apo juga. Si manis mulai belajar banyak, bahwa dunia ini tidak seindah ekspektasinya.

Jauh dari orangtua, diberi jarak oleh teman-temannya sendiri, suami yang sering sibuk kerja, dan masih banyak lainnya. Apo memang harus belajar semakin dewasa, Mile tahu. Namun logika lelaki itu macet karena tak rela Apo cepat berubah. Mile lebih suka sang istri berproses apa adanya, tidak dikarbit. Bukan pula karena paksaan dari orang lain. Karena itulah Mile tak masalah diplester banyak usai kena KDRT. Lelaki itu memakai setelan hitam semi kasual untuk mulai healing.

Toh Apo masih tidur juga di rumah. Remaja itu capek usai menyelesaikan 4 ronde yang panjang-panjang. Dia malas melakukan kegiatan bahkan mungkin baru sadar setelah jam makan malam.

"Selamat malam, Pak."

"Halo, Pak."

"Selamat datang, Presdir."

Mile pun membalas semua sapaan itu dengan senyuman. Tanpa menatap dia terus melenggang masuk ke ruang kerja di lantai 32. Tunggal Romsaithong itu membuat Ken kaget, sang manajer sampai nyaris menumpahkan kopi ketika melihat dirinya. "Ah! Ya ampun, Pak. Maaf, tadi tidak lihat Anda. Selamat malam ...." sapanya sambil membekap cangkir.

"Ya, ya. Malam juga," kata Mile sembari duduk di mejanya. "Abaikan aku, dan teruskan saja pekerjaanmu. Aku hanya ingin mengecek beberapa hal di sini."

"Oh ... apakah Anda butuh bantuan?" tawar Ken. "Mungkin jika memang ada--"

"Tidak, tidak. Belum. Nanti kupanggil kalau memang membutuhkanmu. Santai saja."

"Baik."

"Hmm, yang ini mungkin bukan di map yang berwarna merah ...." gumam Mile sambil membuka laci ber-password-nya. 

Ken pun langsung ingin pamit, tapi sebelum pergi dia sempat penasaran sesuatu. Mata manajer itu terlihat bertanya-tanya, Mile melirik. Fokus lelaki itu terdistraksi dari menilik berbagai projek.

"Ada apa?" tanya Mile.

"Eh? Anu ... alis dan bibir Anda kenapa diplester? Habis jatuh ya, Pak? Dapat insiden atau sesuatu? Perasaan kemarin belum ...."

"Oh ...." Mile pun tertawa kecil. "Ini kena cakaran kucing tadi pagi. Dia ngamuk parah," jawabnya membuat Ken makin heran. "Akhir-akhir ini kucingku memang agak sensitif. Suka kasar. Mana masih 1,7 tahun. Mungkin lain kali harus kupotong dulu kukunya sebelum diajak main."

Ken pun mengangguk-angguk. "Begitu ya, Pak. He he ...." cengirnya. "Cuma tidak menyangka kalau Bapak punya kucing seperti Saya. Ajaib juga kalau dipikir."

Mile hanya mengulum senyum tipis. Ken akhirnya pergi usai mendapat jawaban. Tanpa tahu malam itu merupakan sumbu dari kegemparan kantor. Mulai dari pengumuman projek yang sudah dicoret. Bagaimana Mile akan menyelesaikan urusan itu satu per satu. Sebanyak 8 adsens Mile cabut untuk meringankan jadwalnya.

"Mommy benar-benar kaget waktu dapat kabar," kata Nee waktu di rumah. "Tapi Mile, apa itu sudah goal yang serius? Kupikir kau senang dapat banyak jalur menjanjikan."

"Daddy juga," timpal Rom di kursi makan seberang. Mereka bertiga memang menikmati hidangan tanpa si manis. Biarkan remaja itu berkabung mimpi, tanpa tahu urusan orang dewasa. "Padahal tahun ini peluangnya bagus. It's to much. Tapi lebih dari itu kami ingin dengar alasanmu."

"Ya ...." timpal Nee. "Kami khawatir kalau kau ada masalah. Kita kan bisa selesaikan bertiga."

Mile hanya terkekeh-kekeh. "Bukan begitu, Mom, Dad. Aku baik-baik saja," katanya. "Cuma tahun ini bagusnya sering di rumah, aku sepertinya harus memastikan Apo selamat sampai hari kelahiran tiba. Mereka penting."

"Oh, oke."

"Mm."

Nee dan Rom pun mengangguk-angguk. Ya, walau obrolan itu sempat diliputi beberapa perdebatan. Namun Mile bisa meng-handle ekornya, sebab mundur dia bukan karena kalah, tapi tahu kapan harus berhenti di batas limit. Mile rasa, penyesalan rank turun takkan sebanding dengan penyesalan ditinggal Apo Nattawin. Dia takkan melepaskan kesempatan bersama si manis setelah menikahinya beberapa bulan ini.

Mile cinta--kalau kau ingin tahu bahasa versi lebay-nya. Dia bahkan memakai foto pernikahan di wallpaper ponsel. Dalam dada lelaki itu tidak sabar memakai lock-screen foto-foto bayi juga (bukankah screen-saver masa kini bisa menggunakan video bergerak?) Mile tidak sabar menjadi muda kembali, dengan mengikuti trend Young Daddy secara resmi dia akan keluar dari grup komunitas Facebook angkatan 92.

"Sayang, Sayang. Bangun. Ini kan sudah jam 9 malam. Duh, malasnyaaaaaa ...." kata Mile begitu pulang ke rumah. Selama semingguan ini, entah kenapa Apo sering tidur sejak seks mereka yang terakhir. Si manis doyan mengabaikan Mile dan lebih suka hibernasi. Mile pun akhirnya punya rutinitas baru. Dia akan duduk di sisi Apo Nattawin sambil membawa sepiring nasi. Remaja itu masih meringkuk bahkan belum sempat mandi sore tadi. Mile harap Apo tidak sering melewatkan dinner demi kelangsungan hidup 3 nyawa sekaligus.

"Mmhhhh, hmmh ...." gumam Apo yang rambutnya acak-acakan. Si manis menggeliat beberapa kali. Dia baru duduk, tapi matanya masih terpejam. "Ada apa sih Phi, ngantuk tahu. Aku benar-benar mimpi bagus loh tadi, isssh. Jadi berhenti karena Phi Mile."

Mile pun menyodorkan sesendok nasi ke mulut Apo. "Iya nanti lanjut lagi. Aa dulu. Kau boleh tidur, tapi jangan lupa mengunyah suapan dariku, oke?"

"Aaa."

"Pintar ... lebih lebar?" pinta Mile. "Lauknya nanti jatuh kalau cuma seukuran ini."

"Hnnggh, Phi cerewet," kata Apo, tapi tetap saja patug. Remaja itu benar-benar makan sambil tidur. Kesadarannya baru penuh sejak isi piring habis tidak bersisa. "Aku mandi dulu ya ... dah ...." Dia pun menyeret kaki ke kamar mandi. Membuat Mkile melepaskan piring demi menuntunnya sampai tujuan. Ah, takut sekali kalau Apo terpeleset atau sesuatu di dalam sana.

"Sudah loh ya, Phi tinggal," kata Mile sambil menutup pintunya. "Pokoknya hati-hati kalau lantai licin. Cepat tidur lagi."

"Hmm," sahut Apo yang tengah menyikat gigi. Si manis menatap cermin dengan rasa malas yang terus merayap, dia justru meremot speaker di pojokan agar menyetel lagi BTS. "I'm swo siwck of dhis, fwake love, fwake love, fwake love ...." katanya masih sempat ikut menyanyi, padahal mulut penuh odol. "I'm swo siwck of dhis fwake love, fwake love, fwake love ... I wanna be a goowd man, juws for yu. Swesangeol jwengone, juws for you. Jweobu hossooso, juws for you.  Now I dunno me, who awr youuuuuuuu ....!!"

Mile Phakphum hanya geleng-geleng mendengar konsernya di balik pintu. Lelaki itu pun keluar karena ada pelayan yang hendak menata kamar. Kebetulan ada telepon juga dari Jirayu Tangrisuk.

"Halo, iya Jirayu? Tidak kau tidak menggangguku. Lagi luang. Ada apa?" tanya Mile.

"Pelaku jambretnya sudah ditemukan, Phi. Jumlahnya dua dan dari Pattaya. Satunya tampan, satunya cantik sekali.

Kelihatannya mereka ini sepasang kekasih, tapi aku butuh pengacara."

"Oh, tentu saja. Nanti kuhubungi Mister Peter," kata Mile. "Itu gampang lah, tunggu saja. Tapi kalau boleh tahu, apa masalahnya sejauh itu? Bukannya kalau dijual tinggal dapat denda?"

"Iya, tapi masalahnya si lelaki ini punya kembaran. Mereka mirip," keluh Jirayu. "Satunya mengaku salah, satunya lagi malah ikut-ikutan begitu. Kurasa meraka hanya tidak rela kembarannya masuk ke penjara, padahal pelakunya cuma 2 orang."

"Hooo, menarik," desah Mile. "Baiklah, kuurus dulu yang ini. Tenang saja. Yang penting diusut, nantinya juga ketemu."

"Iya, Phi."

"Tapi menurutku kau pun harus memastikan bahwa pelakunya memang 2 orang. Siapa tahu ketiganya malah ikutan andil semua."

"Hm, pasti." Jirayu pun mengangguk di seberang sana. "Ini pak jaksa juga membantu, tapi yang terpenting terima kasih atas koneksinya yang berharga. Ini kasus pertamaku. Aku kurang paham soal mencari pengacara dan lain-lain. Percayalah."

"Ha ha ha, oke. No problem," kata Mile. "Bereskan saja sampai akarnya. Kalau perlu datangi orangtua si pelaku, biar ada tanggung jawab pihak keluarga. Maksudku, siapa tahu masih bisa diselesaikan lewat jalur damai. Seperti pencabutan kasus asal mobil dan ponsel Jeff diganti. Tidak harus lewat jalur hukum."

"Hm."

Malam itu Mile dan Jirayu pun diskusi terkait penjambretan yang harusnya tidak ada hubungannya dengan mereka. Namun jika suatu hal menimpa kekasih, keduanya akan bergerak paling depan untuk mencari solusi.

"Phi Mile ... lama ...." rajuk Apo yang tiba-tiba memeluk dari belakang. Suaranya membuat Mile menoleh. Bagaimana cara Apo berekspresi dengan baju tidur itu membuat Mile langsung tidak fokus. "Ayo masuk ... nak tidur dipeluk Phi macam bear. Ayo, ayo ...."

Mile pun segera mengakhiri panggilan. Topik memang belum selesai, tapi intinya sudah tergambar. Mile rasa itu cukup untuk merealisasikan jalan keluar dari kasusnya. Dia ikut digandeng Apo dengan suka cita dan senyum termanis.

"Ha ha ha ha ha, okey .... slow down, Apo. Pelan dulu. Ini kenapa lenganku malah dijambak?"

Apo Nattawin tidak peduli. Dia tetap memasukkan Mile ke kamar mandi. Remaja itu lantas menunggu sambil membaringkan diri. "Sanaaaaaaaa. Cepat jangan lama-lamaaaaaa," katanya sambil tertawa begitu bangga. Bagi Apo mengerjai Mile kini sudah jadi hobi, Mile sendiri tak masalah asal itu bukan hal yang membahayakan diri.

Mile pun masuk untuk sikat gigi dan cuci muka. Biarkan dunia ini berjalan kacau, asalkan mereka menikmatinya.

"Good night, Phi Mile," kata Apo sambil merangkul pinggang Mile.

"Good night juga, Sayang," balas Mile dengan ciuman basahnya. "Have as sweet dream and keeping faith. I'll be right here when you wake up tomorrow morning."

"Umn."

Bersambung ....