KITTY PO 59

Setiap buah tangan pun diletakkan ke sofa. Mile dan Apo diitari semua orang namun detik-detik pertama jengukan hanya berhiaskan diam. Tak ada satu pun yang berani komentar. Mereka memandangi kondisi orangtua baru itu sambil membayangkan bagaimana jika di posisi yang sama. Berpasang-pasang mata saling pandang hingga Masu berani menggoyangkan bahu Apo. "Po ... Po ... teman-teman ingin mengobrol denganmu."

Si manis pun membuka mata perlahan. Dia tak pernah tampak sesakit itu selama anak-anak BT mengenal. Apo adalah remaja dengan kerupawanan yang sulit diterjang kondisi. Tidur pun dia cantik hingga menarik orang   mengelusnya. Sayang seribu sayang kali ini beda. Apo lusuh dengan aroma tubuh agak membusuk. Kesehatannya menurun drastis dan dia kesakitan barang cuma disentuh. Apo tidak mau dimandikan 5 hari ini sangking sulitnya membawa diri sendiri. Dia linglung saat melihat para tamunya. "Kalian ...."

"Halo, Apoooo ...." sapa Lulu yang memakai dress selutut.

"Hai, Apo," kata Mario sambil menyentakkan dagu.

"Selamat siang, Mama baru ...." Nodt melambaikan tangan meski tubuhnya dihalangi jangkungnya Win.

"Senang berjumpa denganmu, Po. Kuakui kau hebat sudah menjadi Mama betulan," sahut Win. "Aku mau minta maaf karena baru sempat kemari."

"Kami hampir tidak bisa terbang karena cuaca Amrik sangat buruk," kata Bright. "Untung semuanya berjalan lancar. Maaf kami tidak sempat beli buah tangan."

"Ehem, Sayang. Lain kali pasti disusulkan." Win menyenggol lengan tunangannya.

"Iya, disusulkan." Bright terkekeh sambil tersenyum.

Berikutnya Gulf, Bas, Perth, Jeff dan seterusnya memberikan sapaan serupa. Mereka berusaha sabar di ruangan penuh obat itu untuk menyemangati si manis. Apo menanggapi seadanya, tapi akhirnya bisa tersenyum. Sedikit banyak kunjungan (tanpa restu-nya) itu membuahkan hasil yang bagus. Beban Apo terasa diangkat karena ada banyak dukungan yang datang. Beberapa juga meminta maaf pernah iri kepadanya. Mereka seperti Jeff dan Masu dulu, tak ada lagi rasa jumawa dan tersaingi di circle Apo setelahnya. Mereka sadar setiap orang memiliki kesulitannya sendiri. Meski kaya, sukses, hebat, dan punya keluarga ideal pun masih bermasalah. Anak-anak BT mulai saling pengertian dan mendewasa bersama.

"Senang ya Sayang? Mommy tak menyangka teman-temanmu ke sini sebanyak itu," kata Nee malam harinya. Usai makan Apo dia tuntun sendiri ke kamar mandi. Dia dimandikan dengan air hangat hingga bersih dan wangi.

"Umn." Begitu keluar Apo bingung melihat kamar diberesi para pelayan. Segala benda sudah masuk dalam tas khusus yang diangkut berduyun-duyun. "Kita mau kemana, Mom?"

"Pulang."

"Oh ...."

"Akan lebih baik kalau kita rawat jalan saja, Sayang. Mudah dijangkau karena di satu tempat. Ranjang medis kalian sudah dipersiapkan di rumah."

Setelah beres Mile digeladak 5 suster berbaju hijau. Semuanya lelaki dan mengangkat tubuh Mile hati-hati masuk ambulan. Sang suami diperlakukan seperti bayi. Mile diselimuti dengan tampilan lebih segar karena tubuhnya baru dibasuh. Lelaki itu berganti baju seperti dirinya. Segala alat bantu dan selang dipasang ulang secepat mungkin begitu tiba. Batin Apo, itu adalah pertama kalinya. Dulu semua orang lupa Mile pun butuh perhatian. Karena sejak kedatangannya, satpam, koki, pelayan, bahkan tukang kebun sekali pun memanjakan dirinya. Apo menyadari ada yang salah di sini. Mungkin, dia belum cukup memperlakukan Mile sebaik itu. Hingga tubuh Mile rusak Apo baru memikirkan betapa dirinya terlalu mencuri setiap kasih sayang. Remaja itu menyingkirkan guling Jaehyun dari kamar untuk berdua dengan Mile. Apo menikmati kebersamaan itu dengan perasaan lebih stabil. Dia menepuki dada Sammy dan Katty yang berbaring diantara mereka.

"Sayang, Sayang ... Daddy setiap hari kerja lewat sini loh. Xixixi ...." Sejak saat itu Apo pun mulai keluar rumah, walau sejatinya hanya berdiri di teras saja. Dia menggendong Sammy dan Katty gantian. Tiga babysitter senantiasa membantunya dengan kursi roda yang siap siaga. Kadang Apo didorong keliling rumah. Sekedar melihat taman atau burung-burung kecil yang biasa berkeliaran. Dia menyanyikan lagu-lagu tidur agar anaknya mudah tenang. Bukan boyband-boyband seperti dulu, itu pun disertai latihan berkala. Dia bercerita betapa serunya digendong punggung oleh sang suami, atau suasana heboh diajak menonton konser. Apo juga menunjukkan gambar-gambar manual Mile. Karya legendaris yang memuat wajahnya itu dipamerkan dengan bangga. Apo tak peduli jika Sammy dan Katty tak paham. Dia menciumi pipi-pipi mereka sepenuh hati. "Twinkle, twinkle little star ... how I wonder what you are. Up above the world so high. Lika a diamond in the sky. Sammy, Katty little star ... how I wonder what you are ...."

Kondisi Mile belum membaik hingga dua bulan kemudian. Garis start lelaki itu benar-benar tercuri sebagai ayah. Mile tidak tahu kapan Sammy mulai senang menggerakkan tangan dan kakinya, merespon tatapan orang di sekitar, atau tersenyum pertama kali. Mile tidak melihat momen Sammy belajar telungkup, meraih mainan di sekitarnya, atau menjerit-jerit di malam hari karena mengompol. Dia kehilangan masa hingga Katty keluar total dari inkubator. Lelaki itu melewatkan momen Sammy menendang-nendang udara, memasukkan jemarinya ke dalam mulut, gumoh susu, atau mengoceh, "Da ... Da! Da ... Da!" Padahal Apo mengajarinya memanggil "Mama".

Si manis pun habis kesabaran lagi. Dia tidak kuat menanggung kegilaan dalam dada setelah bertempur 3 bulan lebih. Apo terlalu dini untuk menghadapi semuanya, meski ditemani orang-orang di sekitar, Apo tetap membutuhkan Mile, Mile, dan hanya Mile. Yang diharapakan bergerak pun tidak saat dia menyelinap pergi di malam hari. Tahu-tahu pelayan histeris karena melihat botol wine pecah di dapur.

"TUAN ROOOOM! NYONYA NEEEEE! TUAN ROOOOM! NYONYA NEEEEEEE!! YA TUHAAAAAAAAAAANN! TOLONG SIAPA PUN KEMARI SEBENTAR!!!"

Padahal niat hati tadi hanya pipis ke belakang. Pelayan itu justru melihat Sammy tergeletak begitu saja di meja kabinet. Tepat di sebelah kompor yang menyala, si bayi tidak menangis dan malah tertawa-tawa. Dia tidak tahu 1/4 bagian kakinya tergantung di tepian hingga nyaris terjatuh. Bedongan Sammy berantakan karena ditinggal pergi begitu saja. Entah kemana Apo karena pukul 2 pagi itu tak ada di rumah. "Oooaaoo, oow ... mmn, nnn. Oaaaouu!" ocehnya dengan mata berbinar-binar.

Tiga babysitter dimarahi semua karena khilaf tertidur. Dengan tergopoh-gopoh mereka turun tangga, meski tampak begitu mengantuk. "KALIAN INI BAGAIMANA?! APO TIDAK DIAWASI DENGAN BENAR!! MASAK AKU LEMBUR SAMPAI DIPANGGIL BEGINI! ADANYA TIGA ITU YA JAGA GANTIAN!!! TOH TEMPATNYA JUGA CUMA DI KAMAR! SEPERTI DIPISAH KEMANA SAJA! HAAAAAHHH!" bentak Nee murka pertama kali. Rom yang masih di kantor pun ikut ditelepon. Man dan May panik hingga langsung berpencar keluar untuk mencari.

"Astaga, astaga, astaga ... anak itu benar-benar! Dia tak berubah sama sekali! Oh Tuhan ... apa yang dia lakukan sekarang?!" kata May sambil mematikan telepon.

Sang suami terbangun, padahal baru pulang dari kerja. Man bingung karena istrinya mondar-mandir mencari outer untuk dipakai keluar. "Sayang ... kau ini mau kemana? Masih juga jam segini--"

"MENCARI ANAK NAKAL PA! BOCAH BODOH!" bentak May penuh emosi dan murka. "DIA MINUM MIRAS PADAHAL MASIH MENYUSUI! DIKIRA KEMANA OTAKNYA ITU, HAH?! AKU SUNGGUH TIDAK HABIS PIKIR!"

"Apa?! Apo minum alkohol segala?!"

"AYO PERGI!"

May melemparkan kunci mobilnya ke dada sang suami.

"Tunggu, tunggu--Sayang?!"

May meninggalkan Man yang masih separuh sadar. "AWAS SAJA KAU TAK IKUT KAMI! PAKAI ITU! AKU AKAN MENYETIR MOTORNYA SAJA! CEPAT!" Wanita itu menggeser garasi mungil dan gerbangnya sendiri. Dia memakai helm dan langsung tancap ke tempat-tempat yang biasa Apo kunjungi. "Aku yakin Apo takkan pergi sejauh itu. Tidak akan!" batinnya. "Anakku bukan tipe yang sering kemana-mana. DASAR APO!" Wanita berusia 39 itu membelah angin malam seorang diri. Dia menginjak gigi motor seolah masih remaja. Selama ini, kepada Mile wanita itu lebih seperti memandang adik, bukan menantu seperti pada umumnya mertua. Toh umur mereka hanya terpaut 6 tahun. May paling paham pemikiran Mile kala menghadapi Apo. Sebab selain ibu dia ada di posisi yang setara dengan Mile.

"Di restoran langganan mereka tidak ada! Kemana lagi?!" kata Rom yang sudah sampai pada tujuan. Dia menelepon Nee yang menggunakan mobil lain. Paling jauh Newyear, yang disuruh mengecek hingga ke Bangkok. Tepatnya di kosan lama atau sekolahnya Apo.

"Di sini juga tidak ada. Swalayan dan toserba bersih. Aku keliling-keliling terus menggunakan jasa pengumuman pangkalan," sahut Nee.

"Dia menggunakan apa berangkatnya? Taksi? Kereta?!"

"Mungkin diantara keduanya."

"Akan kuhubungi kenalanku kalau begitu. Driver dan masinisnya harus tahu ada menantu kita di dalam!"

"Oke, kalau begitu aku ke tempat konser

mereka. Mungkin ada."

"Atau yang terburuk keluar negeri ...."

"APA?!" kaget Nee. "TIDAK MUNGKIN SEBEGITUNYA! SAYANG, KAU INI SENANG YA MENGATAKAN HAL-HAL BURUK!"

"BUKAN BURUK TAPI PELAYAN DI RUMAH YANG MENGABARI!" tegas Rom balik. "Ini, barusan ... ada chat yang mengatakan paspor dan VISA Apo tak ada. Lemari kamar bekas diodel-odel semua. Baju hangat dan tabungan dibawa semua. Menurutku sekarang kau ke bandara saja. Aku yakin dia menggunakan jet pribadi."

".... tidak," kata Nee dengan raut terkesiap. "Mana mungkin mereka menerbangkannya kalau tahu itu Apo. Ya Tuhan ... LAGIPULA DIA LEWAT MANA SIH KAN ADA SATPAM DI DEPAN?!"

"Sayang, aku tak ingin berdebat denganmu dulu. Sudahi," tegas Rom.

"Sebaiknya kita fokus kepada solusi."

Nee pun tertular depresinya situasi ini. Dia memundurkan mobil untuk putar balik ke bandara, tapi jeleknya saat dihubungi pilot pribadinya justru tak aktif.

"Ah, ck."

Memang semua orang?

Kenapa mereka seolah mendukung Apo semua? Si manis bahkan tidak pernah pergi sendirian.

"Halo? Iya Nyonya. Ada apa? Saya sedang ada di landasan. Kenapa menelepon Saya? Ini baru selesai bertugas."

Tiba-tiba pilot itu menelepon balik. Ponsel di holder Nee pun di-setting full suaranya. Wanita itu mengencangkan laju mobil sambil terus berbicara. Tidak ada jeda meski dia kesulitan. "Kau tadi menerbangkan siapa? Bukan Apo kan? Cek-cek apa menantuku ada di sana!"

"Apa? Tua Natta?"

"YA!"

Karena dibentak, suara pilot itu pun jadi gugup. "Bukan, bukan. Tadi saya mengantarkan Tuan Michele dan Nyonya Anna ke Sisilia," jelasnya. "Kan kemarin pilot mereka sakit, Nyonya. Padahal sudah waktunya ganti kerjaan. Nah, Saya sudah bilang loh ke Tuan Rom tiga hari lalu. Apa Anda dan beliau lupa?" tanyanya. ".... atau beliau bilang tidak sih kepada Anda? Saya jadi bingung sendiri--"

"SUDAH CUKUP! POKOKNYA CEK SAJA APA APO DI BANDARA!" bentak Nee. "Laporkan padaku jika ada sesuatu di sana," tegasnya dengan nada tersengal hebat.

"Eh? Baik--"

Nee sudah mematikan sambungan. Dia memijit kening sangking peningnya. Tak dia sangka memiliki menantu remaja bisa sebegini susah. Namun hingga 4 pagi tak ada kabar positif. May, Man, Rom, dan Nee gagal semua. Para baby juga mulai menangis di rumah. Mereka tak tenang karena sang ibu menjauh. Pencarian itu hanya menghasilkan dehidrasi bagi setiap orang.

"Oeeeeee! Oeeee! Oeeee!! Oeeeee!!" jerit Sammy dan Katty bersamaan. Kini mereka berbagi tangis yang susah berhenti, padahal dulu Katty hanya mampu merengek lemah. Antara rindu dan kehausan bayi-bayi itu tantrum parah. Kediaman Romsaithong seketika ricuh oleh situasi tak terkendali. Para pelayan dan babysitter beberes pecahan botol, mengepel lantai, merapikan lemari, menegakkan rak sepatu yang tumbang, membuat susu, dan pastinya menenangkan Sammy dan Katty gantian. Mereka kurang tidur karena hingga pagi keduanya masih rewel. Tidur 5 menit pun keduanya bisa menangis lagi.

"Sekolah dan kosan lama tidak ada, Tuan. GOR, kantin, kafe, dan semua tempat yang memungkinkan sudah Saya cek semua. Maaf," kata Newyear pada pukul 11. Pagi itu dia baru sampai ke Bangkok. Dengan mengusap keringat matanya memandangi matahari yang terik.

"Benarkah?"

"Ya."

"...."

"Saya tidak tahu lagi harus mencari kemana."

Orang bijak bilang, saat kau menyerah bisa jadi sebenarnya sudah dekat tujuan. Karena itu sore hari Man syok mendapat telepon dari kantor polisi.

"Halo, bisa bicara dengan Man Wattanagitiphat?" tanya seorang inspektur lewat telepon.

"Ya, Pak? Saya sendiri?" kata Man sembari menepikan mobilnya ke sisi jalan. Dia dalam perjalanan pulang dari tempat nongkrong Apo dikala libur sekolah. Tepatnya di sisi sungai dimana Apo suka memancing.

"Bisa Anda datang ke Polsek kami? Jalan Pyongkchai no. 41 blok M bagian utara, Huahin," kata inspektur tersebut. "Tadi siang kami menangkap pelaku tabrak lari di sekitar Universal Sammycat Studios. Korbannya bernama Apo Nattawin Romsaithong, benar?" tanyanya. "Kami hanya ingin memastikan karena identitas VISA dan buku tabungannya berbeda."

Man pun langsung terkaku. "...."

"Anak ini tampaknya memiliki ATM atas nama Anda, ya? Dia luka kepala dan fraktur kaki. Sudah kami bawa ke puskesmas terdekat, tapi belum sadar hingga sekarang," jelas polisi itu dengan suara setenang air. "Kami harap ada keluarga yang segera datang kemari."

Bersambung ....