KITTY PO 58

Perpisahan. Mile sering menyebutnya saat mereka bertemu pertama kali. Membuat sang suami mendekapnya di jalan sambil menangis. Mile tak peduli bagaimana orang-orang di kafe menatap, tubuh mungil Apo tetap ditenggelamkan pada dadanya seerat mungkin. Cinta lelaki itu menembus waktu, 16 tahun lebih dia melajang tanpa tahu apa yang sedang ditunggu. Mile bertahan hingga menemukan si manis kembali. Namun, Apo mungkin terlalu menyepelekan faktanya.

Mungkin karena Apo menganggap konsep inkarnasi kucing tak nyata, tapi dia senang jika punya kehidupan yang ajaib. Saat Mile mendekatinya mati-matian, otak kecil Apo menerjemahkan hal itu seperti dongeng. Dia merasa didekati pangeran tampan, ketika posisinya hanyalah Upik Abu. Remaja itu bangga terlibat kisah romansa CEO. Dia serasa masuk ke dalam novel yang bertajuk label Netflik. Di sana mereka berdiri sebagai MC pasangan. Namun bila mundur ke belakang, Mile Phakphum lah yang paling paham kata "perpisahan." Lelaki itu disia-siakan pada seluruh waktunya. Dia berdiri dengan kedua kaki sendirian saat Apo berusaha keras untuk tumbuh. Mile memahami Apo, walau tidak dipahami balik. Maka jika dibandingkan seminggu tak jumpa, Apo jelas tak pantas menandinginya. Si manis kini tahu rasanya ditinggal, 24 jam dia berbaring di sisi Mile, tapi rasanya begitu sepi.

Apo sudah terlalu lelah menangis. Dia hanya mengendusi aroma tubuh Mile yang bercampur obat-obatan. Remaja itu senang mendusel ke bagian mana saja. Mau lengan, ketiak, leher, dan yang bisa dia tempeli--si manis akan datang dengan hidung mancung yang menghirup dalam. Dia benar-benar tidak makan kecuali Tom Yum, itu pun setelah dibujuk banyak orang. "Tidak mau! Tidak suka! Phi Mile tidak ikut makan!" bentaknya sambil menampik tangan Nee. Sendok dan mangkok itu pun jatuh. Nasi bercampur Tom Yum berserakan di lantai.

"Apo!" bentak May yang berada di sebelah sang besan. "Stop it! Jangan begini, Sayang. Kau pikir Mile senang istrinya menyakiti diri sendiri? Kau harus tetap makan, mandi, tidur--SEHAT!! Biar kalau nanti dia bangun, Mile senang melihatmu baik-baik saja," tegasnya begitu marah. Wanita itu tak sabar lagi melihat Nee, Rom, Man, Dokter Napvtik, dan suster ditolak terus. Dia membuat Apo takut dengan tingkat kendalinya sebagai ibu. May geregetan hingga mendudukan Apo paksa. Dia menyuapkan sisa Tom Yum buatan Nee yang masih di dalam rantang. May tak peduli meski kuahnya meluber di tepi bibir. Dia membentaki sang putera tunggal sambil menyiapkan sumpitan udang yang baru. "AYO MAKAN! MAKAN! Kau ini sudah menjadi ibu. Pikirkan Sammy dan Katty di ruang lain. Mereka butuh kau setiap hari! Manja boleh, tapi bukan sekarang saatnya. KATTY BISA MATI KALAU KAU BIARKAN TERUS!"

"Huhu ... hiks, hiks, hiks ...." Apo pun terisak pelan. Dia tak berani kalau sang ibu serius. Remaja itu akhirnya mau menghabiskan separuh mangkuk. Dia mati rasa walau diberi janji akan dimasakkan menu khusus setiap makan. Menu-menu yang menyimpan kenangan. Apo ingat dia dan Mile tertawa karena pedas nan asin di luar bumi. Si manis pun mau menyusui lagi setelah berlalu 4 hari. Baginya suara tarikan napas Mile memang sakit, tapi dengan itu pula Apo punya alasan bertahan. Ya, walau Apo tak mau ditemui yang selain keluarga. Jeff, Masu, Michele, dan Anna sekali pun dibiarkan di luar. Dia menggendong Sammy lalu menempelkan mulut bayi itu ke putingnya. "Pelan-pelan, pelan-pelan. Mama tidak pergi lagi, Baby. Apa kau sehaus itu."

Katty juga dapat giliran setelah Sammy. Sang jelita dikeluarkan dari inkubator walau wujudnya memprihatinkan. Dada bayi perematur itu kembang kempis seolah napasnya mau putus. Dia butuh waktu lebih untuk bertemu kulit dengan Apo karena belum masanya keluar. Terkadang Apo stress hingga tertawa-tawa sendiri. Baginya bayi setelapak itu seperti alien, alih-alih manusia. Tapi, Apo tidak bohong Katty sejelita ini walau ukurannya kecil mungil. Sekali Katty membuka mata, Apo senangnya tidak karuan. Dia pun menjerit bagaikan melihat keajaiban. "Phi Mile! Phi Mile! Lihat dia berkedip sekali!" Remaja itu menoleh ke sisi.

Namun Mile hanya seonggok raga. Lelaki itu terbujur kaku tanpa respon sama sekali. Kedua matanya terkatup rapat. Menangis pun Apo tahu jahitan usus tak semudah itu kembali seperti semula. Si manis akhirnya mengusap pipinya sendiri. Dia mengecup kening Mile yang semakin mengurus dari waktu ke waktu.

"Phi Mile, cepat kembali ya ... sama aku," bisik Apo di telinga sang suami. Suaranya teramat parau, namun dia tak menyerah memanggil Mile setiap ada kesempatan. "Jangan lama-lama tidurnya. Sayang Phi Mile. Cinta Phi Mile. Ayo bangun nanti ketemu Sammy dan Katty."

"...."

"Phi, aku kepingin dibawakan jajan hujan lagi. Sama permen warna-warni. Katanya nak jalan-jalan ke taman bermain," kata Apo susah payah. "Kata Pappy ... umn ... Universal Sammycat-nya belum jadi diluncurkan. Kami semua menunggu Phi Mile," imbuhnya sambil tertawa. "D-Dan ... kamarnya bayi juga sudah diurus sama Mommy. Phi tidak perlu memikirkan yang seperti itu lagi. Semua oke ...'

"...."

"Hiks ... unngh ... oh iya, Phi. Aku pernah di-eek-i sama Sammy, ha ha ha ... orang menyusu kok sambil eek. Nakal ya?" kata Apo. "Fotografer yang disewa Papa juga sering kemari. Ambil momen baby-baby. Phi Mile tidak perlu takut ketinggalan lagi. Sammy sama Katty punya itu kok--t-tapi ... tapi ... mn, kalau Phi Mile tidak mau makin ketinggalan makanya cepat bangun sendiri, ya ....?" bujuknya, seolah Mile bisa mendengar. "Phi Mile jangan tidur terus, please ... huhu .... mmhh ... aku kepingin ketemu Phi-ku ... hiks, hiks, hiks ... suami ... hiks ... suami-nya aku ...."

Tiga minggu kemudian, kondisi Katty pun dinyatakan membaik. Baby itu mampu bertahan, walaupun begitu lambat. Dia bisa tertidur berhari-hari, dan bangunnya cuma beberapa menit. Ukuran Katty perlahan membesar, dengan kepala yang melebihi ujung telapak orang dewasa. Sang jelita mudah merespon jika kakaknya berjarak dekat. Dia menggenggam tangan Sammy kala sang kakak merogoh ke inkubatornya.

"E, e, emh ... e-e emh ..." gumam Sammy walau matanya menatap ke langit-langit. Baby itu tampak ingin berkomunikasi dengan sang adik. Jemari mereka saling bergenggaman seolah saling menguatkan. Padahal selama di rahim keduanya berbeda kantung, tapi Sammy sepertinya tahu mereka saling terikat.

"Apo ... lihat. Baby-baby-nya senang sekali. Mereka sedang menyapa, Sayang. Kau tidak boleh melewatkan ini ...." kata Nee selaku penggendong Sammy.

Namun Apo justru tertidur begitu pulas. Matanya berbayang hitam karena amat kelelahan. Mental dan tenaganya terkuras selama tiga minggu ini. Dia tak kuat lagi dan hanya ingin meringkuk di sisi Mile. Nee, yang kebetulan berjaga sendirian pun menaikkan selimut Apo ke bahu. Wanita itu membenahi bagian Mile agar mereka sama-sama hangat. Napasnya begitu berat, tapi (pasti) lebih berat Apo."Kalian harus bertahan selama mungkin. Jangan menyerah," bisiknya. "Mommy yakin takkan ada perjuangan yang sia-sia." Dikecupnya kening Mile dan Apo satu per satu.

Dokter Napvtik mengatakan Katty harus melewati "usia koreksi", yakni bila dia lahir 5 bulan, maka harus digenapkan seperti bayi-bayi lain. Kini Katty melewati umur 6 bulan. Sang jelita masih harus berjuang hingga 3 bulan kedepan.

"Apa tidak apa-apa?" tanya Rom, yang malamnya baru ada waktu lagi untuk menjenguk sang putera. "Mile belum bangun hingga sekarang. Ini sudah 1 bulan sejak itu."

"Kita tidak pernah tahu," sahut Nee. Dia menemani Rom menatap Mile dan Apo. Keduanya berdiri sebelahan di sisi ranjang perawatan tanpa banyak berkomentar.

Sebetulnya Rom tahu hubungan pernikahan anaknya tak matang. Mile sendiri sadar, tapi memilih menerjang. Sebagai orangtua dia ingin sekali melarang, meski merestui setiap kepala tahu ada konsekuensi yang akan hadir. Kini semuanya sudah terjadi, tapi mau menyesal pun pikir-pikir lagi. Tidak ada waktu untuk hal seperti itu. Rom paham Mile tak pernah sebahagia ini, melebihi saat cerita tentang sang istri. Anaknya hanya jatuh cinta dengan ujung tak terkira. "Menurutmu ... bagaimana jika dia tak pernah kembali?" tanyanya.

"Apa?" kaget Nee. "Sayang kok ngomongnya begitu. Mile kan--"

"Bukan, bukan. Aku tidak ragu, tapi hanya sedang realistis," sela Rom, dengan mata yang terus terpaku. "Karena apapun bisa terjadi, tidak ada salahnya kita bersiap sejak sekarang. Limpa-nya luka, Sayang. Itu benar-benar berbahaya."

"...."

"Apa kau tak ingat soal Zaher?"

"Siapa itu?"

"Bagian dari 4 sekawan," kata Rom. "Michele, Anna, Zaher, dan Mile putera kita. Aku takkan lupa dengan kematiannya di London, tepatnya saat Mile jalan NBA. Dulu dia curhat padaku tidak bisa pulang. Padahal liburan semester aku berencana mengajaknya ke Munich."

"Tunggu, tunggu ... Zaher?" Nee mencoba mengingat-ingat. "Oh ... yang blasteran Arab-Inggris itu. Astaga iya ...."

"Zaher kecelakaan mobil hingga limpa-nya pecah di tempat. Dia meninggal begitu saja di TKP kareka kerusakan organ. Makanya jangan aneh kalau Michele, Anna, dan Mile masih hubungan. Mereka boleh terpisah negara, kesibukan, atau keluarga sendiri. Tapi kalau ada apa-apa tetap saling dukung." Rom menghempaskan napas panjang. "Kau tahu? Low maintenance."

"Ya."

"Tapi aku sudah memutuskan. Kalau pun Mile pergi akan kurelakan."

Bola mata Nee pun langsung melebar.

"Sayang ....!" bentaknya.

Rom justru terkekeh sakit. "Aku hanya membayangkan, Nee," katanya. "Kalau dulu Mile kularang menikahi Apo apa jadinya sekarang. Kehidupannya mungkin stabil dengan pasangan dewasa, tapi dia takkan bahagia."

"...."

"Ha ha ha ha ha ... setidaknya kubiarkan puteraku mati dalam mimpi-mimpi," kata Rom. "Karena --dulu-- aku benar-benar takjub melihatnya menangis hanya karena bilang mencintai seorang bocah."

Nee pun memeluk sang suami sebisanya. Dia ingin Rom tak cemas atau tenggelam dalam euforianya sendiri. Nee juga menyuruh Rom untuk menggendong Sammy sebentar. Katanya muka dan aroma bayi pasti membuatnya baikan. "Kau ini jangan macam-macam. Pegang dia," katanya. "Mile pasti baik-baik saja. Kita adalah kakek dan nenek luar biasa."

"Ah, Sayang ...." Rom pun menggendong Sammy agak gugup.

"Lihat? Dia adalah pewaris sempurna," kata Nee sambil berkacak pinggang. "Sammy dan Katty butuh ayahnya. Harus ada. Tak seorang pun lantas menuntunnya sampai dewasa kecuali Mile sendiri. Paham kau?"

"Ha ha ha ha ha ...."

"Jangan menyebalkan atau aku menendangmu."

Malam itu Rom dan Nee pun terjaga hingga pagi. Mereka memantau gantian mumpung besok ada cuti. Sumpah, Demi Tuhan tidak ada ekspektasi yang lebih. Namun penolakan Apo akan kunjungan justru menimbulkan reaksi tidak terkira.

"Halo, Om ... Tante ... he he he ...." sapa Masu dan Jeff keesokannya. Mereka dikawal oleh pasangan masing-masing. Namun selain Earth dan Jirayu ada segerombol pasukan di belakang sana: anak-anak BT. Semua anggota, pula. Ada yang membawa gandengan, ada yang single. Ada juga yang membawa hadiah ber-paper-paper seperti parcel dan buket bunga. Mario dan Lulu bahkan turut hadir, entah berapa lama mereka merencanakan ini untuk menjenguk bersama-sama.

"Kami boleh masuk, tidak?" tanya Masu mewakili. "Ughm ... maksud kami, kalau diserbu mungkin Apo mau? Kami ingin bertemu dengan baby-baby."

"Uuu, pasti imuuuut," sahut Lulu.

"Keponakan kami yang mana mukanya. Ohoho ...." timpal Perth.

"Aduh Nodt, kau jangan menginjak kakiku. Sudah capek tahu tadi ketekuk pas di kereta," keluh Us.

"Aduh sial, bisa sedikit kenapa," bentak Bas yang mode OSIS-nya aktif.

Nee pun langsung berkaca-kaca. Dia ingin tertawa, tapi tidak bisa. Dalam hati dia mengakui jengukan masal itu ilegal, apalagi barang bawaan mereka banyak sekali. Namun Nee rasa ruangan VVIP ini cukup besar. Untuk saat ini, daripada taat peraturan dia lebih ingin Apo bahagia.

"Baiklah, silahkan masuk semua," katanya. "Selamat datang, Kakak-kakak. Tapi tolong jangan berisik ya? Nanti baby-baby-nya menangis ...."

"Oke, Tante."

"Siap, Tante."

"Hu-uh."

"Baik."

"Aduh Tante jangan khawatirkan itu. Fix fix."

"Xixixi, permisi ...."

"Permisi ...."

Hari itu Apo pun terbangun dari mimpi. Dia disadarkan bahwa dunia nyata tak selamanya menyakitkan dada.

Bersambung ....