KITTY PO 66

Selain Mesir dan Romawi, sebagai cikal bakal lahirnya peradaban Eropa membuat Yunani menarik untuk dikunjungi. Di sana banyak peninggalan bersejarah, serta bangunan tua nan estetik yang bernilai seni tinggi. Cuaca tak menghentikan Mile mengajak Apo ke sana. Banyak sunscreen yang mereka gunakan agar terlindung dari panasnya surya. Baik berbentuk cream, spray, atau khusus baby-baby. Semua orang di jet pun meniru termasuk Newyear, pramugari, pilot, co-pilot, bodyguard, babysitter, dan Ta Nannakun sebagai penerjemah. Mereka sedia payung, motor dan mobil yang akan dipakai dalam bagasi. Mile sempat menghitung apakah baht yang dia tukarkan menjadi euro cukup untuk perjalanan hingga pulang, sementara Apo berada di dalam kamar.

Snowwy dan ketiga anak haramnya turut ikut serta. Si kucing ternyata melahirkan kitten warna putih juga. Semuanya amat mirip bola bulu, sambil mengemong baby, Apo melihat mereka belajar jalan di tengah ranjang. Kaki para kitten itu ngesot karena sulit bergerak. Semuanya mulai menyeruduk para baby dengan hidung pink-nya masing-masing.

"Aaa, mmm ... aaa!" oceh Katty.

"Aaa, tatatatata!" oceh Sammy ikutan aktif.

Mereka tenang sepanjang perjalanan itu, namun sulit ditidurkan karena betah terjaga. Keduanya hanya rebahan sambil berceloteh, berkedip-kedip, tersenyum, minta susu, dan Sammy kadang berguling karena sudah bisa tengkurap. Si sulung sekarang punya hobi merangkul adiknya. Dia lebih besar, tapi entah kenapa gencar menimpa Katty dengan tubuh gembul itu.

"Eeeeh, Sayang. Kok malah dijambak adiknya," protes Apo sambil menahan tangan si sulung. "Sakit dong nanti. Sakit ...." tegasnya.

Sammy menatap wajah manis sang ibu.

"Eeeeeh! Sammy ...." kata Apo lagi.

Rupanya si sulung suka menampari pipi Katty. Mungkin gemas teksturnya, tapi Apo siap melindungi Katty kapan pun tanpa memisahkan mereka. Sammy terus mendaki naik ke tubuh adiknya, padahal Katty hanya menoleh sambil mengempeng benda kosong. Tak lama kemudian Sammy berubah menjadi lebih lembit. Apo membiarkannya meraup pipi Katty dengan mulut basah yang harum.

"Nah begitu ... disayang," puji Apo. "Jangan dipukul lagi, ya. Jangan ...."

Alhasil pipi merah itu pun penuh saliva, membuat Mile kegemasan saat menilik kamar jet kembali. "Ha ha ha ha ha, apa itu? Kau memakan adikmu sendiri, Sam!" katanya. Pergerakan Sammy makin membabi buta. Dia menyedot pipi Katty, tapi Mile segera mengambilnya dari sana. Dengan pijatan, Mile membuat Sammy tunduk di bawah jarinya. Ayah dan anak itu gabung rebah hingga ranjangnya berubah sempit.

"Aoo, aooo, aooo," oceh Katty kalem, meski sempat merengek saat dijambak. Baby itu menggerakkan kaki dan tangan kecilnya. Dia menoleh ke Mile dan Apo gantian seolah berusaha mengenali kedua orangtuanya.

"Yaaaaaakk! Yaaaaaaaak! Anak Daddy yang paling tampan, haaaaaa!" seru Mile sambil mengangkat Sammy ke udara. Kedua tangannya terentang lebar. Baby 5 bulan itu tertawa-tawa karena selalu mendapatkan permainan seru, melebihi saat bersama sang ibu.

"Aiyyyy! Aiyyyy! Ha ha ha ha ha."

Suaranya menggemaskan sekali.

Mulut tanpa gigi itu terbuka begitu lebar. Sammy tak henti-hentinya menjerit senang karena perilaku sang Ayah. Si manis diam-diam menatap dengan rona merah, betapa Sammy adalah putera mereka bukanlah candaan. Apo pun menarik selimut untuk memejamkan mata. Dia memeluk Katty, sambil meredam debaran jantungnya sendiri. "Ugh, apa sih. Malu ...." batinnya. "Sudah setahun kok masih deg-degan melihat Phi Mile. Mana ekspresinya gimana gitu kalau sama baby--hmm."

"Lho, tidur?" gumam Mile sambil merebahkan Sammy kembali. Dia menilik Apo yang napasnya kembang kempis. Dari gerakannya tampak teratur dengan raut teduh. Mile tak pernah bermimpi istrinya berwujud secantik itu, dia mendekati Apo yang jarinya diremas-remas oleh Katty. "Hei, kucil." Mata baby itu berkedip pelan ketika dicolek. "Jangan nakal ya di Yunani nanti. Tetaplah seperti ini. Daddy ingin motoran dengan Mama-mu."

"Eee, eee ...." Katty tersenyum menjawab omongan ayahnya.

"Pintar. Janji sama Daddy, ya?" kata Mile, padahal baby seumuran Katty takkan mungkin paham. Katty pun meraih telunjuk Mile dan memasukkannya ke dalam mulut. Sang ayah menariknya lagi, tapi segera dikulum. "Eits, kotor Sayang. Dasar ...." Mile terkekeh-kekeh betapa lucu si bungsu. "Ternyata begini ya bentuk anakku," batinnya. "Aku penasaran selama ini." Dia betah bermain dengan si kembar hingga sampai ke tujuan. Biarkan Apo istirahat, Mile tak mau mengganggu lagi. Lelaki itu suka menggigit pipi Katty dengan bibir saja. Dijepitnya bapau-bapau gembul Katty, maka jangan heran bila Sammy pun suka melakukannya. "Ha ha ha ha ha! Kau ompong, kau ompong ....!" katanya, sementara Katty tertawa karena embusan napas Mile. "Ompongnya Daddy, si gendut kucil .... aduh!"

Rupanya Sammy yang tak terima disebut ompong. Si sulung tiba-tiba sudah ngesot sampai sisi Mile diantara tiga kitten Snowwy. Sammy terus memukul-mukul kepala Mile dengan tapak mungilnya yang lembut. Sebagai sesama bayi, mereka berlima berusaha upgrade kemampuan motorik bersamaan. Dengan perut gendutnya Sammy gigih ngesot di sisi Katty yang menendang-nendang udara. Dia dipindah Mile jauh lagi agar belajarnya makin gencar.

"Ha ha ha, kasihan. Sini ngesot lagi ke Daddy? Biar cepat bisa merangkak," kata Mile.

Seolah-olah menyahuti tantangan Mile, Sammy pun keukeuh menopang badannya dengan dua tangan. Leher dan kepala juga diangkat tinggi, kedua lututnya bergeser pelan di atas seprai seraya bergumam, "Ngghh, nnggg ...." sambil mengulum bibir bawahnya sendiri. Saliva bening jatuh dari dagunya yang oval. Dengan tatapan yang nyalang Sammy tampak ingin menerjang Mile seolah bisa berlari. "Aiyay! Ngnggg, tatatata!" pekiknya, walau justru ambruk lagi.

"Pfffffft, ayooo! Siniii!" kata Mile menyemangati. "Sini, Sayang. Puk, puk, puk. Nanti kukasih uang untuk beli permen." Lelaki itu benar-benar membuka dompet dan mengambil selembar euro, rasanya malas saja untuk mengambil benda lainnya. Digoyang-goyangkanya benda itu ke udara agar mata Sammy tertarik melihat. Dia seperti melatih bayi kucing sungguhan, sebab tangan Sammy tampak menggapai waktu didekatkan. "Eh, tidak kena!" katanya.

"Ngghhh ...."

"Eh, tidak kena juga! Lagi-lagi!"

Mile terus menjauhkan uang kertas itu tiap kali tangan Sammy mengayun, yang akhirnya berakhir robek setelah 11 kali percobaan. Tulisan €50-nya sampai jadi dua karena ditarik Sammy. Namun Mile tidak marah dan malah memuji anaknya.

"Ha ha ha ha! Keren! Kau tidak pernah menyerah ya, walau Daddy permainkan? Kau memang mainan yang paling lucu. Sini-sini! Mau kucium! Hmmh!"

Sammy melempar robekan euro itu kala diangkat. Dia diserang ciuman Mile yang bertubi-tubi, Katty sampai terkaget mendengar ributnya mereka. Si baby 3 bulan bersin-bersin dan merengek kecil. Dia seolah cemburu hingga sang ibu terbangun dari mimpinya.

"Oeee, mmmm."

"He? Kenapa? Katty ...." gumam Apo langsung mempuk-puk dada si bungsu.

"Oeeeee! Mm, mm! Oeeee!" rengek Katty, yang punggungnya langsung ditarik Apo agar miring. Si manis sepertinya masih mengantuk, baru kali ini Mile melihat live bagaimana proses Apo menyusui bayinya. Remaja itu membuka kancing-kancing bajunya sendiri. Membiarkan dadanya terlihat, lalu Katty menyesap susu dari puting kecilnya yang merah. Bagian tampak kebanyakan disesap, agak berkilau karena pantulan lampu. Namun Apo tampak tak peduli lagi. Dia puk-puk bokong Katty yang berpopok, kadang juga membelai rambut Katty yang terhiasi bando.

"Sssh, shhh," bisik Apo. "Ayo tidur lagi, Sayang. Ssshh."

Katty tetap merengek, meskipun sudah menyedot. "Nnghh, nnggh."

"Ssshh, hmm ... hmm, hmm," gumam Apo mulai menyanyikan lagu. "Twinkle, twinkle little star. How I wonder what you are."

Mile terpana akan pemandangan itu, sebagian besar dari dirinya takjub dengan perubahan Apo. Si manis ternyata sudah bisa menjalani perannya sebagai ibu, padahal kalau melihat masa lalu, Apo bukanlah tipe yang bisa diandalkan. Senyum bocahnya masih tergambar di mata Mile, sebagaimana rengekannya yang manja Apo hanya punya tangan ringkih untuk memegang bayinya. "Wah," batinnya. Mata Mile sulit teralih dari Apo bagaimana pun Sammy mengoceh, dia menatap Sammy bangga, tapi lebih bangga lagi ke Apo. Lelaki itu menaikkan selimut mereka ke bahu. Dia meninggalkan kecupan di bibir sebelum keluar.

"Mmhh, nngh," oceh Sammy.

"Kita berdua keluar saja, Sayang. Wkwk, ternyata berisik," kata Mile. Dia melipir pergi bersama Sammy yang bersandar pada bahunya. Baby itu terus meneteskan saliva bening, yang aromanya tetaplah bayi. Mile meminta tisu babysitter untuk dibawa kemana-mana, lalu mengusapi bibir Sammy setiap mau cemong lagi. "Hmm, tapi begini kenapa ya? Apa ada yang salah?" curhatnya.

Si babysitter malah terkikik usai mengulurkan tisu. "Bukan dong Tuan Mile. Normal ituuu," katanya. "Kan usia ini memang belajar mengunyah. Nanti akan sembuh sendiri kok. Xixixi."

"Hooo," desah Mile sambil mendudukkan Sammy di pangkuannya a. "Baguslah kalau begitu. Kupikir ada masalah. Hmmh. Kucilnya Daddy ...." Diciumnya ubun-ubun itu hingga aroma Mile ikut bercampur bedak dan minyak telon. "Tapi dia sudah pernah imunisasi kan selama kutinggal koma?"

"Oh, tentu sudah. Sebanyak 4 kali, malah. Pas baru lahir, 2 bulan, 3, bulan, dan 4 bulan--ugh, tenang. Nyonya Nee semua yang mendampingi," jelas si babysitter. "Memang kenapa, Tuan?"

Raut wajah Mile tampak kecewa. "Apa ya, ha ha ha. Cuma ingin merasakan sensasi mengantar?" katanya sambil tersenyum. ".... mungkin nanti pas Katty imunisasi terakhir. Untung dia masih 3 bulan, ya Tuhan. Aku dan Apo punya kesempatan sekali lagi. Ha ha ha ...." Lelaki itu membenamkan wajahnya ke tengkuk Sammy untuk menyembunyikan raut terjeleknya. "Daddy minta maaf ya, kucil ... kau pokoknya anak Daddy yang paling hebat."

Si babysitter berkaca-kaca, tapi lebih kepada terharu. "Kalian berdua hebat kok, xixi. Terima kasih mau bertahan, Tuan Mile. Saya lihat Tuan Natta membaik setelah Anda bangun."

"Hmm ...."

Sesampainya di Santorini, Yunani. Benar saja cuaca di sana cukup panas hingga Mile dan Apo menggunakan sunscreen ulang. Sebab Bangkok cuma 30 derajat celcius, tapi Santorini mencapai angka 33 atau 34. Perubahan itu membuat Mile sigap memakaikan helm ke Apo. Si manis malah bingung sendiri baru turun diajak motoran.

"Eh? Phiiii, kok begini? Tidak jalan bareng saja kah?" tanya Apo, yang tadi sibuk memandangi kubah-kubah biru gereja. Keindahan Santorini memang sayang dilewatkan, bentuk susunan rumah Greece di sana sangat unik karena bertempat di pegunungan. Warna biru dan putih mendominasi bangunan. Semuanya menyatu dengan betapa anggun air laut dan pepohonan hijau di antara susunan pemukiman warga.

"No, no, no. Nanti kau capek," kata Mile, yang baru menyuruh para babysitter, Ta, dan bodyguard masuk ke mobil. Mereka diperintah menjaga Sammy dan Katty karena Mile memang ingin menghabiskan waktu dengan Apo saja untuk sesi jalan-jalan. "Mungkin sudah sembuh, tapi kan gips-nya belum dilepas, Po. Tidak mau ah. Sayangku sudah sampai sini tanpa menunggu jadwal dokter dulu. Aku ingin dia aman sampai waktunya tiba."

Apo pun mendongak selama helm-nya dikunci gesper kecil. "Oke, Phi."

"Pegangan yang erat ya nanti, peluk perutku," kata Mile sembari memasang helm-nya sendiri. "Enak begini biar kita bisa melihat pemandangan lebih cepat. Sayang kalau sampai sore waktunya tak dimanfaatkan."

Apo segera naik ke boncengan Mile hati-hati. Mile memegangi tangannya selagi berusaha memperbaiki posisi. Mesin motor tidak dinyalakan Mile hingga yakin Apo melingkari perutnya secara kokoh. Lelaki itu membenahi jemari Apo yang dihiasi cincin pernikahan.

"Sudah belum?"

"B-Belum, Phi. Tidak enak kalau begini," kata Apo. "Boleh ke belakang sedikit? Rasanya pegal karena tidurku tadi keliru posenya."

"Oke. Kutunggu."

Mile mengomando Newyear untuk janjian rute kelilingnya saja. Lewat GPS mereka menyetarakan tujuan, yakni restoran di ujung St. Axle. Namun dia sebenarnya punya tujuan yang lain, mungkin harus berputar-putar dulu sebelum sampai ke sana.

"Berarti kami juga boleh main, Tuan?" tanya Newyear lewat jendela mobil. Sopir itu menghentikan mesin tepat di sebelah motor Mile. Rautnya tampak antusias karena jarang-jarang Mile fleksibel.

"Iya, terserah. Yang penting ketemu di restonya sekitar pukul 5 sore. Aku dan Apo juga ingin melihat-lihat. Kalian pergilah."

"Ahhh! Baik!" seru Newyear sambil tersenyum lebar. "Terima kasih, Tuan! Kami pergi dulu kalau begitu!"

"Hm, hati-hati," kata Mile. "Ingat kalian membawa bayi-bayiku."

"Siap!"

Malu-malu Apo mulai menyandarkan pipinya ke punggung Mile. Tempat itu nyaman karena kurvanya bidang nan lebar sekali. Bahu sang suami rasanya tak pernah terasa sehangat ini. Si manis meremas kesepuluh jemarinya agar mengerat dan kokoh.

"Sudah, Sayang?" tanya Mile sekali lagi.

"Mm."

Lewat spion mereka bertatapan sekilas.

"Phi jalan oke?" Mile mengkopling motornya dan mulai melaju pelan.

"Umn."

"Seperti yang kau lihat di sini orang-orang memakai sewaan Scoopy, tapi aku tak nyaman karena pas muda suka memakai motor yang gede, wkwk," oceh Mile, mulai ketularan aktifnya Sammy dan Katty. "So, kalau capek nanti bilang saja sama Phi hm? Kita bisa berhenti dan melihat-lihat bangunan, tak harus langsung kok."

"Iya, Phi."

Mile meremas jemari Apo di perutnya sekilas. "Aku jadi ingat waktu kau kugendong pertama kali ...."

Deruman motor itu makin terdengar cepat. Mile dan Apo menikmati angin segar dari laut, meskipun teriknya begitu panas. Sebagai pasangan suami-istri, ada detak jantung yang seirama selagi mereka mengombak arus di jalan raya. Horizon pantai dan kapal layar membuat Apo ingin menceburkan diri ke dalam sana.

"Phi," kata Apo tiba-tiba.

"Hm?" sahut Mile dari depan.

"Terima kasih sudah jadi suamiku, ya."

Perkataan Apo membuat Mile terdiam.

"Aku senang waktu itu akhirnya memilih Phi Mile."