KITTY PO 67

Ada beberapa hal yang Mile pikirkan setelah mendengar pernyataan Apo. Pertama, senang. Kedua, overthinking. Kenapa harus pakai kosa kata "pilih?", Po? Apa kau sebelumnya pernah cinta (atau setidaknya) tertarik ke seseorang? Mile tak pernah bertanya secara detail. Jika dilihat umur Apo ketika mereka bertemu, sebetulnya wajar bila si manis kesengsem sekali, dua kali dengan temannya. Namun, membahas orang ketiga pas liburan begini bukanlah momen yang tepat. Mile akhirnya menyimpan perasaan itu untuknya sendiri, dia terus menyetir, dalam hati menyimpan bangga sambil meyakinkan diri, bahwa siapa pun orang yang pernah Apo sukai, Mile tetaplah pemenangnya. Mereka bukanlah suami yang menikahi Apo Nattawin.

Sepanjang trail pinggir kawah Santorini, Mile menggandeng Apo menyusuri bangunan-bangunan gereja itu secara langsung. Mereka istirahat sejenak dan terus berjalan ke arah utara. Motor dibiarkan parkir pada tepi pembatas gedung yang tinggi. Toko-toko tampak berjejer acak di sisi jalan yang dihiasi batu bata. Mile membeli dua topi koboy dari sana agar mereka terhindar dari panas yang menyengat.

Sesampainya di Firostefani, pasangan itu menemukan gereja Saint Theodorus Thira yang tinggi. Agak beda dengan gereja yang lain, bangunan itu dihiasi warna cream diantara biru dan putih yang mendominasi. Pagarnya merah. Bagian atapnya cukup soft, dengan fasad sentuhan artistik ala istana. Mile pun dipotret Apo beberapa kali di sana, sebagai balasan lelaki itu melakukan hal yang sama. Mereka mengambil momen bersama seolah belum memiliki buntut dua. Garis pantai menjadi makin ikonik karena keduanya memamerkan cincin resmi ke kamera, lupakan Sammy dan Katty dulu untuk berciuman mesra.

Sebagai pecinta wine, Mile cukup penasaran dengan buatan lokal ala Santorini. Tempatnya marak seperti kafe, dengan merk-merk produk botolan yang belum pernah Mile tahu. Benda itu berjejer rapi di rak-rak kayu yang dilengkapi buku dokumentasi. Judulnya adalah "The Wine of Santorini", Mile membeli satu untuk Apo bawa, isinya berbahasa inggris. Sebetulnya komunikasi di sana cukup sulit, Mile dan Apo sering memakai google translate saat berbelanja sesuatu. Mereka menunjukkan layar ponsel, karena Ta, si penerjemah dibawa di mobil. Untuk penduduk Yunani rata-rata santai dan hanya berlalu untuk melihat-lihat.

Sekali baca Mile mendapat informasi keunikan anggur Santorini ditanam langsung dalam tanah vulkaniknya. Yang berjudul "Guvalas Praoh" dipesan Mile dengan warna merah dan kuning. Sambil nyengir-nyengir si manis pun menyesap wine Praoh-nya tanpa menghabiskan. Kata Apo, "Enak, Phi." sambil senyum hingga lesung Pipitnya terlihat.

"Serius enak?"

"Umn."

"Di sini tertulis ada dua versi, Po. Alkohol tinggi dan rendah," kata Mile sambil menggoyangkan gelasnya. "Mau ya, kubelikan versi rendah untukmu di rumah?"

"Eh? Tapi aku masih menyusui."

"Tapi kau suka, kan? Aman kok disimpan sampai Sammy dan Katty disapih."

Apo berpikir sambil menyesap wine kuningnya. Remaja itu tampak harap-harap cemas, lalu mengangguk dengan rona merah yang muncul. "Terima kasih ...." katanya. "Ugh, tadi maunya memang minta tapi tidak berani."

"Ha ha ha, takut kumarahi ya?" tawa Mile. "Tenang. Kau kan sudah cukup umur, Sayang. Yang penting minumnya di saat yang tepat."

"Umn."

Mood Apo pun baikan karena keinginannya menikmati anggur terpenuhi. Padahal jika ingat kejadian dirinya minum di tengah stress lalu kabur keluar rumah, gudang wine pun dikunci dan house-bar dikosongkan secara total. Songkit dan Nee tak mau kejadian yang sama terulang, tapi dengan Mile si manis selalu menjadi diri sendiri. Remaja itu dapat oleh-oleh pierching telinga yang versi panjang, pada bagian kiri langsung dipakai dua-duanya untuk sampel pertama.

"Cantik."

Mile merangkuk Apo dan mengecup keningnya sekilas.

"Ihh, Phi. Malu ada banyak orang ...."

Apo menggebuk bahunya tanpa rencana.

"Biarkan, mereka kan tak kenal kita."

Mile mengulangi kecupannya sekali lagi.

"Mmhh."

Bibir remaja itu dikejar, pada ujung Kota Oia, Santorini keduanya berdiri di sisi motor bersebelahan. Tempat itu adalah spot yang paling terkenal dengan sunset-nya. Mile dan Apo tak keberatan berjubel-jubel saat berjalan menuju ke tepi tebing pada jalan setapak yang kecil. Tempatnya landai dan makin menurun lewat tangga pendek. Di sana ada kincir angin raksasa yang menjadi tonggak arah arus.

"Keren Phi ...."

Apo mendongak ke langit yang birunya menyatu dengan teritori Greece. Dia memotret pohon-pohon plum super tinggi, yang angin kencangnya menerpa daun hingga mengombak begitu ribut. Hal-hal seperti ini susah Apo temui di Thailand. Santorini adalah tempat yang hawanya sejuk meskipun panasnya tak ampun.

Matahari bergerak ke ufuk barat tak lama kemudian, bentuk bulatnya sangat tegas begitu pun cahaya lembut yang menyirami seluruh kota. Gradasi gelap terang membuat Apo sulit melupakan negara ini. Yunani akan menempati kotak khusus dalam hatinya saat pulang nanti.

"Akan sempurna kalau di tempat ini aku bilang, aku mencintaimu," kekeh Mile.

"Eh?"

"Seperti di film-film. Ha ha ha. Tak apalah dramatis sedikit." Mile menarik pinggang Apo dekat sambil menatap wajahnya gantian. "Sekali-kali bagus juga berlakon seperti tokoh utama yang serasi, ya kan?"

Apo nyengir sambil menggosok hidungnya. "Kalau begitu aku juga cinta Phi Mile, xixixi."

"Good."

"Tapi jangan lupa sama Sammy-Katty. Aku juga cinta ke mereka lho Phi. Ini bukan cuma tentang Phi Mile."

"Hisssh, dasar Po!"

"Ha ha ha!"

"Kau diajak romantis mulai susah ya sekarang?"

"Ha ha ha ha ha!"

Keduanya pun bercanda di tengah hiruk pikuk orang yang berkumpul 3 jam sebelum sunset. Mereka berlomba mencari spot foto terbaik agar tak direbut yang lain. Oia rupanya merupakan definisi primadona yang sesungguhnya. Mile dan Apo tak mau kalah, walau harus mengantri pasangan yang lain. Mungkin setelah ini daftar pajangan foto bertambah di rumah, namun karena tak puas dengan hasilnya Mile memutuskan untuk bermalam di sini juga.

"Haa, tapi ini sudah bagus loh Phi? Serius mau menyewa hotel di tepi tebing?"

"Yups, yang balkonnya langsung menghadap sunset. Biar besok bisa mengulangi hasil fotonya, Sayang. Harus bagus, kan kita tak ke sini lagi entah sampai kapan. Mumpung bisa loh. Kebersamaan adalah harga yang mahal," kata Mile.

Apo pun mengangguk, walau sayang melihat cost hotel yang dipilih Mile. Pasalnya bisa menghabiskan €300-400 dalam semalam. Itu pun setelah dia marah "sedikit". Mulanya Mile mau menyewa yang €500. Batinnya, "Astaga, tidak dulu. Masak tidur saja bisa setara dengan 2 motor matic. Phi Mile ini kan sudah keterlaluan!" untungnya Mile menuruti kali ini.

Kalau boleh memaparkan, sebenarnya ada spot sunset lain, meskipun tak bisa melihat total, yakni wilayah Pyrgos yang tenang. Di tempat itu Mile dan Apo bisa menikmati me-time versi asli. Tak banyak orang datang, tapi justru Apo lebih mudah dipeluk di sana. Si manis berhenti malu-malu dan minta gendong depan yang spontan. Mile pun sigap menangkapnya untuk dibawa naik ke tempat yang lebih tinggi. Tak apalah telat sedikit. Biarkan Newyear dan rombongannya sampai dulu St. Axel. Datang nanti tinggal makan pesanan dinner, setelah mukbang bibir di atas ambal batu Pyrgos elegan.

"Ahhh, mmhh," desah Apo, yang tak bisa kemana-mana. Dari ambal dia dipindah agar duduk di atas jok motor Mile. Remaja itu tak menyangka kancing bajunya akan dilepas tiga agar Mile bisa menyesap bahunya--maksud Apo, di tempat seperti ini. Lehernya pun tak luput dari gigitan gemas Mile. Makin ke bawah putingnya pun ikutan dijajah lidah. "Ahhh, hnngh--ahh ...." Dia meremas rambut Mile karena ASI-nya disedot keluar. Malam yang mulai datang menyamarkan pemandangan, penduduk lokal nyaris tak ada yang berkeliaran karena (mungkin) tengah menyiapkan dinner masing-masing.

Pada waktu ini memang sepi orang. Di balik balok-balok dinding Santorini, Apo melayani birahi sang suami yang terbawa suasana. Hati-hati dia bersandar pada tembok putih dan mencakarnya perlahan. Apo bingung berpegangan kemana selain pada bahu Mile sendiri. Kakinya dibuat memeluk pinggang Mile cuupberat, selagi Mile menarik celananya ke stang motor. Hanya memakai saliva basah penis itu menerobos ke dalam bokongnya hingga bisa terlepaskan.

"Akh! Hhh, hhmmh ...."

"Sakit, ya?"

Apo menggeleng, tapi kemudian mengangguk juga. "U-Umn, ugh ... yang pegal punggung. Ingat tidak Phi, aku tadi salah tidur."

"Oh, tapi ini tidak kan?"

Apo menggeleng lagi sebelum dihentak dalam gerakan yang stabil. Mile tak memaksanya membuka diri lebih dari kemampuan. Bercinta di atas motor memang susah, tak sepertinya yang tinggal berdiri. Remaja itu berkeringat setelah menyelesaikan dua ronde yang singkat. Dia duduk sambil menjambak baju ke bagian paha ramping setelah reda. Apo tak mau selangkangannya terlihat lama-lama usai Mile menarik penisnya dari dalam. Bibirnya mencicit pelan karena sperma mengalir lembut ke jok motor. "P-Phi, jadi berantakan semua ...." katanya.

"Ya, tenang. Nanti kemejaku yang dipakai lapnya saja. Phi kan masih memakai kaos."

"Tapi dingin kan nanti di perjalanan?"

Sudah kau menurut saja. Mile ingin bilang begitu, tapi hanya mengulum senyum yang nakal. Melihat ekspresi menggemaskan Apo membuatnya sangat puas. Mile memasukkan penis kembali dalam celana. Restleting ditutup. Kancing jeans hitamnya dipasang. Lelaki itu membantu Apo turun agar kembali berpakaian lengkap.

"Ugh!"

"Hati-hati!"

Apa sempat terhuyung menabrak dada Mile karena kakinya melemas. Mike pun membiarkannya bersandar beberapa saat. Apo mengaku pandangannya sempat gelap karena darah rendah belum makan.

"Habis ini dinner kok, sabar ya?" kata Mile. "St. Axel kira-kira 15 menit dari Pyrgos."

"Umn," angguk Apo. "Aku nak makanan yang pedas-pedas," katanya mendadak timbul request.

Sampai restoran yang dijanjikan ternyata Newyear sudah makan. Mereka minta maaf karena sudah sangat kelaparan. Mile tidak memarahi, malahan langsung menyuruh reservasi hotel. Sammy dan Katty kompak tidur dalam pelukan babysitter-nya.

"Ayo, Po. Jangan lama-lama nanti darah rendahmu makin menjadi," ajak Mile sambil mengayun tangan. Dia memesan beberapa porsi daging untuk Apo. Si manis makan lahap, walau kepedesan dan sering minum.

Tumben, pikir Mile. Padahal Apo bukanlah pecinta pedas, tapi jika suka Mile akan membiarkan sang istri bereksplorasi. Toh taraf "pedas" Apo tak sebanding dengan dirinya. Hanya sambal sedikit, si manis sudah mendesis tidak karuan. Mile kira masih aman untuk perutnya yang mungil.

"Phi Mile, boleh tidak aku mengabari teman-teman dulu?" tanya Apo begitu sampai di hotel sewaan. Sehabis mandi remaja itu langsung mengodel ponsel dari dalam koper. Dia amat jarang membukanya sejak Sammy-Katty lahir.

"Hm, just do it. Phi juga mau telepon dengan Michele dan Anna," sahut Mile dari balik sekat kamar. "Ha ha ha! Mereka tak menyangka aku bangun dan liburan ke sini, Po!"

Si manis pun tertular tawa kecil.

Berondongan notifikasi masuk ke dalam benda gepeng itu. Betapa ributnya Masu dan Jeff akan postingan Stagram Mile membuat mereka ingin ke Yunani juga.

[Jeff: YA AMPUN! YA AMPUN! YA AMPUUUUN! POOOOOOOOO! Itu Santorini? Seriusan?! Gilasih keren banget! Aku tidak pernah kepikiran tempat itu kalau jalan-jalan. Palingan Jerman, Prancis, atau Italia. Tapi melihat foto-fotomu dengan Phi Mile kenapa keren sekaliiii?! Ayang suami aku ingin ke sana kalau sudah lahiran. LIHAT PERUTKU SEPERTI MONSTEEERRRR!! Aku mau holiday season jugaaaaa!]

[Jeff: -sending you a picture-]

[Jeff: Lihat cuma rebahan di kamar karena cuti semester. Ckck, bisa tidak sih ini bayi cepetan keluar? Aku rindu main sepertimu juga. Huhu]

[Jeff: Mual terus, Po. Sial. Jadi ini yang kau lalui dulu huh? Astagaaaaa mana Sammy dan Katty kembarrrr. Gak kebayaaaang]

[Jeff: Pantas kucari-cari di Sammycat's dulu tidak ada. Dibawa kabur suamimu terus]

[Jeff: Btw, jangan lupa baca chat-ku di atas ya Penting. Curhatanku yang panjang jangan diabaikan, atau kita putus saja! END!]

[Jeff: Apo, kangen .... kapan-kapan ajak main ya. Phi Jirayu pasti kasih izin kalau sama kau dan Masu. I mean, bertiga. Ya ya ya?]

[Jeff: Mau bunuh suami yang sering ngelarang, tapi kok sayang sih. Cari pengganti yang sama ganteng susah juga, Po. Asksksk. Jadi mellow begini hidupku]

Beres membalas Jeff, curhatan Masu ternyata tidak jauh beda. Sahabatnya itu mengirim 100 chat lebih selama mereka lost contact. Apo baca-baca isinya kurang lebih sekitar konflik hubungannya dengan Earth. Namun Apo bersyukur setelah perseteruan keluarga, yang tidak memperbolehkan Masu menikah muda akhirnya berjalan mulus. Earth berhasil mendapatkan hati kedua orangtua Masu dan sekarang sudah lamaran.

[Apo: Masu, maaf ya baru balas. Tapi askskskskks sumpah selamat ya untuk kalian berdua. Thank you juga tidak pernah sungkan chat aku walau susah dihubungi. Aku baca semua pesanmu kok. Punya Jeffy juga barusan kubalas. Ihhh, keren mau menikah dengan dosennya sendiri. Btw kapan Su? Aku harus persiapkan apa untuk resepsi kalian?]

[Masu: Akhirnyaaaaa bes-TAI-ku ini ingat punya hapeeee! Ah, santai aja lah. Sudah nebak kok kalau kau sibuknya minta ampun. Bayi kembar se-struggle itu ya, Po? Sial, semoga aku dan Pak Earth nanti tidak kembar tak masalah. Enak anak satu-satu tidak ribut mengurusnya. Haduh-haduh]

[Masu: Anyway, boleh telepon saja gak sih? Aku kok malas chat panjang lagi setelah curhat segitu banyaknya. Terlalu banyak yang mau kukatakan padamu, Po. Butuh konseling ke suhu yang sudah menikah muda. Sumpah Demi Tuhan aku campur aduk sudah dilamar begini. Ckckck, yang Om-om dan royal-royal saja memang menakutkan]

Apo pun tertawa kencang. Dia sampai tutup mulut agar si kembar tak bangun. Masu, Apo, dan Jeff pun video call sekalian malam itu. Mereka saling curhat gundah masing-masing, meski sudah memiliki kehidupan yang terpisah. Istilah low maintenance tak pernah senyata ini, mungkin saat sekolah itu hanyalah sebuah materi. Namun begitu memasuki dunia dewasa, ketiganya benar-benar menjalani hal serupa. Tidak ada lagi kecemburuan sosial berarti yang kurang dewasa. Maksud Apo, seperti teman A lebih dekat dengan teman B, atau teman B lebih dekat dengan teman A. Bisa berkabar seperti ini pun sebuah keberkahan yang besar dalam hidup mereka.

"Ha ha ha! Benarkah? Cocok itu, Su! Mama dan Pak Earth-mu sekarang menjadi bestie dong! Bagus-bagus! Calon suamimu gigih sekali!" kata Jeff.

Mereka pun membahas sembarang topik yang menyumpal dalam dada. Sampai ditegur pasangan masing-masing, ketiganya baru menyudahi obrolan tersebut.

"Sampai jumpa lagi, Apo! Jeff!" kata Masu sambil melambaikan tangan di rumah barunya.

"Sampai juga juga, Apo, Su ...." sahut Jeff.

"Sampai juga kalian berdua. Selamat malam dan mimpi indah ...." jawab Apo sambil tersenyum.

Thailand lebih larut karena 4 jam lebih cepat daripada Yunani, di sana sudah 12 lebih padahal Santorini baru jam 8. Mile pun merangkul bahu Apo demi ikut mengintip layar ponselnya. Sang suami tampak senang melihat wajah ceria Apo.

"Sekarang kita yang tidur?"

"Eh? Langsung?"

"Why not? Besok kan masih jalan-jalan lagi. Biar fresh," kata Mile. "Ingat sunset Oia, Rodes, Naxos dan lain-lain masih menunggu. Kita harus sehat sampai pulang nanti, hm?"

"Oke, Phi."

"Biar Phi simpan hapenya dulu. Ayo."

Apo pun memberikan ponsel, meski masih ingin main game. Rasanya lama sekali tidak push-rank atau mendengar lagu-lagu K-pop terfavorit. Dia kangen, tapi Mile pasti lebih kangen. Apo pikir kegiatan-kegiatan itu masih bisa dilakukan jika Mile aktif kerja nanti.