Bukan Porche, tetapi Kinn lah yang menggila karena peristiwa itu.
CRAK!
"MUNDUR, BRENGSEK!" teriak Kinn. Refleks lelaki itu mengeluarkan pistol dari saku jas dan menodongkannya kepada Jom. Ujung jemarinya pun termor sangat hebat. Dia siap menarik pelatuk itu kapan saja bila tak melihat Porche ambruk sembari terbatuk darah.
BRUGH!
"PORCHE!"
Tem dan Ai pun ribut mendatangi Porche segera. Satu merobek kemeja demi menahan pendarahan hebat di hidung, satu lagi berlarian panik mencari bantuan.
"Hmph, itu belum seberapa," cibir Jom dengan wajah penuh kekecewaan. "Aku harusnya memukul dia lebih keras lagi."
Kinn pun menarik ujung pelatuknya sekali. "Kubilang keluar atau kubolongi kepalamu itu--"
"APA KAU TIDAK MELIHAT WAJAHKU, HAH?!" bentak Jom tanpa rasa takut di wajah. Dia justru maju, lantas menjambak lengan kemeja Kinn untuk mengarahkan ujung pistol itu keningnya. "DIA SUDAH MENGHANCURKAN KARIRKU, KEPARAT! DIA MEMBUATKU KEHILANGAN PELUANG! KALAU MENURUTMU KITA TIDAK SEPADAN, OKE! TEMBAK AKU! TEMBAK SAJA SEKARANG!"
Rahang Kinn pun mengeras. Dia bisa saja menghabisi Jom di tempat, tetapi Porche mungkin akan membencinya. Bagaimana pun, lima menit lalu sang kekasih tampak sangat bergembira. Dia mungkin lupa atau tidak sadar, tetapi bertemu Jom merupakan salah satu alasan terkuat untuk mendorongnya ke tempat ini.
Sskkh!!
"Minggir kau," kata Kinn. Dia mengalihkan pistol ke dada Jom, lalu mendorong mundur lelaki itu kasar. "Sebelum kesabaranku habis ...."
Kinn pun menelpon Big segera, tanpa melepaskan tatapannya pada Jom di tempat itu. Padahal Big terdengar begitu tergesa-gesa. Sepertinya dia baru menemani Porchay main basket di seberang sana, tetapi bodyguard itu segera datang untuk membantu.
"LACAK POSISIKU DAN CEPAT DATANG!" bentak Kinn. "BAWA AMBULANS JUGA KEMARI! AKU TIDAK MAU TAHU!"
"Baik!!" sahut Big. Namun, baru saja Kinn menutup telepon, terdengar suara banyak langkah kaki dari lantai atas. Dia pun menoleh, dan melebarkan mata melihat wajah-wajah yang rasanya tak mungkin muncul di tempat ini.
"Oh, hey, dude. I hear unpleasant noises in this place," kata pria Sisilia berama Mossimo itu. Dia merupakan pemimpin gangster besar, dan Kinn pernah menemuinya dalam kerja sama bisnis di masa lalu. (1)
((1) Oh, hei, Bung. Aku mendengar suara-suara mengganggu dari tempat ini))
Tapi itu saat ayahnya masih jadi kepala keluarga! Kinn saja canggung menghadapinya versi remaja, apalagi sekarang?
Kinn tidak tahu Massimo semakin kekar dengan banyak tato tambahan di tubuhnya.
"Oh hey. I didn't know there was a crowd down here either," sahut wanita di sebelah Mossimo. Dia pasti Laura! Tunangan Mossimo yang dulunya pernah menghina tinggi badan Kinn, tetapi melihat bagaimana mereka sekarang, pasti sudah berstatus sebagai suami istri. "I thought we rented this place, Baby.
So why is there still chaos?" (2)
((2 Kupikir kita sudah menyewa tempat ini, Sayang. Jadi, kenapa masih ada keributan juga?))
Kinn pun memilih mengabaikan mereka. Dia tahu mungkin itu agak kurang sopan, tetapi mereka mungkin sudah melupakannya. Toh dirinya versi 17 tahun masih begitu kecil.
Cukup pedulikan Porche saja!
"Hei, Porche. Kau berdarah. Bisa tunggu sebentar lagi?" tanya Kinn. Dia menambahkan robekan kemejanya untuk menggantikan yang sudah basah.
Porche justru duduk dan menampik tangannya. "Sudah cukup, aku baik-baik saja," katanya. "Ahh ... mungkin hanya sedikit patah. Kau tak perlu terlalu khawatir ...."
Kinn pun tetap membantu Porche berdiri, meski sang kekasih enggan dipeluk di pinggang saat ada orang ramai. "Tenang saja, Big dalam perjalanan sekarang."
Porche sempat merasa pusing, tetapi dia juga menyadari ada di tengah posisi sulit. Sambil memegangi hidung, dia bingung memperhatikan Jom yang masih kesal padanya, atau dua orang asing dengan aura kuat mereka.
"Mereka itu siapa, Kinn?" tanya Porche.
Kinn justru tidak menjawab pertanyaan Porche. "Duduk dulu saja, Porche. Duduk dulu," katanya. "Jangan menundukkan kepalamu."
"Argh, dasar memang menyebalkan," keluh Jom. Dia sepertinya belum puas, tetapi kemudian menghampiri Laura dan Mossimo. Mereka bertiga bicara dalam bahasa Polandia, yang tentunya tak bisa Porche mengerti. Hanya beberapa detik, kemudian berlalu masuk kembali.
"Ugh, Jackass ...." cibir Laura sebelum masuk mengikuti langkah suaminya.
Porche bersumpah wanita itu sempat meliriknya jijik sepersekon detik, tetapi dia tidak dalam kondisi bisa bicara banyak.
Porche pun menuruti Kinn khusus malam itu. Dia ikut pulang lebih cepat, padahal berniat ingin bicara lebih banyak dengan teman-temannya. Hal yang tadinya dia harap akan merasakan rumah kembali, tetapi di sisi Kinn, kini lebih nyaman daripada apapun.
"Sungguh, kau ini berlebihan, Kinn," kata Porche. Dia bahkan dibaringkan di dalam ambulans, padahal merasa hanya mimisan. Dokter keluarga Theerapanyakul juga bergerak cepat. Sesepele apapun lukanya, mereka tahu harus mengurus Porche sebaik-baiknya.
"Sudah, diam," kata Kinn. Dia memelototi Porche, lalu dokter-dokter itu. "Akan kucek lagi kondisimu nanti di rumah. Dan kalian, segera laporkan kejanggalan apapun."
"Baik."
"Big akan mengawasi kendaraan ini dari belakang," kata Kinn. Lalu mengecup punggung tangan Porche sepenuh hati. "Aku janji akan pulang cepat setelah mengurus hal ini."
"Apa?" kaget Porche. "Tunggu, Kinn? Kupikir kau ikut pulang denganku?"
Kinn malah memberikan senyum tipis. "Hm, nanti. Sekarang aku harus menemui beberapa teman dulu."
"Teman?" Otak Porche berputar secepat mungkin. "Apa maksudmu itu mereka tadi?"
"Akan kuceritakan padamu lain kali," kata Kinn. "Sana."
Porche pun tampak begitu bingung. Dia ingin protes lebih banyak, tetapi tidak lagi setelah Kinn melumat bibirnya beberapa kali di tempat itu.
Masa bodoh dengan dokter-dokter! Kinn pasti membolongi kepala merek kalau berani membicarakan hal ini di belakang nanti.
"Umnnh ... mnnh ...." Diantara lenguhanya, Porche meremas lengan Kinn karena kesulitan bernapas.
Percayalah, rasanya sulit sekali saat hidungmu pengar dan masih ngilu harus beradu dengan hidung lain, padahal baru kena pukulan keras.
"Cukup, Kinn! Sakit ...."
Seolah mendengar suara hati Porche, Kinn pun tertawa kecil dan melepaskan sang kekasih. "Baik, oke," katanya. "Jadilah anak baik sekarang. Aku yakin kau paham ini bukan untuk melarangmu, atau menganggapmu lemah."
"Ha ha, hmm ...."
"Jangan membuatku lebih khawatir, Porche ...." Kinn pun mengakhiri ciumannya dengan kecupan kening sebelum pergi. "Dan kau harus sudah tidur saat aku pulang nanti."
Bersambung ....
Kalian nonton film "365 days?" Mossimo x Laura adalah pasangan gangster dari Sisilia. Filmnya berbahasa Polandia, Italia, dan Inggris. Menurutku, vibe-nya mirip dengan Kinnporche, cuman beda negara + genre kapal aja. Dan aku nonton ini sebelum Kinnporche. Tapi, bahkan saat baru dapat 1 episode, ide untuk bikin fanfic "Kinnporche crossover 365 days" udah muncul di kepala. Sekarang biarkan aku berimajinasi dan membuat khayalanku menjadi nyata.