Perlahan, Porsche pun balas merengkuh bahu kokoh Kinn dengan kedua lengannya. "Kau ... itu adalah punyaku," katanya. "Hanya punyaku, Kinn. Jadi, ajari aku untuk tidak peduli apapun."
"Hmm, iya," kata Kinn. Pria itu tersenyum tipis mendengar kejujuran Porsche. "Aku memang punyamu."
Pelukan Porsche perlahan semakin erat. "Tapi aku belum bisa melakukannya."
"Maksudmu merasa pantas?"
"...." Porsche tak mau menjawab. Dia memejamkan mata dan hanya menikmati aroma parfum mahal dari leher sang kekasih.
"Baik, ini bukan saatnya bicara," batin Kinn. Dia tak mau berpikir panjang. Setelah menelanjangi diri sendiri, Kinn kembali memeluk Porche dan mencium bibirnya perlahan ... di awal.
Satu kecupan. Dua kecupan. Kinn tahu Porche sudah tidak sabar dengan napas yang seberisik itu.
"Kinn ... Kinn ...." rintih Porche sembari memeluk Kinn erat.
Padahal, Kinn tak akan pernah pergi darinya.
"Oke, pegangan," kata Kinn. Dia balas memeluk Porche, mendorongnya duduk nyaman ke sofa, lalu membuka kakinya selebar mungkin.
Kinn ....
"...."
Biasanya, Porche akan melakukan sesuatu untuk menggodanya, kali ini tidak samasekali. Lelaki itu terlihat lelah, dan membiarkan Kinn mendorong lututnya hingga rata ke dada.
Ah, shit. Pemandangan ini seksi sekali! Lihat lubang Porche yang mungil, kemerahan, dan kering di bawah sana!
Kinn jadi ingin meninju dinding, lebih-lebih kalau Porche menjambak rambutnya tidak sabaran.
SSAKKHH!
BRUGH!
"Cepat--ahhh ...." desah Porche. Dia membuat wajah Kinn terjembab, mengulum penisnya paksa, tetapi Kinn tidak kaget.
Kinn sendiri terpikirkan melakukan ini sejak lama, tapi baru terlaksana sekarang. Dia pun memeluk pinggul kecil Porche sambil menguleni penis sang kekasih dengan lidah.
"Nikmat, Kinn. Ini nikmat sekali ..." batin Porche dengan pikiran di awang-awang.
Benda keras itu sebenarnya tidak kecil, tetapi Kinn cukup puas bisa mengulumnya dalam rongga hangatnya.
Dengan lidah yang memutar, Kinn menjilat dari ujung hingga pangkal lubang Porche, lalu menekan dengan gigi-gigi--
Sumpah! Porche makin gila di setiap detiknya.
"Ahhh ... hhaaahh ... umnhh ...." Rintihan Porche mungkin bukan jenis yang berisik, tetapi seberapa kuat dia gemetar dan menahan diri, Kinn pun tahu seberapa lelaki itu menikmatinya.
PLAKH! PLAKH!
"Ugh, Kinn ...."
Selain ditampari di bokong, Porche ternyata suka digigit-gigit di sekitar selangkangannya. Semakin Kinn menandai kawasan itu dengan merah-merah, jambakan Porche pun makin kasar.
SSSAKKHH!!
"Lagi ..." pinta Porche. Kuku-kuku jari lelaki itu bahkan mencabut beberapa helai rambutnya. "Lagi ... ahk--ahhh ... Kinn ... umghh ....."
Perih atau nikmat, semuanya kabur menjadi satu. Porche tidak membiarkan Kinn berhenti sebentar pun, tetapi itu tetap tidak cukup.
"Fuck ... fuck ... Ahhh ...."
Porche mengocok penisnya sendiri sembari Kinn merogoh lubangnya dengan beberapa jari. Pria itu melonggarkan lubang sembari mengulum puting-putingnya. Dari kanan ke kiri. Dari kiri ke kanan lagi.
"Oke, cukup. Sekarang berbaliklah ke sana," kata Kinn. "Aku akan membuatmu gila malam ini."
Porche tidak menunggu kata-kata Kinn sampai selesai. Dia langsung menuruti pria itu dan berlutut sembari memeluk punggung sofa.
Ah, syurga.
Saat Kinn memasukkan penis gigangis itu ke dalam tubuhnya, Porche merasa terbang ke langit sekalipun terpejam dan tak bersayap. Dia candu sekali dengan aroma parfum bercampur rokok dari tubuh sang mafia.
Alkohol yang ditenggaknya di bar, juga keringat mereka selama persenggamaan. Semua menguar ke langit-langit ruangan.
Plak! Plak! Plak! Plak!
"Ah! Ahh! Ah! Ahh--mnn ...."
Kinn tidak membiarkannya mendesah lagi. Sambil memeluk perutnya yang rata, jemari pria itu meremas bentukan otot-ototnya di sana sambil mencium tanpa kendali.
Setiap saliva yang mengalir karena nikmat, Kinn mengesapnya tanpa ragu bagai madu hangat dari sarangnya. Dan setelah menggempur bagian dalamnya beberapa puluh kali, pria itu menyemburkan spermanya ke dalam tanpa ragu.
"Kau punyaku, Kinn. Punyaku ...." batin Porche dengan kedua mata yang panas. Dia bangga, tetapi juga ingin menangis meskipun tidak bisa melakukannya.
Oh, persetan dengan kondom atau seberapa berantakan di bawah sana, tiap kali Porche merasakan cairan kental menetes-netes di betis kaki mereka, penisnya malah semakin keras.
Percayalah, ejakulasi sekali hanyalah permulaan malam panas itu.
Brakhh!
Puas bersenggama dari belakang, Kinn melempar tubuhnya ke atas meja kayu kali ini. Dia tidak menunggu lama-lama untuk membuat Porche bernapas, atau membiarkan cairannya meluber dari lubang ketat kekasihnya.
"UGH!"
PLAKH!
Sekali dorong, lagi-lagi Kinn kembali memenuhi Porche yang sudah tidak sadar dunia. Kedua mata Porche menggelap, napasnya begitu panas, dan Kinn tiba-tiba membisikkan sesuatu di telinganya.
"Aku jadi kepikiran ingin menghamilimu," kata Kinn dengan dengusan yang jahil.
"Huh? Uh ...." sahut Porche sambil mengeratkan pelukannya di leher sang kekasih. Meskipun begitu, susah sekali pegangan. Tiap dia berusaha, justru semakin licin saja.
"Tidak pernah dengar istilah lelaki Omega?" kata Kinn sembari membuat jarak. Dia menatap wajah lelah Porche dengan seringai tipis, lalu mengecup bibirnya pelan. "Itu adalah tipe yang bisa hamil. Fiksi, memang. Tapi mendadak aku ingin membayangkanmu begitu."
"???" Kening Porche makin berkerut-kerut bingung, tetapi anehnya dia menanggapi Kinn sekena hati. "Kalau begitu buat saja denganku. Yang banyak ....."
"Ha ha ha .... shit," maki Kinn. Dia pun meremas pinggul Porche gemas. "Siapa yang dulu tak ingin bocil?"
"Bukan aku--hhnhh ...." Tiba-tiba Porche menggeliat risih. Dia menggaruk punggung Kinn dengan kuku-kukunya, seolah memberi tanda agar sang kekasih bergerak lebih cepat lagi. "Hmmhhh ...."
"Bukan kau, huh?" Kinn tertawa geli. "Baiklah aku ingin 12 anak, ha ha ha!"
Tentu saja itu candaan, tetapi Kinn senang melihat Porche tidak lagi benci membahas tentang anak-anak. Kalau tidak jalur surrogacy, tak masalah. Kinn takkan memaksakan Porche. Tapi, dia tetap ingin melihat lelaki ini menggandeng bocah, meskipun itu diambil dari panti asuhan.
Ah, pasti manis sekali.
Kinn jadi makin bersemangat untuk menghantam liang hangat Porche.
Semakin keras, semakin cepat.
Kinn mempertahankan posisi gerakan mereka, lalu mengangkat pinggul Porche agar masuk di tempat terdalam. Tiap hantaman, Porche pun semakin gemetar. Dari paha, tremornya turun hingga ke tungkai.
"Hrrmhh ... Porche ...."
Kinn bisa merasakan keringat dingin Porche bahkan hingga ke telapak kakinya. Pertanda kegugupan lelaki itu belum berakhir bahkan meski ini sudah klimaks kesekian kalinya.
"Aku mau ... kau, ciuman ... peluk ... hancurkan aku, Kinn!" pinta Porche, padahal semuanya sudah Kinn lakukan. Aneh, bukan?
Porche seperti tak ingin malam itu berakhir cepat. Lelaki itu mengapit pinggang Kinn makin erat dengan kakinya, padahal tempat ini sudah berantakan sekali.
Hei, apakah Porche punya kepribadian ganda? Mengapa terkadang dia seperti cheetah yang tak dapat diatur, tetapi juga bisa sehangat kucing?
Kinn jadi makin menyukai perubahan-perubahan itu.
"Oke, baik. Tapi jangan di sini."
Malam itu, entah dapat kekuatan darimana, Kinn bahkan bisa membawa tubuh telanjang Porche ke kamar meraka. Padahal dia sendiri sempat tidak yakin bisa mengangkat Porche karena massa tinggi dan berat mereka mirip. Namun, meski sudah mirip bayi koala, Porche tetap meliar. Gigi dan lidahnya terus menggigiti leher Kinn sepanjang jalan. Dan tiap Kinn menapaki anak tangga, dia hanya mengejan dengan gairah semurup api.
BRUGH!
"Kau sendiri yang memilih ini," kata Kinn. Begitu tubuh Porche terbanting ke ranjang, dia langsung menaiki bokong basah lelaki itu dan menyatukan pergelangan-pergelangannya ke dalam satu remasan. "Jadi, jangan menyesal saja kalau tidak bisa bangun besok pagi."
Bersambung ....
Masih kuat kalau eweannya satu bab lagi? Gw lagi mikir apa langsung ke bab berikutnya aja.
Btw, Jangan lupa langsung tidur kalau udah nonton KP!