Sangat disarankan baca bab ini sambil dengerin lagu "Maroon 5 - Animals" 😆 [Bahkan aku harap kalian download dulu kalau enggak punya lagunya 🤣 Rugi bagian ini dibaca doang tanpa lagu] Keseruannya akan disempurnakan dengan double up! Makasih udah setiaaaaaaaa!! ☝️
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Namamu Porche .....
Dan kuakui benar kata mereka:
menurutku kau memang "bukan" lelaki kuat, karena aku jauh lebih tangguh darimu.
Hanya saja, kekuatan bukanlah masalah. Aku bisa membimbingmu dari garis awal, Porche. Aku bisa memberitahumu tiap kekotoran dalam dunia yang keras ini, jika mau.
Tapi, kau pun harus menetap ada. Untukku. Karena kau memiliki hal yang selama ini tak ada pada diriku.
....
...
"Milikku. Milikku."
Bisa kau jadi milikku saja?
[Laura Biel]

"Laura! Laura!" teriak Porche begitu nyaring. Dia sendiri bingung mengapa sekarang cemas, padahal sangat membenci wanita ini. Dia dudukkan Laura perlahan, lalu mendekapnya di dada. Namun, kondisi Laura tetap menurun drastis. Wanita itu muntah darah di tangannya, sekarat, dan dua lubang di perutnya juga merembeskan darah lain.
"Penawarnya ... Porche ... ambil ... di--uhuk-uhuk! Uhookh!"
Lagi-lagi, Laura terus mencoba meracaukan sesuatu. Sayang kali ini titik sadarnya sungguhan hilang. Dia pingsan, tapi Porche yakin Laura bertahan meski napasnya mulai terputus-putus.
Tidak bisa! Tidak mungkin! Kau tidak boleh mati sekarang!
Tak tahan lagi, Porche pun segera menggendong wanita itu pergi. Dia bahkan berani meneriaki para bodyguard Laura yang baru menyerbu dengan salah paham, lalu memasukkan tubuhnya ke salah satu mobil patroli mereka.
"MOVE! MOVE! SHE COULD DIE IF YOU'RE TOO LATE!" (*)
(*) Inggris: "Cepat bergerak! Dia bisa mati jika kalian terlambat!"

BRRRRRRRMMMMM!!!
Porche bahkan harus menodong kepala si sopir dengan pistolnya, hingga mereka paham dirinya bukanlah musuh sekarang. "C'MON! FASTER! MOVE! MOVE! MOVE!" bentaknya tak habis-habis. "QUICKLY TO THE HOSPITAL!" (*)
(*) Inggris: "Ayolah, lebih cepat! Bergerak! Secepat mungkin pergi ke rumah sakit!"
Meskipun begitu, tentu saja tidak semua orang paham posisinya saat ini. Sebab dalam kondisi memeluk Laura yang terbujur pingsan, Porche bersisipan dengan mobil Mossimo yang baru keluar gerbang.

Shit! Kaca jendelanya terbuka!
"KAUUUU!"
Refleks, Mossimo pun turun demi menembakinya dari balik pintu mobil.
DOR!! DORRR!! DORRR!!
"Berhentiii! Kalian hentikan mobil hitam di depan!!" teriak Mossimo ke para bawahannya melalui earpiece.
Arrrgh! Mungkin Mossimo berpikir Porche lah yang melukai istrinya, bahkan menculik wanita itu demi tujuannya.
"FUCK! FUCK!" maki Porche sepanjang jalan. Dia pun merunduk tiap kali berondongan peluru pasukan Mossimo menyerbunya dari belakang mobil.
Mereka kejar-kejaran di jalanan kota, sementara Porche terus mengecek napas Laura. Sinting! Porche akui isi pikiran Mossimo memanglah benar, tapi sumpah itu tidak semuanya! Porche hanya ingin memanipulasi Laura, membuat Kinn marah, lalu mengambil penawar rahasianya!
"MOSSSSSIMOOOOOOO!!" Tiba-tiba sebuah teriakan yang familiar terdengar nyaring.
DEG!
Dan itu membuat Porche sungguh-sungguh kehilangan akal pikiran. Sebab dari arah perpotongan jalan, Kinn mendadak muncul dengan mobil-mobil bodyguard di belakang yang ikut mengejar. Porche sungguh tidak tahu apakah sang suami paham apa yang dia lakukan, tetapi lelaki itu refleks menghadang pasukan Mossimo di perempatan jalan.

Dorrrr!! Dorrr!! Dorrr!!
Dorrr!! Dorr!! Dorr!!
"BERANI MEMBUNUHNYA BERIKUT KAU YANG AKAN MATI!" teriak Kinn dari balik kemudinya. Lelaki itu ternyata menyetir mobil anti peluru yang dipilih Porche, lalu sengaja menghadang Mossimo hingga bemper mereka saling menabrak.
BRAKHH!
TIN TIIIN!! TIN TIIIIIIIN!
Kemacetan pun mulai terjadi di jalur La Carte De'lImperro itu. Tentu saja yang rusak parah mobil Mossimo. Lelaki itu pun langsung membanting pintunya kesal, lalu menodongkan pistol ke musuh menyebalkannya di masa lalu.
"ANAKIIIINNNNNNNNNNNNNN!" teriak Mossimo murka.
KACRAK! KACRAK!
Tidak ada seorang pun yang mengalah. Mossimo, Kinn, bahkan para bodyguard di belakang mereka ...
Semua saling menodongkan moncong amunisi, bahkan mengabaikan polisi setempat yang mulai ribut mengerjakan tugas.

Sebagian dari mereka memanggil bantuan, sebagian lagi menenangkan kekacauan di jalanan, tetapi diantara itu, Mossimo maupun Kinn tidak ada yang bergeming.
DORRRR!!!
KACRAK!
Oh, keliru. Mossimo ternyata lebih waspada. Tanpa melihat, lelaki itu bahkan mampu menembak seorang Sherif yang masih dalam proses menelpon atasannya di seberang sana.
"Apa yang kau lakukan di sini, hah?! Sudah baik aku tidak pernah mengganggu di negaramu!" teriak Mossimo tak terima.
Tidak hanya sudut matanya, hidung Kinn bahkan ikut berkedut emosi mendengar ucapan lelaki itu. "Kenapa tidak kau tanyakan pada istrimu?" katanya. "Dia selalu mengganggu keluargaku! Kau pikir mataku ini sudah tak berfungsi?"

"Mungkin kau harus kendalikan priamu sebelum menempeli wanitaku!" bentak Mossimo. "Dan aku di sini tidak sedang ingin bicara denganmu."
DEG!
Mata Kinn pun melebar ketika dua granat dilempar untuk Mossimo. Lelaki itu menangkapnya tepat waktu, lalu melemparnya ke meraka setelah pemantik dicabut rata.
"TIARAAAAAP!!"
DBUUUUMMMMM!!!

Bersamaan dengan teriakan dan ledakan gila, Kinn pun menembaki Mossimo sementara kendali mobil digantikan bodyguard-nya. Mossimo sendiri berguling. Dia tidak membiarkan siapapun menyentuhnya dengan peluru, meski diberondong dari berbagai arah. Lompatannya seperti ceetah. Dan dia tidak ragu menggunakan bawahannya sebagai tameng jika memang diperlukan.
DORRR!! DORR!! DORR!!.
"ARRRH!!"
Meski pernah berhadapan, anehnya ini bukan perasaan yang familiar. Sebab kemampuan Kinn maupun Mossimo sudah berbeda dari satu dekade lalu. Pertarungan meraka bukan lagi antar pewaris muda, melainkan kepala dengan kepala.

Bila dulu Kinn tremor setelah menghabisi beberapa nyawa bodyguard, maka kali ini kedua matanya justru menggelap. Dia bagai hewan buas kelaparan yang dikungkung dalam perdamaian terlalu lama. Darahnya mendidih tiap kali mendekati Mossimo, dan pukulannya makin tenaga begitu mereka sudah saling menghadap.
PRAKH!
"BRENGSEK!!"
"HADAPI AKU SEKARANG!!" teriak Kinn setelah menendang jatuh pistol Mossimo. Di tengah hiruk pikuk ledakan dan kericuhan di sekitar, mereka bertanding tanpa senjata kali ini. Amunisi miliknya habis, tetapi dia juga tak mengizinkan Mossimo menyentuh miliknya yang sudah terseret di atas aspal.
Sambil baku hantam, Kinn tetap menyempatkan diri untuk menendang pistol itu ke kolong mobil.
SRAAAAAAAKHHH! Benda itu langsung terseret kasar, dan tak boleh ada yang menyentuh diantara mereka berdua.
BRAKH!
Bila Mossimo menggebrak tubuhnya ke kaca mobil, maka berikutnya Kinn lah yang mencekik lelaki itu. "Urgh! What the fuck, Kinn!" Mereka saling membanting badan ke trotoar hingga berguling-guling, tapi berdiri lagi meski Mossimo sempat terbentur pondasinya.
Jdugh!
"Arghh! Minggir!"
Kinn tentu tidak membiarkan Mossimo begitu saja. Dia membenturkan kening mereka, lalu menyeret kerah Mossimo hingga punggungnya menabrak sepanjang bemper mobil yang berjejer karena macet. Lelaki itu mengeluh beringas, tetapi dia langsung menendang Kinn begitu dapat celah sedetik.
"KEP*RAT!" maki Mossimo sambil mengusap darah yang mengalir di kening. Bola mata jernihnya berkilat, tetapi tak melawan segera karen butuh bernapas dulu.

Mereka sama, setara. Mossimo sungguh persis seperti Kinn yang dadanya naik turun dan kini hanya menahan kaki agar tak tumbang di tempat. Hanya itu yang tak berubah sejak dulu, hingga tak ada yang tertarik untuk saling menghancurkan dalam waktu yang lama.
"Hahh ... hahh ... hahh ...."
Berhadapan sekali lagi, suara napas mereka pun bersahut dengan deru yang keras. Kinn melihat bodyguard Mossimo membidik dadanya, dia langsung mencamah kerah lelaki itu agar berputar menutupinya berkali-kali.
"TAK ADA YANG TIDAK KEPARAT DI SINI!" balas Kinn. Sangking jengkelnya, Mossimo pun balas menjambak kerah Kinn dan mencekiknya dari belakang. Sakit, sialan! Mereka terus bergulat hingga bodyguard Mossimo bingung dan menurunkan senjatanya. Tak ada satu pun yang mengganggu pertarungan mereka berdua.
BRAKH!
"You motherf*cker!'
BRAKH!!
"Arghh!"
Namun, beda dengan Mossimo yang fokus pada pertarungan mereka, Kinn justru memicingkan mata ke segala arah. Dia memang menahan Mossimo, tetapi terus mencari-cari sesuatu di balik punggung lelaki itu. Di atas gedung. Di atap-atap. Di jendela-jendela rumah, bahkan celah sesempit apapun.

Sesuatu ... Kinn sampai nyaris tercekik mati, tetapi dia langsung meninju perut Mossimo begitu menemukannya.
DEG!
"Kena kau!"
"MINGGIR!!" bentak Kinn sebelum melompat ke sebuah bemper mobil. Dia berlari menyongsong udara, tampak siaga, lalu berteriak ke udara bebas. "SEKARANG!!!!" komandonya, seolah tahu ada seseorang yang tersenyum di balik senjata mematikannya sejak tadi.


"TUAN KINN, CEPAT!!" teriak Faye yang sejak tadi sembunyi di balik pertarungan sang mafia dengan Mossimo. Dia melempar sebuah senjata laras panjang, nyaris terseok, lalu ambruk di bawah mobil saat Kinn menangkapnya tepat waktu.
PRAKHHHHH!!
BRAKHHHH!
"FAYE, KAU PERGILAH! CEPAT SUSUL PORCHE SEKARANG!" balas Kinn sebelum melesatkan sebuah tembakan besar ke arah atap gedung yang begitu jauh.

DORRRRRRRRRRRRR!!!!
Tidak.
Kinn tidak sedang membidik snipper keparat yang sejak tadi mengintai kekacauan yang dipimpinnya dengan Mossimo. Melainkan drone yang melesat dari arah gedung tinggi di bawah kuasa Vegas, lalu membuat bom di dalamnya meledak tepat di atas atap gedung tersebut.

KABOOOOOOOOOOOMMMMMM!!!
Seketika, ledakan besar pun meraup udara di atas sana, hingga nyawa snipper tersebut ikut tertelan sebelum sanggup membunuh satu pun orang yang diincarnya.
"Hahhh .... hahhhh .... hahhh ...."
Namun diantara napas Kinn yang begitu berisik, Vegas tetap mengucapkan rasa bangganya kepada sang sepupu di bawah sana.
"Good job, sepupu. Musuh kita yang sebenarnya pasti tersedak sekarang," kata Vegas melalui walkie talkie. "Dan tugasmu di bawah sana telah selesai."
Bersambung ....
Masih napas?