BAB 89

Lovely Review:

"Aku melihatmu seperti warna abu-abu, hingga kutemukan mana seseorang yang lebih gelap darimu."

[James Jirayu Tangrisuk]

KERINGAT Jirayu menetes turun karena pemrograman ulang tidak semudah instruksi Kim. Dia melobi keamanan sistem yang dikendalikan melalui satelit, yang pastinya menyulitkan hacker mana pun. Namun, Jirayu adalah salah satu diantara pembuat sistem klona mereka. Jadi, meski butuh usaha, tetap tidak sampai lama untuk mengambil klona di bawah Wik agar patuh padanya.

Jirayu pun memapar semua data yang butuh dia rubah di muka. Kedua tangannya meraba udara, lalu menyalin beratus-ratus coding yang beda. Semuanya bergerak cepat bagaikan roda. Lalu bergulir-gulir hingga dirinya sendiri yang menghentikannya.

CLIK! CLIK! PATS!

[Selamat datang, Tuan James Jirayu Tangrisuk 😊]

Pada akhirnya, Jirayu pun berhasil memanggil sistem Wik untuk hadir padanya. Membuat lelaki itu tersenyum puas, walau kentara sekali prosesnya menguras jiwa dan raga.

[Anda sekarang terdaftar dalam pemilik akses terbatas permanen!]

[Sebanyak 30% klona siap menjalankan misi otonomi. Apakah Anda punya perintah pertama untuk mencoba?] (*)

"Ha ha ha ha ha ...." tawa Jirayu sambil memegang earpiece miliknya. "Ya, tentu. Sekarang beritahu aku koordinat Tawan Kittichat Kla ada di mana."

(*) Misi Otonomi: Berarti Kim sejak dulu mempercayai Wik si tangan kanan untuk bertindak tanpa harus izin dahulu padanya. Instruksi ini mutlak, tapi sekarang Jirayu merebut aksesnya.

Sistem pun langsung menunjukkan lokasi Tawan dengan zoom in yang cepat. Hanya dalam hitungan detik, Jirayu yang bisa membidik bulatan merah di tengah. Namun, dia tidak langsung melakukannya. Lelaki itu memastikan apakah di sekitar ada orang lain, lalu mulai memikirkan cara beberapa klona menyerang di bawah kendali mutlak.

"Ha ha ha ha ... aku sungguh telah membuang waktu," kata Jirayu dengan seringai. "Kenapa tidak kulakukan ini sejak dulu? Benar-benar menyedihkan ...." Sejenak, helaan napas Jirayu pun terdengar lega. "Baiklah, mulai dari mana dulu?"

.

.

Sins of Bartender

.

.

Calibria, Sardinia, Italia.

"Apa ada yang bisa kubantu?" tanya Pete. Dia duduk di tepi ranjang Vegas untuk menemani Ken yang mulai meracik obat entah apa dari koper medisnya.

Ken menggeleng pelan. "Sementara ini tidak ada, tapi kau boleh di sini jika aku butuh sesuatu."

Pete menatap detik-detik Ken mencampur cairan ampul A ke yang lain. Warna bening jadi kuning, lalu merah. Hal yang jarang dia lihat selama berobat di rumah sakit, sehingga kekhawatirannya sulit untuk tidak diutarakan.

"Jujur, aku masih sulit percaya kau bisa melakukan hal-hal seperti ini," kata Pete. "Apa memang sejak saat jadi bodyguard bersamaku?"

Ken tersenyum hingga nampak lesung pipinya. "Tidak, tapi sejak aku kenal Jirayu," katanya. "Seperti Kim, kami punya banyak kesamaan. Dan bukannya aku ingin menghina, tapi kadang ... orang dengan IQ tinggi tidak seserver dengan yang biasa. Kau pasti paham apa maksudku."

Giliran Vegas yang menatap Ken curiga. "Apa tidak bisa pakai pengobatan biasa?" tanyanya. "Aku sudah senang kalau kau mengganti perbanku lagi."

"Apa Anda tidak percaya padaku, Khun Vegas?" tanya Ken dengan lirikan. "Tuan Porche saja mungkin sudah mati jika bukan aku yang mengurusnya."

"Apa?"

Ken tetap menyuntikkan sesuatu ke lengan Vegas. "Tanyakan saja jika tak percaya," katanya. "Kim pernah mencabik-cabik Tuan Porche selama menahannya di penjara."

Seketika, Vegas dan Pete langsung terdiam.

"Tuan Kinn ada bersamanya waktu itu, dan pisau Kim masih kusimpan."

Mereka bertiga saling berpandangan beberapa saat.

"Tapi berkat racikanku, tubuh beliau pulih dan masih bernapas," tegas Ken. "Bahkan kebal seperti klona buatan kami."

Tahu kata-katanya tak mudah masuk logika, Ken pun segera memperban bekas suntikan Vegas. Sebab meski paham gambaran garis besarnya, dia yakin pasangan ini sulit menerima kenyataan.

Kenapa musuh mereka justru Kim? Bagaimana semua ini terjadi? Dan masih banyak hal lainnya.

"Tapi cairan waktu itu dosisnya terlalu keras. Jadi, Tuan Kinn sempat kerepotan mengurus efeknya," imbuh Ken begitu ingat.

DEG

"Memang apa yang terjadi kepada Porsche?" tanya Pete refleks ketar-ketir

Ken pun menggeleng pelan. "Aku tidak mau menjawab yang satu ini," katanya. ".... kecuali dia sendiri cerita."

Kini, Vegas mulai merasakan sakit dari lukanya. "Hei, Ken ... jangan buat aku ingin menghajarmu," katanya.

Ken justru menanggapi Vegas dengan mimik santai. "Bisa tidak tenang sedikit? Yang Anda rasakan kan tanda obatnya bekerja," katanya. "Toh belum ada apa-apanya dengan yang dirasa Tuan Porche."

"ARRRGHH ... shit," keluh Vegas sambil meremasi lengannya.

Pete pun langsung menyentuh bagian itu. "Vegas ... hei ... Vegas?"

Ken malah tersenyum lebih lebar sekarang. "Karena dosisnya sudah kutakar rendah, kemungkinan luka Anda akan hilang setelah 4 atau 6 jam," katanya. "Tapi, kalian tidak harus percaya padaku. Lihat saja hasilnya nanti."

Pete pun meniupi luka Vegas, meski dia tahu tak akan banyak membantu. Ken hanya geleng-geleng kepala karena ampul barunya sudah pernah dicoba kepada kucing, dan itu sungguh berhasil.

Kejadian Porche tidak mungkin Ken sia-siakan. Sebab jika ampulnya bermanfaat, dia memang patut bangga. Walau harus terus dikembangkan.

Kemarin, hari ini, besok ... Ken akan terus mengujinya berkali-kali.

"Ha ha ha. Kemarin istri sah keluarga utama, sekarang pewaris keluarga minor," tawa Ken sambil memberesi peralatannya. Walau niatnya bukan mengejek, tetapi keluhan Vegas membuat Ken jadi merasa seperti iblis. "Aku benar-benar untung dapat sampel percobaan berkualitas."

Pete pun langsung menghujat. "Brengsek kau Ken! Brengsek!" katanya sambil memeluk Vegas.

"Oh, iyakah?" kata Ken dengan seringai tampannya. "Kutandai kau nanti malah berterima kasih padaku."

Setelah Ken keluar, Pete pun melakukan apapun yang dia bisa demi meringankan sakit Vegas. Dia membisikkan kata-kata menenangkan. Mengipasi lelaki itu, walau Vegas tetap berkeringat di sekujur tubuh hingga luka-lukanya menutup.

Sumpah! Itu seperti sihir. Pete sampai nyaris tidak mempercayai apa yang dia lihat, tetapi rasa syukurnya jauh lebih besar dari logika.

"Vegas, are you okay?" tanya Pete begitu Vegas mulai tenang.

Vegas pun direbahkan setelah perbannya dia buka perlahan. Lelaki itu tampak lelah, tetapi luka di tubuhnya memang jadi bersih. Mungkin, Mossimo akan diberikan ampul yang sama setelah ini. Jadi, mereka takkan saling menertawakan di masa depan.

"Pete, aku butuh bantuanmu untuk menyampaikan sesuatu," kata Vegas tiba-tiba. Padahal lelaki itu masih terengah-engah, tetapi genggamannya pada jari Pete begitu kuat.

"Ya, apa? Bilang saja, oke? Nanti akan tetap kuusahakan," kata Pete.

Vegas pun tersenyum tipis. "Kemari, biar kubisiki sesuatu," katanya pelan. Dan karena tak ada tenaga dalam suaranya, Pete pun refleks mendekat. Lelaki itu mendengarkan dengan baik, walau agak takut karena harus menyusup ke kamar Kinn dan Porche setelah ini.

"Oke, aku mengerti," kata Pete dengan senyum hambarnya. "Tapi ini tanpa izin Kim, Vegas. So, kau pun harus jaga diri baik-baik. Jangan sampai dia salah paham kalau tahu soal ini."

Vegas justru hanya terkekeh-kekeh. "Tahu kau dan Kinn tak apa-apa ... jujur aku sudah senang sekali," katanya agak putus asa.

"Tolong jangan bilang begitu, please ...." batin Pete. Dia jadi tak tega pergi, tapi tetap harus melakukannya.

"Baiklah, akan kupastikan Phi Kinn melakukan semuanya nanti. Aku janji."

Vegas hanya terpejam saat Pete mengecup bibirnya untuk berpamit. Lelaki itu tidak mengatakan apa-apa, kecuali berharap sang kekasih berhasil menyampaikan semua perkataannya.

Aku tak tahu akan terjadi apa setelah ini ....

.

.

Sins of Bartender

.

.

CKLEK!

KACRAK! KACRAK! KACRAK!

Seperti yang diduga Vegas, Pete memang langsung menghadapi beberapa moncong pistol setelah dia membuka kenop. Ada banyak bodyguard klona berjaga di depan kamar mereka. Bahkan juga di kamar Mossimo.

Namun, daripada takut, Pete justru menatap salah satu moncong dengan ekspresi datar. Dia mengangkat kedua tangan, tetap tenang, lalu melirik ke sekeliling.

"Anda tidak diperbolehkan untuk keluar," kata salah satu klona melarang.

"Tentu saja aku sudah tahu," kata Pete. "Kalian pikir aku setolol itu?"

KACRAK!

Klona paling depan itu maju selangkah. "Mundur," katanya. "Kembali masuk ke dalam."

Pete malah menyeringai perlahan. Wajah itu memang jarang sekali dia tunjukkan, tetapi Pete benar-benar tahu bagaimana cara menempatkan dirinya. "Bagaimana kalau bawa aku untuk temui orangtuamu," katanya sambil membayangkan wajah Kim. "Aku ingin bicarakan sesuatu dengannya. Penting, dan kalian tidak perlu tahu itu."

Para klona tetap bersikukuh.

KACRAK! KACRAK! KACRAK!

"Kubilang mundur, ya mundur--"

"Lagipula, aku bodyguard Khun Kim sebelum ini terjadi," kata Pete tidak peduli. "Tahu apa kau soal urusan kami? Toh aku tidak bawa senjata untuk melukainya?"

Para klona pun berpandangan.

"Maaf, kami tidak akan melakukan hal di luar instruksi," kata klona itu dengan kedipan yang tak kalah tenangnya. "Karena Tuan Kim adalah mutlak. Jadi, Anda tetap tidak boleh melewati kami."

"Hmph, oh ya?" kata Pete. Dia mulai kesal dengan situasi ini.

"Maaf, Tuan--"

BRAKHHH!!!

DORRR!! DORR!! DORR!!

Pete sudah berguling sebelum peluru mengenainya. Lelaki itu merebut satu pistol begitu menyikut si klona pengancam. Lalu melindungi dirinya dengan patung keramik.

"TANGKAP!" teriak si pemimpin yang ternyata berdiri di lantai tiga. Seketika, Pete pun diserbu dengan tembakan beruntun. Yang mana pelurunya membuat kepingan patung tersebut pecah bermuncratan, lalu terkikis kasar.

DOR!! DORR!! DOR!!

DOR!! DOR!! DOR!! DOR!!

"ARRRGGH!" teriak Pete begitu bahunya tertembak beberapa kali. Dia langsung membungkuk sambil memegangi tempat bocornya, tetapi balas menembak saat punya kesempatan.

DORRR!! DORR!! DORR!!

DORR!! DORR!! DORR!!

Secara otomatis, sistem pun langsung ikut berisik. Suaranya menggema di awang-awang dan mengatakan pergerakan anomali tawanan yang bertindak di luar izin.

[Peringatan! Peringatan! Menetapkan status siaga satu! Ada satu tawanan yang memberontak! Segera amankan lokasi!]

"ARRRGHHH!! BRENGSEK!" teriak Pete karena dia sadar tembakannya tak berarti. Malahan, kemana pun dia bersembunyi, para klona itu nyaris bisa menghancurkan semuanya.

Meja, kursi, lemari, bahkan akuarium gigantis sekali pun ... para klona tak peduli aset Kim seolah itu bukan benda-benda mahal. Mereka tetap mengejar layaknya pada buron kriminal, kemudian menyerbu dengan gerakan presisi.

SIAL! SIAL! SIAL!

BRAKHH!

"AYOLAH! TERBUKA! AKU INI HARUS SEMBUNYI!" teriak Pete begitu terpojok ke pintu tunggal. Dia menggebrak benda itu dengan bahunya. Tak peduli, bahkan meski bagian itu semakin terasa memar.

BRAKH! BRAKH! BRAKH!

"AYO CEPAT! ASTAGA! KENAPA RUMAH INI TIDAK RAMAH SEKALI--"

"DI SANA!!"

Detak jantung Pete seketika bertalu-talu. Keringat dingin sampai mengucur dari pelipis, tetapi pintu itu tetap tak terbuka.

BRAKHH! BRAKHH!

"AYOLAAAAHH!!" teriak Pete begitu marah.

Mungkin, karena ukurannya terlalu besar, atau kekerasan kayunya terlalu gila, Pete pun akhirnya terperangkap di sana. Dia tidak sanggup mendobrak. Malahan langkah kaki para klona siap mencabik-cabiknya dari belakang.

TAK! TAK! TAK! TAK! TAK!

Mereka semua di tangga, ketukan sepatu masing-masing bergema, begitu juga senjata di tangan.

BRAAAKHH!!

"ARRRRGGGHHHHHHH!!"

DOR!! DORR!! DORR!! DORR!! DORR!! DORR!! DORR!! DOR!!

Pete sampai berteriak frustasi, menembak sembarang arah, bahkan matanya terpejam karena tak peduli jika nanti benar-benar mati.

"SEMUA!! HABISI LELAKI ITU!"

"BAIK!"

KACRAK!

DORR!!

Pete pun menghindar sebisa mungkin.

KACRAK!!

DOR!!

KACRAK--

Namun, sebelum dia habis oleh serangan mereka, mendadak instruksi sistem berganti peringatan teramat nyaring.

NGIIIIIIINGGGGGGGG!!!

Suaranya sanggup mencakar. Membuat gendang telinga para klona bergetar hebat, lalu semuanya berhenti bergerak.

Sepi.

Diam.

Tapi tiba-tiba bentakan sistem terdengar.

[⚠️⚠️⚠️]

[BAHAYA!!! BAHAYA!!]

[MEMPERSIAPKAN PENYERANGAN TERCEPAT KE LANTAI SATU!]

[SEMUANYA!! MENYEBAR!!]

[EKSEKUTIF KITA SEDANG TERANCAM!]

[TINGGALKAN TARGET SEKARANG JUGA!!]

[⚠️⚠️⚠️]

DEG

"Apa?!"

BRAAKHHHHHHHHHHHHHH!!!

Pete sampai tidak percaya dengan matanya sendiri, tetapi semua klona itu benar-benar menjadi sinting. Mereka bahkan tidak sempat menyahut "baik!" karena sudah berlomba pergi. Ada yang saling melanting, ada yang merosot di pegangan tangga, bahkan beberapa terjun langsung ke lantai satu.

BRAKHH!! PRAKH! PRAKH!

Tidak ada satu pun yang peduli dengan keselamatannya sendiri. Mereka bersedia terluka, hancur separuh, atau bahkan mati untuk menyelamatkan "sang eksekutif" secepat mungkin.

Deg ... deg ... deg ... deg ....

"Hei, sebenarnya apa yang sedang terjadi?"

Bersambung ....

"Eksekutif Kita" bermakna tiga. Kim, Tawan, atau kedua-duanya 👀

Kalian ingat kan? Bahkan sejak Tawan jadi mayat, dia sudah terdaftar di sistem sebagai pasangan Kim. Dikasih wewenang mutlak menggunakan sistem pula.