Bab 10-Sayembara

Memperebutkan sepotong roti

di meja perjamuan yang penuh terisi

ibarat berkubang dalam lumpur

saat sebuah telaga di hadapannya mempersembahkan musim gugur

Begitu diperkenalkan oleh Galuh Lalita, Ario Langit menganggukkan kepalanya kepada Ki Sambarata. Seorang tokoh tua yang terlihat sangat kuat dan tangguh. Tubuhnya yang tinggi besar dengan rambut dan jenggot serta cambang yang ditata rapi, membuatnya nampak seperti panglima besar sebuah kerajaan. Ario Langit menaksir kepandaian tokoh ini pastilah sangat tinggi.

Ki Sambarata menyipitkan kedua matanya. Memandang Ario Langit dari ujung kaki hingga kepala. Mengangguk-angguk lalu menatap Galuh Lalita.

"Kenapa kau meminta pemuda itu didaftarkan dalam sayembara, Galuh? Apakah dia mau melakukan itu? Apakah kau mau anak muda?" Ki Sambarata memandang bergantian ke Galuh Lalita dan Ario Langit.

Ario Langit tergagap. Sayembara? Dia menatap Galuh Lalita yang menatapnya dengan pandangan putus asa dan penuh permohonan. Ario Langit menjadi tidak tega. Setidaknya dia akan berusaha membantu wanita cantik yang sekarang matanya berkaca-kaca saking terharunya begitu melihat Ario Langit menganggukkan kepala dengan tegas kepada Ki Sambarata.

"Hmm. Baiklah. Kau menjadi peserta sayembara terakhir anak muda. Pendaftaran sayembara memang ditutup hari ini. Catat ini! Dan berapa jumlah akhir peserta sayembara?" Ki Sambarata menoleh ke pembantu terdekatnya.

"Dengan tambahan Ario Langit, terdapat seratus dua puluh lima orang yang akan mengikuti sayembara memperebutkan Galuh Lalita, Ketua." Orang yang dimaksud menjawab sambil melihat lembar catatan di tangannya.

Ario Langit seperti tersengat kalajengking. Wajahnya memerah karena kaget bukan kepalang. Memperebutkan Galuh Lalita? Jadi sayembara ini untuk mencari jodoh Galuh Lalita? Lalu kenapa wanita itu memohonnya untuk ikut tanpa memberitahunya terlebih dahulu? Raut muka Ario Langit yang biasa murung semakin gelap.

Sekar Wangi yang sejak tadi hanya diam saja, ikut kaget. Wah! Kalau sampai Pendekar Langit ini ikut menjadi peserta sayembara, itu berarti akan makin lama dia tertahan di sini. Padahal jelas tadi dia sudah berhasil membujuk pemuda lihai ini ikut mencari Pangeran Arya Batara yang disamarkannya dengan pura-pura tahu di mana Ratri Geni. Sekar Wangi mendadak merasa pusing sekali.

Ario Langit dan Sekar Wangi berada dalam pikiran yang nyaris sama. Bagaimana cara meloloskan diri dan pergi dari tempat ini tanpa harus menggunakan kekerasan? Padepokan ini sangat besar dengan ribuan anak murid. Tidak mungkin mereka berhadapan dengan ribuan lawan. Apalagi jelas sekali Ki Sambarata adalah seorang yang sangat lihai kanuragan. Ario Langit sendiri ragu apakah dia bisa mengalahkannya dengan mudah.

Galuh Lalita yang sedari tadi bersikap kikuk dan merasa bersalah, apalagi melihat Ario Langit nampak begitu murung dan terlihat kebingungan, mendekati Ario Langit dan berbisik sangat lirih.

"Maafkan aku Pendekar Langit. Hanya dengan cara ini aku bisa terlepas dari pria-pria kasar yang jadi pilihan ayahku. Maafkan aku." Galuh Lalita menundukkan kepalanya dengan wajah sedih.

Ario Langit menghela nafas panjang. Biarlah dia memenuhi keinginan Galuh Lalita kali ini. Raut muka sedih di wajah Galuh Lalita membuat Ario Langit membulatkan keputusannya. Dia selalu terjebak dalam keputusan sulit saat harus menolong seorang wanita. Wajah Ayu Kinasih yang marah dan menggila langsung saja menari-nari di matanya.

Sekar Wangi dan Ario Langit diantar ke kamar masing-masing dan dipersilahkan membersihkan diri. Mereka akan diundang makan malam bersama Ki Sambarata dan Galuh Lalita. Ikut pula pada acara jamuan makan itu beberapa peserta sayembara yang datang dari tempat jauh.

Ario Langit dan Sekar Wangi baru menyadari bahwa mereka sedang berada di sebuah padepokan besar yang kaya raya! Bangunan-bangunan padepokan ini tak kalah dengan kemegahan istana! Kamar yang disediakan untuk mereka juga mewah dan nyaman. Sekar Wangi menggeleng-gelengkan kepala. Kamar untuknya ini tidak kalah dengan kamar yang disediakan Pangeran Arya Batara di Istana Pajang.

Teringat Pangeran Arya Batara membuat pikiran Sekar Wangi menjadi masgul. Dia harus mencari cara agar bisa pergi dari padepokan ini bersama Pendekar Langit. Segera!

Ario Langit memutuskan untuk menjalani saja yang sedang mengaliri takdirnya. Pemuda ini membersihkan tubuh dan mandi sepuasnya. Semua kebutuhan untuknya telah tersedia dengan lengkap. Bahkan baju telah ada di atas pembaringan begitu dia selesai mandi. Baju yang sangat bagus seperti baju para lelaki bangsawan. Padepokan ini luar biasa!

Dengan diantar oleh para pelayan, Ario Langit dan Sekar Wangi berjalan menuju tempat perjamuan di pendopo rumah utama. Sekar Wangi memanfaatkan kesempatan ini dengan berbicara pelan kepada Ario Langit.

"Pendekar Langit, bagaimana cara kita meloloskan diri dari tempat yang heboh dan aneh ini? Aku sedikit mengkhawatirkan keselamatan Ratri Geni." Sekar Wangi sengaja menyebut nama gadis itu lagi untuk mengusik hati Ario Langit.

"Apa maksudmu Ratri Geni dalam bahaya? Bahaya apa?"

Benar saja. Ario Langit bekata gugup sembari terus berjalan pelan. Pemuda itu sedikit tertekan saat balik bertanya kepada Sekar Wangi. Juga dengan bisikan pelan. Para pelayan berada agak jauh di depan mereka. Ario Langit melanjutkan ucapannya.

"Aku tidak tahu dan sedang memikirkan caranya, Sekar. Tapi tentu aku harus menyelesaikan sayembara ini terlebih dahulu karena sudah terucap dari mulutku. Aku tidak tega melihat Galuh Lalita."

Sekar Wangi mencibirkan mulutnya. Laki-laki di mana saja sama saja!

Mereka sampai di pendopo besar dan megah. Meja-meja panjang dan besar tertata rapi. Bermacam hidangan lezat tersaji di sana. Sekar Wangi yang memang sudah lapar sekali tak bisa menyembunyikan keinginannya untuk menyantap makanan dan minuman hangat yang uapnya masih mengepul.

Rupanya mereka adalah yang belakangan hadir. Ki Sambarata menyambut kedua muda mudi itu dan mempersilahkan mereka duduk. Dengan langkah gemulai dan gaya yang sengaja dilebih-lebihkan, Galuh Lalita meraih tangan Ario Langit dan membimbingnya duduk di sebuah kursi yang berdampingan dengannya. Semua mata lelaki yang berada di ruangan itu melotot melihat betapa mesranya perlakuan Galuh Lalita kepada Ario Langit.

Namun sebagian besar dari mereka sudah tahu dan pernah mendengar siapa Pendekar Langit. Mereka sama sekali tidak menyangka pendekar sehebat dan seterkenal itu mau ikut sayembara perjodohan yang diadakan Ki Sambarata. Meski sebetulnya jika melihat kecantikan Galuh Lalita, sungguh wajar jika siapapun ingin memperebutkannya.

Ki Sambarata berdiri. Menganggukkan kepala sedikit dan berbicara dengan lantang.

"Saudara-saudara para peserta sayembara sekalian yang terpilih untuk diundang dalam acara makan malam ini, aku mohonkan perhatian kalian sejenak untuk pengumuman berikut ini. Pertama, sayembara besar akan diadakan besok pagi dengan uji ketahanan di air dan kecepatan di gunung. Kedua, esok harinya akan dilanjutkan dengan pertandingan menaklukkan Kebo Giras. Ketiga, bagi yang sudah melalui kedua tahapan tersebut akan diadakan pertandingan silat satu lawan satu dengan sistem gugur. Dua terbaik akan bertarung di hari pamungkas. Pemenangnya adalah calon suami dari putriku yang cantik jelita, Galuh Lalita!" Ki Sambarata memberi isyarat agar Galuh Lalita berdiri. Disambut tepuk tangan meriah dari para hadirin yang rata-rata memandang wanita itu dengan penuh kagum dan puja.

-