Bab 29-Pulau Kabut Porak Poranda

Hancurnya gelombang di lautan

oleh angin buritan yang dikemudikan ketakutan

membawa dayung dan sauh

ke ujung kecemasan yang jatuh dan luruh

hingga menyebabkan jiwa-jiwa lumpuh terpengaruh tembang megatruh

Mata Ratri Geni terpejam dan betul-betul hanyut dalam permainan serulingnya. Tidak sadar bahwa dari tiga arah muncul gelombang raksasa, angin dahsyat, dan mendung tebal yang siap menghancur-leburkan Pulau Kabut. Kidung Alun memang luar biasa dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang selain memiliki hawa sakti luar biasa namun juga harus mempunyai kekuatan batin sangat tinggi. Ilmu Ranu Kumbolo menempatkan Ratri Geni ke dalam sedikit orang yang mampu membuat Kidung Alun berfungsi secara hebat.

Raden Soca yang masih berada dalam pengaruh cincin emas hitam menambah kekacauan dengan ikut memejamkan mata dan mulai mengisi hawa saktinya dengan Ilmu Palung Misteri. Ilmu aneh yang mampu membuat orang-orang menjadi jerih hatinya dan kehabisan tenaga seolah ditenggelamkan oleh palung tak berdasar.

Matamaha Mada menjerit keras. Nenek gila namun sakti bukan main ini menerjang Raden Soca dengan gerakan berbahaya. Tangannya yang kurus terjulur ke depan menghantamkan Badai Srengenge. Diikuti oleh Ayu Kinasih melakukan hal yang sama ke arah Ratri Geni. Panglima Amranutta yang sudah terlanjur jerih hatinya melihat kedua muda-mudi itu menggunakan ilmu-ilmu yang dikenalnya baik sebagai ilmu simpanan Sang Ratu sendiri, berteriak-teriak kepada para prajurit agar segera menyiapkan perahu dan kapal. Perintahnya jelas. Semua orang naik ke kapal dan segera pergi dari pulau yang tengah berada dalam ancaman mengerikan Kidung Alun.

Kontan saja ratusan orang prajurit yang masih tersisa di Pulau Kabut, sebagian besar pasukan yang terdiri dari ribuan orang prajurit diam-diam telah ditempatkan oleh Panglima Amranutta di sebuah lembah tersembunyi di daratan Jawa, kalang kabut melepas tali-tali tambatan kapal dan perahu lalu berlompatan menaikinya. Semua mata memandang ngeri saat gelombang raksasa, angin puting beliung dan mendung pekat yang mulai mengeluarkan petir dan kilat itu semakin mendekat.

Hanya arah utara saja yang tidak terdapat ancaman dahsyat itu. Kesanalah mereka akan menuju. Panglima Amranutta, Putri Anila, dan Putri Aruna sudah pula berada di dalam kapal besar. Ketiganya sama sekali tidak peduli kepada Matamaha Mada dan muridnya yang telah beberapa hari menjadi tamu mereka. Membahas rencana persekutuan untuk menaklukkan Tanah Jawa yang dimulai dari Kerajaan Sumedang Larang dan kemudian ke kerajaan-kerajaan lainnya di Jawa.

Matamaha Mada memang punya pikiran tidak waras. Namun sesungguhnya di balik ketidakwarasannya, nenek sakti ini menyimpan ambisi luar biasa untuk mendirikan sebuah kerajaan yang berada dalam kekuasaannya. Tidak ada siapapun yang mengira bahwa sesungguhnya nenek sakti ini adalah kerabat keraton Istana Timur Majapahit yang dihancurkan oleh Istana Barat. Nenek ini masih punya ikatan keluarga yang cukup dekat dengan Bhre Wirabumi. Saat terjadi ontran-ontran di Istana Timur kala itu, Matamaha Mada sedang menuntaskan pertapaannya yang tersisa beberapa tahun kemudian di Alas Purwo sehingga tidak tahu situasi Istana Timur.

Seusai bertapa, nenek ini kembali ke Istana Timur dan mendapati istana tersebut sudah dihancurkan Istana Barat Majapahit. Nenek ini berubah menjadi orang gila dan menyimpan dendam membara terhadap orang-orang Majapahit dan semua keturunannya yang kemudian mendirikan Kesultanan Demak dan lalu Pajang.

Kembali ke pertarungan antara Ratri Geni melawan Ayu Kinasih yang benar-benar sudah kehilangan ingatan, dan Raden Soca menghadapi kegilaan serangan Matamaha Mada. Pertempuran terjadi dengan dahsyat. Apalagi pertempuran itu berada di tengah-tengah badai puting beliung yang sudah tiba dan bertiup keras di seantero Pulau Kabut. Pulau itu seolah berada di situasi tengah malam saking pekatnya mendung yang menyelimuti. Ujung puting beliung mulai menghancurkan apa saja yang dilaluinya. Sementara gelombang raksasa masih belum tiba namun gemuruhnya yang menakutkan sudah terdengar mengerikan dari pulau yang hanya tersisa empat orang itu.

Semua orang telah pergi menggunakan kapal dan perahu serta telah berada di tengah-tengah laut bagian utara yang aman. Panglima Amranutta hanya bisa menyaksikan dari kejauhan badai petir dan puting beliung memporak-porandakan seisi Pulau Kabut. Termasuk istana kebanggaan Lawa Agung. Panglima ini mengepalkan tangan dengan wajah dipenuhi amarah. Gadis putri Arya Dahana dan pemuda putra Panglima Kelelawar itu telah memporak-porandakan Pulau Kabut hanya dalam hitungan kejapan mata. Keparat!

Ayu Kinasih yang merupakan putri dari Pendekar Pelajar dan Bimala Calya sama sekali kehabisan pikiran sadarnya. Ilmu Lingsir Wengi secara dahsyat telah membuat putus syaraf-syaraf otak dan ingatannya. Apa yang ada dalam pikiran gadis ini adalah dendam asmaranya yang selangit kepada Ario Langit. Tujuan hidupnya hanya satu. Melahirkan dan membesarkan anak Ario Langit dan kemudian akan mendidik anaknya menjadi seorang Pangeran Kegelapan yang menebarkan kematian-demi kematian sehingga ayahnya akan sangat menyesal kenapa sampai memiliki putra sejahat itu.

Serangan-serangan Ayu Kinasih tentu saja bisa dilayani dengan baik oleh Ratri Geni. Gadis yang telah menyimpan kembali Seruling Bidadari Bumi dan menyadari bahwa Kidung Alun yang tadi dimaksudkan untuk mengambil alih situasi agar Raden Soca tidak semakin dibakar kemarahan akibat pengaruh cincin emas hitam, telah mengakibatkan kehancuran dahsyat di pulau kecil ini. Ratri Geni tidak tahu bagaimana cara menghentikan mendung yang melahirkan ratusan petir, puting beliung, dan gelombang raksasa yang tak lama lagi menyapu seluruh pulau.

Tapi setidaknya dia harus bisa menyelamatkan diri bersama Raden Soca. Gelombang raksasa itu tak akan bisa dihadapi dengan tenaga manusia. Pulau ini bukit-bukitnya hanya rendah saja. Tak mungkin mereka menyelamatkan diri ke bukit-bukit itu karena gelombang yang sangat tinggi itu pasti juga bisa menyapunya habis-habisan.

Sambil mengelak dengan berlompatan kesana kemari dari setiap serangan Ayu Kinasih, Mata Ratri Geni terantuk pada sebuah perahu kecil yang mulai terombang-ombing hebat dilanda gelombang.

Sambil berteriak menggelegar yang setara dengan ledakan petir yang terus menghajar tempat itu, Ratri Geni melompat dan berdiri di depan Raden Soca. Gadis ini mengerahkan hawa sakti Inti Bumi dan menghantamkan kedua kepalan tangannya ke tanah.

Ledakan luar biasa keras terdengar seiring dengan tanah yang terguncang hebat ke arah Matamaha Mada dan Ayu Kinasih. Kedua guru murid itu melemparkan tubuh masing-masing ke kanan kiri karena kalau tidak, tanah yang terbelah itu akan menelan tubuh mereka hidup-hidup.

Menggunakan kesempatan itu, Ratri Geni menyambar lengan Raden Soca yang hendak menyusulkan serangan dengan Pukulan Kala Hitam ke dua orang musuh yang terhuyung-huyung berusaha bangkit. Pemuda itu berteriak kaget. Bersamaan dengan sambaran Ratri Geni, sebuah ledakan petir menghantam bekas tempatnya berdiri. Disusul kemudian dengan ujung puting beliung yang mengangkat dan menghancurkan pasir dan tanah tempatnya berdiri itu.

--*********