"Hans, gue mohon, lepasin gue." Kata Dika dengan suara serak dan air mata yang tumpah tanpa mau berhenti.
Melihat reaksi ini, Hans sebenarnya merasa hancur juga. Dia sendiri juga sadar kalau semua perubahan Dika ini adalah tanggung jawabnya. Namun dia tidak bisa berhenti. Ada yang hal yang ingin dia capai dan ingin dia buktikan pada ayahnya yang egois dan pada dirinya sendiri.
Dengan kesedihan yang tidak terungkap dalam ekspresi wajahnya, Hans memeluk Dika erat dan membiarkan kekasihnya menangis di pundaknya. Dia juga diam saja ketika kekasihnya itu memukul-mukulnya tanpa menahan energi sama sekali.
Setelah lima belas tahun, Hans tidak mungkin tidak menyadari perasaannya di hatinya. Bagaimanapun dia bukan lagi anak SMA yang tidak tahu apa-apa. Sejak lama dia tahu kalau yang sudah menembus kedalaman hatinya yang dingin hanyalah Dika. Karena itulah Dika adalah satu-satunya yang tidak akan pernah bisa dia lepaskan. Dia melakukan segala hal untuk ini baik cara lurus maupun curang.
Sayangnya, dia tidak ingin seperti ayahnya yang mengorbankan ribuan orang demi keinginannya bersama laki-laki yang dia cintai. Hans merasa ada cara untuk tidak mengorbankan banyak orang namun tetap bersama Dika. Cara itu lebih sulit karena harus bersabar. Mereka perlu menyembunyikan ini dengan rapi sehingga semuanya terlihat normal. Tentu akan ada rasa sakit yang menyerang ke arah dirinya dan kekasihnya namun Hans yakin ada cara untuk melalui itu. Mereka juga akan kehilangan beberapa hal tapi semuanya bisa diganti.
Sampai sekarang, Hans percaya kalau dia bisa mengajarkan Dika untuk menerima ini semua. Meskipun awalnya sakit, suatu hari Dika akan bisa kembali seperti dirinya yang dulu. Bagaimanapun dia dapat membaca kalau Dika tidak pernah berhenti mencintainya. Semua itu begitu terbuka karena Dika tidak pernah pintar menyembunyikan perasaan.
Setelah lama menumpahkan semua kesedihan dan Hans menjadi sasaran amukannya, Dika akhirnya berhenti. Air matanya sudah kering dan dia tidak punya energi untuk bersedih lagi. Kepalanya kini tertunduk di dada Hans. Melihat itu, Hans lanjut menyisir rambut Dika dengan penuh kelembutan.
"Hans, kenapa lu jahat banget sama gue?" Tanya Dika dengan suara serak nyaris tak terdengar.
"Maaf, gue salah." Sahut Hans.
Sekarang, setelah semua emosi negatif itu terkuras habis, biasanya Dika akan membuka perasaannya yang lain. Hans hanya bisa terus menyisir rambut pirang kekasihnya dan menunggu. Dia bisa menunggu seperti ini hingga berjam-jam ketika kemarahan Dika begitu berkorbar. Untuk kali ini, karena tidak ada kejadian yang mengganggu, dia tidak perlu menunggu lama.
Kekasihnya yang tadi melempar tas dengan kasar, menendang vas hingga pecah, berteriak minta putus, dan memukulnya, berubah lebih lembut. Dengan tangan gemetar, Dika melingkarkan tangan di pinggangnya. Setelah Dika memeluknya erat, Hans berhenti menyisir rambut kekasihnya dan membalas pelukan itu. Bibirnya mencium kepala Dika yang berbau seperti apel.
"Padahal gue sayang tapi tetep aja lu jahat sama gue." Kata Dika pilu.
Kata-kata itu membuat mata obsidian Hans yang tenang berubah berkaca-kaca. Dia segera mengendalikan diri agar perasaan sendu itu tidak berlanjut.
"Gue juga sayang." Kata Hans dengan suara rendah.
"Gue ngga percaya." Sahut Dika.
Meskipun Dika tidak percaya itu, Hans tidak peduli. Dia melepaskan pelukan dan mengangkat dagu Dika. Wajah Dika dipenuhi air mata yang mengering sedangkan matanya dipenuhi kerinduan. Setelah melihat wajah itu, Hans merekatkan bibir mereka.
Kali ini Dika tidak lagi begitu dingin. Dia membalas ciuman yang diberikan sambil menumpahkan kerinduannya. Mereka beradu lidah sangat lama dan merapatkan tubuh mereka seperti sepasang kekasih yang takut dipisahkan. Dengan penerimaan Dika ini, dada Hans menghangat dan dia mulai menuntun kekasihnya ke atas ranjang.
Sedikit demi sedikit, posisi mereka berubah. Dika sudah jatuh di atas tempat tidurnya dan Hans melepaskan pakaiannya satu per satu. Melihat Hans yang kini juga tidak mengenakan apapun, sepasang mata cokelat tua Dika berkilat seperti menginginkan sesuatu. Dia tidak bisa menyembunyikan kekagumannya akan pesona Hans. Di mata Hans, Dika selalu terlihat begitu manis ketika wajahnya dipenuhi cinta. Kedua mata yang jujur itu seakan-akan mengatakan kalau Hans sangat menarik sehingga Dika tidak bisa mengendalikan diri.
Melihat kejujuran itu, Hans juga melepas kontrol dirinya. Dia mencium Dika untuk menyatakan semua cinta dan maaf. Tangannya memainkan dada kekasihnya untuk mengundang hasrat yang lebih besar. Tak perlu waktu lama, tubuh mereka menjawab satu sama lain dan cukup bergejolak untuk melanjutkan lebih jauh.
Tidak ada lagi yang perlu ditunggu sehingga Hans langsung menyatukan tubuh mereka. Hanya satu gerakan itu saja, Hans bisa merasakan kepalanya seperti mendengung indah. Sambil menggerakkan pinggangnya, dia mencium pipi Dika dan menyentuh kepala kekasihnya.
Kedua tangan Dika memeluk tubuh Hans dan mencakar punggung kekasihnya itu. Dengan nafas berat, Dika mengerang lemah dan sesekali memaki. Hans bisa mendengar kata 'bangsat' dan 'brengsek' diucapkan beberapa kali. Kata-kata itu tidak lagi terdengar buruk setelah cukup sering mendengarnya. Hans tidak pernah marah ketika Dika mengatainya seperti itu. Wajah Dika yang penuh gairah bisa menghapus semua hal buruk yang dibawa oleh kata-kata makian apapun.
Nafas Hans semakin lama juga semakin berat namun kenikmatan yang dia rasakan juga makin kuat. Dia membiarkan ritme harmonis tubuh mereka bertahan stabil hingga reaksi Dika terlihat mengalami perubahan. Itu baru terjadi setelah cukup lama bergumul. Pada saat itu, kekasihnya terlihat sudah mendekati puncak nafsunya dan memeluk lebih erat.
Hans pun memberikan ciuman dalam dan menghentak-hentakkan pinggangnya lebih kuat.
"Mm!" Erang Dika lebih keras. Sepasang pupil matanya bergetar hebat dan tubuhnya merinding. Hans menjawab reaksi itu dengan mengirim Dika semakin tinggi dan memainkan bagian paling sensitif tubuh kekasihnya. Bagian itu terasa semakin keras dan memanas dan Dika bergelinjang tanpa kendali.
Setelah itu cengkeraman Dika di punggung Hans menguat. Kedua mata cokelatnya seperti kehilangan arah. Kemudian dalam beberapa detik, kekasihnya itu melepaskan semuanya. Wajahnya yang berkeringat terlihat begitu puas dan matanya ditutup rapat. Hati Hans langsung tergerak melihat manisnya wajah itu. Jantungnya makin tidak terkendali dan diapun melepaskan semua cairan cintanya di ruang terdalam tubuh Dika.
"Urgh!" Hans merasa kepalanya langsung ringan dan tubuhnya seperti tersetrum. Setelah beberapa saat, sensasi itu baru berkurang dan badannya menjadi tenang. Yang tersisa adalah dadanya yang panas, hati yang terpenuhi cinta, dan jantung yang masih berdetak kencang. Dengan sensasi yang masih membekas, Hans mencium kening Dika yang terlihat kelelahan.
Tak lama kemudian, diapun menjadi semakin tenang dan perlahan rasa kantuk menyerang matanya. Sebelum jatuh tertidur, ada satu hal penting yang harus dia lakukan. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Dika yang sudah setengah tidur.
"Gue selalu sayang lu, Ka. Jangan pernah pergi." Bisik Hans pada Dika yang sudah tidak lagi bisa membalas pernyataan cinta itu dengan makian.
"Bohong!" Jawab Dika lemah dan kemudian tertidur.
***