04

Di rumah pak Nano

Masih di taman belakang rumah pak Nano..

"Iya deh iya, namanya your handsome Afgan Syah Reza bukan si oncom", kata Fandi.

"Nah itu baru benar, awas ya di ganti lagi jadi si oncom", sambung Titah.

Di taman depan rumah pak Nano..

"Ih kok bisa seperti ini ya, aneh juga ya sebelumnya kan gue gak pernah suka Titah dekat-dekat dengan gue, tapi kok sekarang gue malah gak suka ya Titah dekat-dekat dengan Fandi, ih kenapa sih, perasaan apa sih ini ?", Afgan bertanya-tanya sendiri.

"Mungkin itu yang di sebut dengan fall in love den mas Afgan", jawab Paijo yang membuat Afgan kaget.

"Astaghfirullah mas jo", kata Afgan yang kaget mendengar jawaban dari Paijo.

"Hehe.., coba cerita dong den mas Afgan, apa yang terjadi", pinta Paijo.

"Nggih mas jo", kata Afgan lagi.

"Aja mas jo dong, lik jo wae den mas Afgan", sambung Paijo.

"Emang pareng ?", tanya Afgan lagi.

"Pareng dong, ya wis cepet", jawab Paijo lagi.

"Apaan lik jo ?", tanya Afgan lagi.

"Cerita, pakai ditanya lagi apaan, apaan, cepat", jawab Paijo lagi.

"Hehe.., oke jadi begini ceritanya lik jo", kata Afgan lagi

Dalam cerita Afgan..

Di rumah pak Nano

Di taman belakang rumah pak Nano..

"Hem, jahat banget sih romo, hem em em..", kata Titah yang menangis.

"Untung gue sudah bilang sama Renaldi, mau keliling taman belakang, eh kok, eh, ih kok gue merinding gini ya, ih, ya masa sih siang-siang gini ada kunti nya, ya Allah merinding banget gue, eh itu mah bukan kunti yang nangis, Titah yang nangis, em, kenapa ya kok Titah nangis, pasti karena Afgan nih, em dasar teman gue tidak bersyukur sudah dikasih perempuan yang tulus seperti Titah, malah dicuekin, ya sudah samperin saja deh", kata Fandi.

"Assalamu'alaikum, tante kunti, maaf-maaf nih ya saya Fandi, saya numpang lewat, mau berkeliling taman belakang rumah pamannya teman saya", kata Fandi lagi.

"Wa'alaikumussalam, ih Fandi, enak saja saya kunti, Titah bukan kunti tau", sambung Titah.

"Oh orang ta, tak kira bukan, habisnya bikin merinding Fandi sih hehe", kata Fandi lagi.

"Ih, em.., em.., em.., em..", Titah menangis semakin keras.

"Waduh, waduh, waduh gawat, kalau Renaldi tau Titah nangis, apalagi gue disini, pasti nanti dikiranya dia nangisnya sama gue", kata Fandi yang mulai panik, karena Titah menangis.

"Sini, sini dulu, Titah butuh Fandi", sambung Titah.

"Tah, tah, tah, Titah, kalau Fandi disini, Afgan Syah Reza dimana ?", tanya Fandi.

"Ih sini hem.. Em em..", jawab Titah yang menangis dan memeluk Fandi.

"Si Fandi kemana ya, kok gak ada disini, katanya tadi mau keliling taman belakang", kata Afgan yang mencari Fandi di taman belakang rumah pak Nano.

"Titah kenapa nangis sih, nanti takutnya salah paham, terutama Renaldi, nanti dikiranya kamu nangis, karena saya lagi ?", tanya Fandi.

"Boleh curhat ?", tanya Titah.

"Iya, boleh", jawab Fandi.

"Jadi begini ceritanya", kata Titah.

Lima belas menit kemudian..

Masih di taman belakang rumah pak Nano..

"Oh jadi seperti itu ceritanya, tapi benar loh apa yang di bilang Ana, kamu kan lemot, kalau yang dipikirkan itu Afgan mulu", kata Fandi.

"Ih.. Fandi..", sambung Titah.

"Nah itu dia si Fandi, tapi kok sama Titah ya, ih kenapa sih gue kesel banget lihat Fandi berduaan sama Titah seperti itu", kata Afgan yang mulai cemburu, karena melihat Titah berduaan dengan Fandi.

"Hehe bercanda tah, tah, tah, Titah", sambung Fandi.

"Ih.. Gak lucu tahu, hem em em", kata Titah lagi.

"Yah tah jangan nangis lagi dong, haduh", sambung Fandi lagi.

"Bodo, pokoknya hari ini Titah mau nangis sepuasnya di bahu Fandi, em", kata Titah lagi menangis di bahu Fandi.

"Haduh bagaimana caranya ya biar Titah gak nangis lagi, aha.., gue ada ide biar Titah gak nangis lagi, Afgan teman gue, gue minta maaf ya sudah korbanin elu, hehe", kata Fandi dalam hati.

"Ih kok Fandi malah diem dan senyum-senyum sendiri sih, kenapa obatnya habis ya ?", tanya Titah.

"Haduh, gila dong tah, gue", jawab Fandi.

"Titah gak ngomong kalau Fandi gila, Fandi sendiri loh ya yang ngomong kalau Fandi gila, hehe", kata Titah.

"Sembarangan, enak saja, jadi gini tah, hari ini kan Renaldi mau nongkrong nih nah Afgan juga ikut, elu mau gak ikut nongkrong bareng juga ?", tanya Fandi.

"Mau, mau, mau banget, oke kalau begitu Titah dandan yang cantik malam ini hanya untuk my handsome Afgan, terimakasih ya Fandi untuk infonya, kalau begitu Titah masuk dulu ya ke dalam, dadah", jawab Titah.

"Sudah gitu saja bujuk Titah, supaya gak nangis lagi dengar nama si oncom langsung berhenti nangisnya, wow!!", kata Fandi heran.

"Ih dibilang namanya Afgan Syah Reza bukan oncom", kata Titah yang pergi meninggalkan Fandi.

Beberapa menit kemudian..

Masih di depan rumah pak Nano..

"Jadi gitu lik jo ceritanya", kata Afgan.

"Oh itu tandanya den mas Afgan jeales", sambung Paijo.

"Haaaa apaan tuh lik jo jeales ?", tanya Afgan.

"Bahasa Indonesia nya cemburu, den mas Afgan, masa gak tau sih, katanya mahasiswa gimana sih..", jawab Paijo.

"Oh itu jealous lik jo, bukan jeales, haduh..", keluh Afgan.

"Hehe..", Paijo hanya tertawa.

"Oh iya ngomong-ngomong den mas Afgan gak suka kalau cah ayu dekat-dekat dengan den mas Fandi, temannya ?", tanya Paijo.

"Inggih lik", jawab Afgan.

"Oh, kenapa tidak ditembak saja cah ayu nya, den", kata Paijo.

"Jangan lik jangan", sambung Afgan.

"Kenapa, katanya suka dengan cah ayu, kenapa tidak ditembak saja ?", tanya Paijo lagi.

"Jangan lik, kalau ditembak lalu Titah nya meninggal bagaimana ?", tanya Afgan lagi.

"Lucu nih lucu, maksudnya lik jo nyatakan cinta begitu, bukan tembak cah ayu dengan tembakan, hadeuh..", keluh Paijo.

"Oh ngomong dong, saya kira tembak Titah dengan tembakan", kata Afgan lagi.

Di ruang keluarga..

"Ngek, nanti jangan lupa ya kamu ke kamarnya Renal dan bilang kalau saya sudah pulang, bilang juga kalau saya ingin memperkenalkan tante barunya", kata pak Nano.

"Muhun pak Nano, punten", sambung Cengek.

Di kamar Renaldi..

"Punten, den..", kata Cengek.

"Muhun bi cengek, aya naon ?", tanya Renaldi.

"Dipanggil pak Nano", jawab Cengek.

"Oh om Nano sudah pulang bi cengek ?", tanya Renaldi lagi.

"Iya sudah pulang den, oh iya den satu lagi pak Nano bilang katanya mau di kenalkan oleh ibu barunya neng geulis", jawab Cengek lagi.

"Oh oke, saya ke sana", kata Renaldi.

"Muhun den, lamun kitu punten", sambung Cengek.

"Muhun", kata Renaldi lagi.

"Assalamu'alaikum den kasep", Cengek memberikan salam pada Renaldi.

"Iya bi, wa'alaikumussalam", Renaldi menjawab salam dari Cengek.