Kemarin adalah waktu yang sangat singkat bagi kami. Ketika suara di Mesjid sudah berkumandang kami pun bergegas untuk pulang ke Rumah. Tiap keluar pasti mamaku bilang kalau pulang harus sebelum ayahku berangkat ke Mesjid. Di Rumahku memang begitu karena setiap Maghrib pasti di absen siapa yang belum masuk ke dalam rumah pasti di cariin.
Kebetulan lah yaa aku urutan pertama dari delapan bersaudara.
Singkat cerita ketika kami pulang dipertengahan jalan ban motor ku bocor, akhirnya aku minta ke Moya agar pulang dan di antar oleh temanku dan sementara aku mencari tempat tambal ban yang kebetulan dekat dari lorong rumah nenek ku.
Alhasil sudah 3 tempat aku temui tapi sudah tutup, akhirnya aku menelepon mama dan mengabarkan kalau ban motor ku bocor.
"Assalamualaikum ma... ban motor ku bocor dan tempat tembal ban nya sudah tutup semua".
" Jadi, kamu sekarang dimana?" kata mama.
"Aku dekat lorong rumah nenek, gakpapa kan aku nginap disana besok pagi baru cari tambal ban lagi dan segera pulang"
"Iyya gakpapa kok, nanti aku beritahu ke ayah kalau kamu nginap di rumah nenek". kata mama.
"Iyya ma".
Akhirnya dirumah nenek dan aku menjelaskan kejadian tadi sewaktu aku di jalan.
Keesokan harinya akupun duduk bersama nenek di teras rumah sambil menikmati teh buatannya. Neneku sangat senang kalau aku selalu berkunjung ke rumah nya.
"Kamu sudah dewasa yaa Ra, tidak lama lagi kuliahmu selesai". kata nenek
"Alhamdulillah nek, tapi masih belajar untuk dewasa kok karena jadi dewasa itu tidaklah mudah".
"Nak, nenek punya kabar gembira dan punya juga kabar sedih, tapi nenek bingung mau jelasin dari mana". kata nenek
"Apa itu nek ?" .
"paman kamu mau nikah, tapi ada sesuatu hal yang belum waktunya kamu tahu tapi nanti kamu juga tahu kok. kata ayahmu tidak apa-apa karena ayah kamu pun pernah melaluinya". kata nenek.
Mendengar penjelasan tadi sontak jiwaku terkoyak, nenek bisa saja menyembunyikan sesuatu hal sebesar itu tetapi ada cela untuk aku bisa mengetahui semua kebenaran yang sudah terlanjur terjadi. Akupun lansung terdiam tak tahu lagi apa yang harus aku katakan. Di sisi lain mungkin dia gak mau terus terang menjelaskan panjang lebar tetapi di sisi lain nalar ku tetap berjalan dan menguntai setiap perkataan nenek tadi. Urat di kepala raut wajah yang berubah membuat nenek untuk segera menenangkanku. Aku cuma bilang sudah nek aku tidak apa-apa. Aku langsung menenangkan diri menuju kasur itu dan meraih bantal untuk menutupi wajahku. Cucuran air mata tak bisa terbendung untaian kata dan mencari arti terus menghantui pikiranku. Rasa-rasanya ingin teriak tetapi tak punya daya dan aku juga tidak mau terlihat bahwa aku sebenarnya terpukul atas penjelasan yang tadi.