3. *** JOKO

Bulan malam itu

Walaupun seribu malam berbeda namun satu bulan tak akan berbeda sinarnya, dan dialah teman malam selamanya

"Kamu boleh mencintai siapa saja. Wanita itu dinikahi ada beberapa sebab, karena cantiknya, karena akhlaknya, karena hartanya. Namun jangan sekali kamu mencintai dan menikahi wanita yang mencintai laki-laki lain." (mak Bingah)

#

Sejak pertemuan di toko Mang Madir di pengkolan Surya itu, hati Joko semakin gundah dan tak menentu. Dia sadar apa yang dirasakannya sama dengan apa yang dirasakan oleh Marlinda. Karena waktu itu tatapan dira yang begitu bersinar dan tersipu-sipu malu saat ditatap balik oleh Joko tampak jelas. Namun yang menjadi masalah adalah Joko sudah meemiliki pujaan hati sebelumnya dan dia sedang berusaha untuk menjalin hubungan yang lebih serius lagi.

Tak elok dirasa apabila menjalin setengah-setengah lalu punah dan memulai lagi yang baru seolah masih cinta monyet usia remaja yang mudah jatuh cinta. Cinta hanya rasa sesaat belum mendapat keteguhan hati. Joko bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta dan mudah melupakannya begitu saja. Dia sudah lebih dari dewasa untuk mencerna perasaannya. Mungkin ini hanya sebatas mengagumi sebatas memuji bukan sebenarnya cinta. Terpesona sesaat saja.

"Mas Joko ternyata tidak merokok ya!" sambal tersenyum tipis Marlinda menyatakan kekagumannya terhdap sikap joko yang tidak merrokok itu. Kalimat itu sekan-akan terus terngiang-ngiang ditelinga suara lugu yang lembut. Bagaikan semilir angin malam membisikkan kidung agar terlelap. Haduhhhhhhh.

Waktu itu Joko tersenyum gugup karena degup jantung yang berdebar-debar seakan diguncang gempa. Luar biasa pesona wanita cantic memang menggoda. Gadis Komering memang putih semampai dan matanya yang bening serta sorotnya yang tajam mampu meujah jantung lelaki sesederhana Joko saja dapat terkulai.

Semakin diupayakan untuk memikirkan kekasihnya sendiri malah semakin kencang ingatan itu pada Marlinda. Muncul perasaan malas untuk berkomunikai dengan kekasihnya sendiri dan sering enggan menjawab teleponnya. Namun sering ingin menelpon Marlinda namun selalu diupayakan untuk tidak menelpon, karena hatinya yang masih ragu. Bayangannya seolah nyata dan mengisi bola matanya hingga penuh. Sahdan hati berdebar jika mengingat seraut wajah itu. Bukan biasa dia merasakan hal semacam ini mencintai wanita selain yang dia cinta. Biasa mata lelaki.

"Mau beli apa Dek?" tanya Rio pada Marlinda namun tidak di jawab oleh Marlinda. Rio adalah tetangga agak jauh dari rumah Marlinda. Tapi mereka biasa akrap karena memang teman sejak kecil. Namun karena ada Joko di sampingnya maka suara Rio nyaris tidak terdengar oleh Marlinda. Sebegitunya.

Mencintai bukan hanya perkara wajah dan bentuk fisik saja. Namun berdetak jantung apabila bertemu seolah ada denyut nadi yang sama iramanya. Luar biasa, seolah denyut itu memiliki magnet yang mampu mendeteksi keberadaannya. Hingga suatu hari mereka bisa berjalan-jalan pada tempat yang sama seolah ada suara nadi yang menuntun mereka untuk bertemu.

Kekasih bukan hanya suatu cinta yang ada di depan mata namun juga yang ada didalam hati sehingga mampu melukiskan siapa gerangan seseorang itu. Menuntunnya untuk bertemu dan keberanian untuk mengakui cinta yang dirasakannya.

Memahami apa yang dia rasakan maka Joko berupaya menetralisir hatinya dan seluruh perasaannya hingga Marlindapun menyadari kalau Joko sengaja menutup hatinya. Dengan sedikit kecewa Marlinda berpamitan untuk meninggalkan tempat itu agar suasana hatinya tidak kacau karena merasa ditolak perasaannya. Beberapa waktu berlalu beberapa kali mereka bertemu dan Joko berusaha menghindar dari tatap muka dan tatapan Marlinda.

Semakin sadar akan sikap Joko itu Marlinda segera mengambil sikap dan menunjukkan bahwa dia baik-baik saja dan tidak ada masalah pada pesan WA yang dikirimnya pada Joko. Marlinda meminta untuk bertemu dengan Joko dengan rendah hati sesempat Joko saja tanpa memaksa, bila Joko sendiri tidak bersedia tidak apa-apa.

Joko mengerti maksudnya. Untuk mencairkan suasana dan tak ingin terkesan sombong maka Joko menghubungi kembali Marlinda melalu panggilaan WA.

"Assalamu'alaikum" panggilan tersambung dan diangkat oleh Marlinda.

" Wa'alaikum salam" jawab Joko seolah tersendat di tenggorokan. Agak kaku.

"Iya Mas, ada apa?" tanya Marlinda kalem dan rendah.

Lama terdiam tidak ada jawaban dari Joko. Seolah mati sinyal. Namun keduanya belum mematikan sambungan. Bingung mau mengucapkan kalimat apa. Takut jika hati Marlinda kecewa. Namun perlu penjelasan agar hubungan kembali baik dan normal sebagaimana sebelumnya. Karena Marlinda adalah adik kelas Joko sejak SMP. Mereka juga tinggal di desa yang sama. Bahkan mereka juga akan sering ketemu karena sama-sama menyukai olah raga Voly. Pertandingan voly sering diadakan untuk menyambut panen dan musim di desa itu.

Namun apa yang bisa disampaikan oleh Joko?

Masih terdiam dan sangat sepi namun anehnya keduanya sama-sama tudak menutup telepon seolah sama-sama menunggu suara dari balik telepon itu.

Dengan nafas berat akhirnya Joko menyampaikan kalimat permintaan maafnya.

"Maafkan aku ya Mar!" suaranya agak gemetar. Lalu Joko menghela nafas dan melanjutkan kalimatnya.

"Kamu seperti adiku sendiri"

Di balik telepon Marlinda duduk bersimpuh di lantai panggung rumahnya adat Komering yang sudah dihuni oleh 2 generasi keturunan. Rumah itu dibangun kakeknya dari kayu asli Sumatra yang kuat dan anti rayap. Hingga saat ini masih kokoh dengan pernis yang mengkilat. Rumah itu juga berlantaikan papan. Keluarga Marlinda tergolong keluarga yang disegani di Lorong Surya ini. Ayahnya adalah Penghulu kampung.

Dengan wajah muram dan tubuh lunglai lemas, meski sebenarnya sudah mengerti sejak bertemu 2 hari lalu, Joko malah menghindar berbelok arah saat bertemu.

Hati yang sesungguhnya mengharap tanpa harapan masih saja sedikit terluka. Namun sadar akan sikap yang terbaik maka Marlinda segera mengumpulkan ide untuk menjawab dengan bijaksana.

"Mas...…sesungguhnya saya menyadari itu. Siapa loh yang tidak tau hubungan mas Joko dengan wanita itu. Tapi ngomong-ngomong dia luar biasa ya mas. Mas dan dia sangat serasi kok! Lanjut Marlina dengan suara yang renyah.

"Terima kasih pengertianmu Mar!" terdengar suara Joko seolah sayup dan lenyap dari telinga Marlinda oleh suara hatinya lebih besar dari volume suara Joko.

Dengan hati yang sedikit remuk Marlinda mencoba membalas basa-basi hingga akhirnya mereka mengakhiri telepon dan meenutupnya hingga suara sepi dan tak ada. Tanpa suara menetes air mata Marlinda.

Tak semudah itu dilaluinya. Karena tak semudah yang dibayangkan Joko untuk menyampaikan perasaannya Marlinda sebelumnya itu butuh kekuatan yang luar biasa. Bagaimana Marlinda berani menunjukkna perhatian dan perasaannya pada Joko yang sesungguhnya ia pendam sejak di bangku SMP. Namun tidak terlihat karena takut dengan sikap Joko yang begitu berwibawa di depan Marlinda. Namun karena hingga selesai kuliah dan sekarang sudah bekerja di klinik Made di dekat pasar Seberuk itu sebagai perawat membantu Dokter Eka warga keturunan Bali. Seberuk sebelah timur sebagian besar adalah warga keturunan Bali sehingga bentuk kelurahannya berupa bangunan khas Bali dan hingga saat ini yang menjabat menjadi kepala desa selalu dari keturunan orang Bali. Keturunan warga Bali menjadi penduduk mayoritas.

Masih menyusuri hati berapa waktu terlewati selama ini belum bisa mencintai dan menemukan cinta selain Joko sebagai lelaki yang ada di hatinya terpendam dalam. Mungkin juga selamanya karena saat ini sudah tenggelam harapan yang tadinya seperti ada celah jalan kecil dan sangat kecil sekali. Namun sekarang celah itu sudah jelas tertutup dan tidak mungkin terbuka kembali.

Mencoba menenangkan hati dengan menggulingkan badan di atas Kasur dan menatap langit-langit kamar. Tergelatak tanpa gerak. Mata menatap kian pudar hingga menutup terlelap. Tidak salah mencintai namun harus tetap menjaga hati. Ada hati yang memang tercipta untuk dimiliki namun juga ada kalanya hati yang hanya bisa dicintai namun tidak dimiliki. Dalam senyap mimpipun masih terasa degup rasa yang belum bisa lupa. Semua mungkin akan memudar seiring waktu. Sehingga suatu hari nanti hati mampu melewati.

##

Malam itu Joko ikutan nongkrong di pos angkringan Lorong Surya, yang legendaris. Almarhum Pak Surya adalah mantan preman besar yang legendaris. Masa muda pemimpin bajing loncat bermarkas di daerah Surya Adi dekat Lampung. Dimana daerah itu sepanjang jalan lintasnya banyak ladang jauh dari hunian penduduk. Masa itu belum ada ladang karet. Penduduk mengandalkan padi dan komoditas musiman lainnya. Sehingga ekonomi masyarakat sangat rendah. Kejahatan merajalela. Garong dan begal tidak hanya menjarah pendatang namun juga warga sendiri. Namun tak ada garong berani masuk desa Muara Burnai. Karena Raja Rimba nama lain Pak Surya dengan nama asli sebenarnya adalah Subahtiar Alamsyah Dari suku komering. Namun karena menjadi preman penguasa kecamatan Surya Adi maka di sebut Surya. Jarak Surya Adi dengan Muara Burnai jarak tempuh 3-4 jam karena jalan yang lubang sehingga tidak bisa melaju kencang.

Tidak heran dengan kehidupan yang sulit sehingga banyak kejahatan hingga sekarang. Wilayah yang luas dan masih banyak area perladangan yang sepi taka da rumah hingga berkilo-kilo meter. Sehingga pelaku kejahatan susah

Kisah yang paling terkenal hingga ke masyarakat Muara Burnai akibat ulah komplotan Pak Surya ini adalah penggarongan sapi warga Surya Adi yang memiliki 20 ekor sapi dengan terbuka dan terang-terangan. Ceritanya musim pertandingan Bola yang disiarkan secara langsung di televisi zaman itu masih layar hitam putih. Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Sang pemilik rumah bergegas mendekat seraya bertanya siapa gerangan yang ada dibalik pintu. Jawaban dari luar menyatakan dia tetangga mau ikut nonton bola. Tanpa ragu dan curiga pintu di buka dan orang diluar pintu dipersilahkan masuk. Rupanya dia tidak sendiri, ada 5 orang bersenjata laras Panjang dengan kasar menodongkan senapan pada kepala si pemilik rumah dan memintanya untuk membukakan gembok kendang sapi di belakang rumah dan menuntunnya ke truk si garong.entah bagaiman perasaan si pemilik sapi.

Sampai sekarang garong masih merajalela namun sudah tidak separah dulu.

Setelah berbincang dengan beberapa pemuda di gang Surya termasuk Rio, Joko yang boncengan dengan Samsul sepupunya itu bepamitan untuk pulang duluan.

"Kemana sih?" tanya Rio pada mereka. "Ouhhh aku tau pasti kamu nak lewat rumah Marlinda!" sambung Rio sambil terkekeh diikuti yang lain.

"Coba bae kalau Joko pacak dapetkan "Bulannya Lorong Surya" itu! Seloroh Takim seorang pemuda yang tinggal di Lorong Surya itu juga. Sontak yang lain ikut tertawa.

###

Parjalanan menuju rumah Mak Bingah bibi Joko yang tinggal di daerah Kemang cukup menyita energi bahwasannya musih hujan sudah membuat lumpur di jalan menjadi benyek dan ban tenggelam pada lumpur. Medan yang sulit sehingga perjalan jauh menjadi semakin lama. Selalu meningkatkan kewaspadaan agar tidak tergelincir. Desa Kemang bukan desa terpencil hanya akses jalan jauh dari Lintas Timur Sumatra. Jalan antar desa maupun antar kecamatan masih berupa batu-batu sekepal tangan namun pada musim hujan tenggelam oleh lumpur lama-lama batu itu hilang. Jalan batu yang biasa disebut makadam itu sengaja ditaruh untuk nantinya proses pengaspalan.

Proses pengaspalan itu hingga kini masih berupa rencana entah kapan pelaksanaannya. Dari zaman Suharto hingga kini Jokowi masih saja begini. Jalanan yang sulit ini juga rawan begal. Kata begal memang bukan hal baru dimana tempat sepi dan jauh dari pemukiman akan rawan pembegalan. Namun ada juga daerah yang memang sudah terkenal menjadi sarang begal. Sangat terkenal namun tak ada polisi berani mendeteksinya karena hamper seluruh warga dusunnya agak aneh.

Setelah perjalannya yang cukup jauh maka Joko pun sampailah pada rumah bibinya di Kemang. Penduduknya sebagian besar warga Bali sehingga pemndangan di sepanjang jalan adalah pura-pura milik warga Bali itu. Beberapa ekor anjing juga berkeliaran.

"Alkhamdulillah dikunjungi anak bujang. Dari rumah saja le?" sambut Mak Bingah dengan senang hati. Mak Bingah adalah dukun urut dari bayi hingga dewasa bahkan kadang pasiennya laki-laki. Pijat disini menggunakan lotion untuk "memplocot" istilah mereka. Setelah dipijat rata seluruh tubuh lalu dioleh lotion seperti pijat kecantikan itu dengan tujuan otot-otot mudah diluruskan dan dilenturkan lagi.

" Iya Mak…. Memang sengaja ke sini mengunjungi Mak Bingah!" jawab Joko sambal tersenyum.

Senyum yang membuat lega hati bibinya dan semakin senag serta bangga.

"Ah kamu sama seperti waktu kecil pinter buat Mak nih tersanjung…..sekarang kan katek lagi sinetron tersanjung itu le….." akhirnya Mak Bingah tertawa lebar.

Setelah berbasa-basi sesaat lalu Mak Bingah ke belakang mengambil minum dan makanan yang ada.

"Mak punyanya singkong, mudah masaknya mudah bikin kenyang" mak Bingah menyodorkan sepiring singkong rebus.

"Apa ajalah Mak saya mau lapar juga perjalanan jauh." Jawab Joko

Dengan lahap Joko menyantap singkong rebus di oles sambal "torek" yaitu sambal cabe mentah langsung diulek.

Desa ini sama seperti desa yang lain masih komoditas utamanya adalah karet namun bagi yang tidak memiliki ladang sendiri selain buruh nyadap juga serabutan pekerjaan yang lain. Seperti Mak Bingah ini yang ladangnya hanya satu hektar untuk pekerjaan suaminya, beruntung dia bisa mendukun sejak muda. Keahliyan ini di dapat dari keturunan ilmu turun neneknya yaitu buyutnya Joko di Jawa dulu. Setelah mengikuti lakon (puasa dan wirid tertentu) maka neneknya mensyahkan Mak Bingah untuk mendukun pijat.

Sekarang ramai pasien Mak Bingah yang paling banyak adalah anak-anak. Karena masa anak-anak sering melakukan kegitan atau aktifitas anak-anak yang begitu gesit. Sehingga mudah Lelah bahkan mengalami cidera otot baik ringan maupun berat. Hal inilah yang membuat orang tuanya membawa ke tempat Mak Bingah untuk dipijat. Karena kalau anak-anak kelewat kecapekan setelah bermain pasti mereka menjadi rewel, susah tidur hingga demam.

"Le… setiap orang ada jalan riskinya masing-masing. Mensyukuri adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan rasa iklas menerima pemberian Ilahi. Tidak semua orang ditakdirkan hidup susah begitu juga tidak semua orang ditakdirkan hidup enak leyak dan berkecukupan. Tapi semua orang diwajibkan untuk bersyukur!" ucap Mak Bingah dengaan lembut pada Joko yang masih menikati singkong rebus dan teh hangatnya.

" Insyaalah Mak. Kalau itu akan kupegang teguh. Saya bangga menjadi diri saya sendiri Mak. Apapu yang bisa saya lakukan itu bagiku kebanggaan. Terlepas membuat kaya atau tidak." Jawab Joko mantap sambal mengunyah pelan-pelan.

Mak Bingah tersenyum dan melanjutkan bicaranya.

"Kamu sudah punya pacar belum?" Tanya Mak Bingah

Joko hanya tersenyum dan membiarkan Mak Bingah menyimpulkan jawabannya sendiri.

"Kamu boleh mencintai siapa saja. Wanita itu dinikahi ada beberapa sebab, karena cantiknya, karena akhlaknya, karena hartanya. Namun jangan sekali kamu mencintai dan menikahi wanita yang mencintai laki-laki lain." Pesan Mak Bingah pada Joko.

Joko hanya terenyum sambil menikmati singkongnya.

Obrolan mereka merembet kesana kemari hingga tak ada tema khusus lagi. Sesekali mereka tertawa bersama sebagaiman orang tua kepada anaknya yang lama tidak bertemu. Saling melepas rindunya.

"Kamu dulu kalau disambi tanam padi di sawah Sukanya ngencingin benih padi yang diikat dalam bentelan. Gak kurang ajar kayak gitu. Coba bayangin, habis kok kencingin trus kami pungut dengan tangan untuk di tanam!" Mak Bingah tergelak tawanya. Joko menyambut tawa juga kegelian.

"Itu aku sudah kelas 2 mak, jadi aku ya sudah ingat!" sambung Joko cengengesan.

"La ya itu, kurang ajarnya wong sudah ngerti sudah agak gedean kok malah ngerjani orang tua. Ibukmu itu teriak-teriak, jangan-jangan! Kamu malah seperti di suruh!" Mak Bingah melanjutkan ceritanya.