Bab 11-Nama Bidadari Darah

Jikalau aku salah mengeja bait-bait rindu

sesungguhnya itu tidak keliru

aku hanya ingin menemukan frasa sederhana

bagaimana berucap cinta

tanpa harus memintal sepi

dan mencaci muramnya mimpi

Siluman Lembah Neraka menatap dua orang yang sekarang berlutut di hadapannya. Amarahnya belum mereda karena begitu banyak orang yang berani melanggar wilayah Lembah Neraka. Siluman aneh dan angin-anginan ini sudah memutuskan satu hal.

"Aku akan mengangkat satu dari kalian sebagai muridku. Kalian boleh menunjuk diri sendiri, orang lain, atau saling serang hingga tewas, aku tidak peduli. Aku hanya akan mengangkat satu murid saja."

Unduh Kusuma melirik Sekar Wangi. Tatapannya beradu dengan gadis itu. Cepat-cepat Unduh Kusuma menundukkan muka. Dia benar-benar tak berdaya di depan gadis ini.

"Paduka Penguasa Lembah Neraka, biarlah hamba mengalah. Sekar Wangi lebih layak menjadi murid Paduka."

Siluman Lembah Neraka mengangkat tangan kanannya yang membuat Unduh Kusuma terkesiap dengan jantung nyaris copot. Tangan kurus itu menguarkan hawa sakti dengan kekuatan mengerikan. Sekali mengenai kepalanya, dia hanya akan tinggal nama.

Buru-buru Sekar Wangi menyentuh lembut lengan Siluman Lembah Neraka. Suaranya begitu halus merdu dan mendayu-dayu.

"Guru, ampunilah dia. Aku masih membutuhkannya untuk mendapatkan Ajimat Asihing Jagat Kebo Lanang di Pajang."

Siluman Lembah Neraka melengak kaget. Itu ajimat langka yang bisa membuat siapapun mengasihi orang yang memakainya. Untuk apa gadis ini memerlukan ajimat itu? Tapi sentuhan lembut dan suara halus Sekar Wangi ternyata mampu menyihir datuk siluman yang tak bisa ditebak hatinya itu. Siluman Lembah Neraka menurunkan tangannya dan mendesis kejam.

"Pergilah! Lakukan apa yang diperintahkan muridku. Jangan kembali sebelum mendapatkan Kebo Lanang. Jika kau berhasil menyenangkan hati muridku ini, aku akan memberimu hadiah satu dua jurus pukulan simpananku."

Unduh Kusuma tahu diri untuk tidak membantah maupun melawan. Terlalu berbahaya. Lelaki itu membungkukkan badan lalu beranjak pergi setelah menatap sejenak ke arah Sekar Wangi. Tatapan penuh permintaan, tunggulah aku.

Sekar Wangi hanya membalas dengan senyuman manis. Gadis ini melihat bayangan Unduh Kusuma lenyap dari pandangan terlebih dahulu sebelum kembali menyentuh lengan kurus siluman tua itu dengan lembut. Bukan sentuhan. Tepatnya elusan. Siluman Lembah Neraka merasa bulu-bulu di sekujur tubuhnya meremang. Gadis ini sungguh luar biasa! Bisa membangkitkan gairahnya yang telah lama pudar ditelan masa. Selain menjadi muridnya, gadis ini sangat cocok menjadi teman tidurnya. Siluman Lembah Neraka melengkingkan suara aneh yang membuat siapapun yang mendengar pasti merinding.

Raden Soca berhenti di sebuah tanah lapang setelah keluar dari lingkaran wilayah Lembah Neraka. Siluman Wulung ikut mendarat dan merendahkan tubuhnya. Raden Soca meraih tubuh Bidadari Darah yang terlihat sudah tidak bernyawa lagi. Dengan tergesa-gesa Raden Soca menempelkan telapak tangan ke leher gadis itu. Masih terasa sedikit detak nadinya. Raden Soca sedikit bernafas lega. Meskipun dia belum tahu apakah akan berhasil menyelamatkan gadis itu atau tidak, setidaknya dia akan berusaha. Gadis ini tadi begitu nekat membelanya meski tahu akan sia-sia.

Pemuda dari Lawa Agung itu mengalirkan hawa sakti Inti Bumi untuk membantu Bidadari Darah. Hawa hangat dan murni itu menembus perlahan ke aliran darah dan syaraf-syaraf Bidadari Darah yang nyaris mati. Perlahan namun pasti, tubuh dingin itu menghangat lagi. Raden Soca bernafas lega. Dia melepaskan tangannya karena upaya yang dilakukannya tadi sangat menguras tenaga. Dia perlu memulihkan diri sebentar.

Telapak tangan halus terjulur dan menempel di leher Bidadari Darah. Melanjutkan apa yang telah dilakukan Raden Soca. Pemuda itu membuka matanya karena merasa ada gerakan halus di sekitarnya. Mata pemuda Lawa Agung itu berbinar seperti kejora saat melihat Ratri Geni menggantikan posisinya mencoba memulihkan Bidadari Darah. Gadis luar biasa! Raden Soca tersenyum tulus sambil terus memandangi sosok Ratri Geni.

Ratri sepertinya sadar ada yang memperhatikan. Gadis itu menggerakkan kepala menoleh. Bersitatap dengan Raden Soca yang tengah bengong memandanginya. Dasar gadis usil, Ratri Geni malah menjentikkan sesuatu dari jari tangan kirinya yang bebas. Kerikil kecil menyambar hidung Raden Soca yang langsung mengaduh-aduh tak karuan. Ratri Geni sangat membatasi tenaganya sehingga pemuda itu tidak sampai terluka. Namun tetap saja hidung Raden Soca memerah dan terasa pedas. Pemuda dari Lawa Agung itu hanya bisa menyumpah-nyumpah dalam hati.

Ratri Geni kembali memusatkan perhatian kepada Bidadari Darah. Luka dalam gadis ini parah luar biasa. Tidak mungkin bisa sembuh seketika. Akan memerlukan waktu setidaknya beberapa hari sebelum bisa pulih total. Itupun harus dibantu dari luar dengan penyaluran tenaga dalam untuk penyembuhan. Ratri Geni merasa iba juga kepada gadis ini meski dia tahu Bidadari Darah adalah orang yang kejam dan mudah menjatuhkan tangan maut. Tapi caranya tadi berusaha membantu Raden Soca membuat Ratri Geni terkesan…sekaligus cemburu!

Bidadari Darah mengeluh pendek sambil membuka matanya sedikit. Gadis ini nyaris terlompat saat sadar Ratri Geni sedang menyalurkan hawa sakti untuk membantunya sembuh. Dia tahu siapa Ratri Geni. Gadis sakti yang dulu pernah mengobrak-abrik gerombolan Malaikat Darah di Alas Roban. Tubuh gadis ini kembali melemas pingsan karena luka itu belum memungkinakan baginya untuk siuman terlalu lama.

Dalam keadaan sadar lalu tidak sadar lagi berulang-ulang, Bidadari Darah akhirnya mengetahui bahwa Ratri Geni dan Raden Soca bergantian membantunya pulih dengan menyalurkan hawa sakti yang menghangatkan aliran darahnya sehingga perlahan-lahan dia mulai pulih. Selama berhari-hari, semua kebutuhan Raden Soca dan Ratri Geni disediakan oleh Jaka Umbara dan Siluman Wulung. Mencari kayu bakar, hewan buruan, ikan dan memasak air, dilakukan semua oleh pemuda Tuban itu dengan senang hati. Siluman Wulung biasanya membantu dengan membawakan para muda-mudi itu ayam hutan, rusa atau kijang dalam cengkeraman kakinya yang mematikan.

Setelah mengerjakan semua hal, biasanya Jaka Umbara duduk melamun. Pikirannya kembali menerawang kepada Sekar Wangi. Gadis yang benar-benar telah berubah seperti bumi dan langit sekarang. Tidak lagi mengenalinya atau mungkin tidak mau mengenalinya lagi. Rasa pedih menghampiri hati Jaka Umbara. Harus diakuinya bahwa melupakan cinta terhadap Sekar Wangi tidaklah mudah. Sangat sulit malah. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapinya. Selepas melamun panjang seperti itu, Jaka Umbara selalu memutuskan untuk bersamadi menenangkan pikiran sekaligus berlatih Lafadz Sejati.

Anehnya, semakin dirinya pasrah terhadap apa yang menimpanya, Jaka Umbara merasakan Lafadz Sejati semakin meningkat dengan pesat. Hawa sakti Inti Bumi dalam dirinya menguat dengan cepat. Pikirannya semakin bersih dan makin hari pemuda itu siap seandainya harus melupakan Sekar Wangi dan menyimpan rasa cinta hingga ke dalam palung hatinya.

Pada hari ke sembilan, keadaan Bidadari Darah sudah sangat membaik. Gadis itu sudah sadar sepenuhnya. Ratri Geni dan Raden Soca tidak lagi mesti menyalurkan hawa sakti untuk membantu pemulihan karena Bidadari Darah sudah mampu bersamadi. Namun gadis itu belum bisa banyak bergerak. Luka dalamnya bisa kambuh seketika apabila dirinya melakukan gerakan-gerakan seperti biasa.

Keempat muda-mudi itu duduk melingkar di hadapan makanan yang masih mengepulkan uap panas. Bersiap untuk makan.

"Bidadari Darah, apakah kau merasa sudah cukup kuat sekarang? Apa rencanamu selanjutnya setelah pulih seperti sedia kala? Kembali ke Perkumpulanmu?"

Raden Soca bertanya ringan sambil menggerogoti paha ayam. Jawaban lirih Bidadari Darah sangat mengejutkan.

"Aku tidak mau kembali ke mereka lagi Raden. Dan tolong panggil aku Pramesti Sarayu. Aku bukan Bidadari Darah lagi."

-*