Suatu tempat yang sepi, kupu-kupu hitam merah lewat, Zer'o muncul ditempat.
Meneriakkan nama< Soalf >
Tiba Soalf ditangannya, Zer'o mengangguk dan menutup matanya untuk mengkonsentrasikan waktunya, la mengayunkan Soalf kuat-kuat kebawah dengan gerakan membelah.
Dalam sekejap, angin kencang berdesir dari tepi yang tajam dari Sabit besar Soalf, dan lubang dimensi retak terbuka dalam celah sempit di ruang yang ditebas oleh Zirant Waktu milik Zer'o.
"Baiklah, waktunya pergi."
Pergi dengan muka yang percaya diri memasuki portal, tiba di gurun pasir yang berhembus kencang.
Ada pasir masuk dalam mata Zer'o.
"Akhhk.... Pasirnya... Bangsat kau!"
Menggosok-gosok mata sambil berjalan mencari Celsi.
Di Lain sisi, orang-orang berlarian keluar dari rumah sakit. Para gang bertopeng monyet menembakan peluru ke kaca mengunakan pistol, membakar motor dan mobil di parkiran, meledak ledak akibatnya.
Orang-orang yang tangannya ber-impus berlari keluar dari kamar tapi sayangnya mereka di halau oleh gang bertopeng monyet, menembak mereka satu persatu Setelahnya Berjatuhan demi satu persatu.
Dikamar ruang egang 12 ada kakek tua yang pasrah mendengar suara keadaan di luar.
"Ajalku hampir datang."
Suara kaki yang berlari menuju padanya. Dia menoleh dan melihat ke luar kaca, tragedi yang mengerikan terjadi di sana."
"Seperti...."
Terbukanya pintu ruangan kakek itu, mereka menodongkan pistol dan melepaskan tembakan ke kakek tersebut. Saat peluru hampir mengenainya, dia mengucapkan kata terakhir.
"Kedamaian akan berakhir mulai dari sini."
Percikan darah yang menempel di kaca.
Lelaki berambut putih dan mata sipit, dengan dipinggangnya ada Mandau emas sakti berjalan di tengah api sambil tersenyum lebar.
"Haha.... HAHAHAHA!!!!"
Lelaki itu berjalan atas atap rumah sakit dan melihat suasananya. Pemandangan yang penuh dengan api, motor yang meledak, sama dengan mobil lainnya.
"Ini tidak terlalu buruk."
ia menarik mandaunya dari pinggang, menunjukkannya pada langit.
"Keluarlah mahkluk yang suci. LEMBUSWANAAA!!!!"
Teriakan yang kencang sambil mengayunkannya ke bawah dengan kuat. Matahari cerah kini mulai ditutupi oleh awan, Petir yang kuat menyambar pepohonan, orang sekitar, rumah sekitar, dan apapun yang ada di sekitarnya akan disambar oleh petir.
Suara Aungan yang mengerikan terjadi, Langit terbelah menjadi dua bagian, membukakan dimensi lain. Portalnya melebar, melebar, melebarkan.
Lalu tertutup kembali seperti semula tanpa ada perbedaan sedikit pun.
Parkiran yang penuh dengan motor terbakar tiba-tiba dijatuhi oleh sesuatu yang begitu kencang ia jatuh, membuat lubang yang amat besar dan dalam karenanya.
Mengakibat asap yang tebal dari sananya, saat asapnya sudah menghilang.
Seorang perempuan dewasa cantik dengan TT gede, memiliki mata hitam dan rambut hitam panjang, Lalu bersayap seperti Garuda, bermahkota, kemudian mengenakan baju takwo, kain batik bermotif, kalung berwarna emas dan permata, di bagian tengahnya terdapat bros. Ujung kalung di masukkan ke dalam lubang kancing, dibawahnya rok kebaya dengan bagian ujung kain sebelah kanan ditambah rumbai emas, dan bersandal bakiak kayu jati.
Ditangannya terdapat Mandau, Bilah Mandaunya berbentuk panjang dan pipih seperti parang, dengan bagian ujung yang runcing juga sangat tajam. Diserapi dengan sihir sangat tinggi dengan Petir Emas di Aliri Listrik.
Pria berambut putih ini terbang, dia seperti sedang menjaga jarak.
Perempuan Lembuswana melepaskan serangan rumah sakit dengan sekali serangan, itu terpotong menjadi dua lalu Semuanya Menjadi Abu tanpa ada sisa.
Pria rambut putih ini terkesan melihatnya, ia mendarat pelan menghadapinya, perempuan ini menaruh mandaunya di bahu belakangnya, berjalan menuju pria tersebut dan unduk padanya.
"Apakah anda yang telah memanggil saya?"
Pria tersebut menaruhkan Mandau emasnya pada pundaknya.
"Benar, aku adalah tuanmu."
Mengangkat kembali Mandau tersebut pada pundaknya.
"Namaku adalah Sura. Namamu?"
Dengan rasa hormat ia menjawab.
"Baik tuan Sura, namaku Rein."
Sura berbalik badan dan melihat kebelakang.
"Kalau sudah begini, aku akan mengetest seberapa setianya dirimu sekarang pada tuan barumu."
Berdiri, Sura berjalan dan disusul oleh Rein.
Cuacanya Mulai Berawan gelap dan Chelya merasakan aura keberadaan seseorang yang datang dari arah rumah sakit.
"Ahh... Sudah terlambat."
Shin begitu cepat langsung dibelakang Chelya untuk menebaskan pedangnya dengan kuat sampai sampai membuat angin kencang yang menggoyangkan pohon sekitar.
Chelya menahannya dengan pedang miliknya.
Shin agak terkejut dan dia meloncat kebelakang lalu menerjangnya kembali, Chelya juga menangkisnya, Shin semakin terhibur dengannya.
Shin terus menyerangnya dengan lambat, Chelya menangkis serangannya. Lambat, lambat, cepat, lambat, cepat, cepat, sangat cepat, cepat, cepat, sangat cepat serangannya pada Chelya.
Serangan dari segala arah yang terus menyerangnya.
Bertahanan dan serangannya Mereka membuat angin yang kencang. Pertarungan mereka membuat angin puting beliung, serangan Shin berkemungkinan adalah 0 dalam satu serangannya, sama juga dengan Chelya yang menangkisnya.
Angin tersebut menghancurkan jalanan dan pepohonan disekitarnya.
Shin sangat terhibur dan tergila-gila pada Chelya yang menurutnya ia sangat menarik.
Satu serangannya membuat pipi Chelya terluka. Ia ingin meregenerasinya namun tak bisa.
"Regenerasi super cepatku tidak berfungsi?."
Ujung bilah pedang Shin agak sedikit memendek.
Petarung mereka cepat dan lincah.
Sama halnya seperti Celsi melawan Zer'o di pertarungan mereka di test ujian mereka.
Sangat cepat, bahkan pertarungan mereka lebih dahsyat dan lebih cepat dibandingkan pertarungan Celsi.
Berkemungkinan besar pertarungan ini kecepatannya mencapai 101% kecepatan cahaya.
Hanya dengan percikan pedang mereka membuat pohon sekitar terbakar.
Lengan kiri, lengan kanan, kaki kiri, kaki kanan, perutnya di lukai oleh Shin.
Pedang tersebut menjadi sedikit pendek dari yang sebelumnya, itu karenakan pedangnya setiap melukai seseorang akan memendekkan bilahnya dan seseorang tersebut tidak akan bisa meregenerasi luka tersebut meskipun regenerasinya sangat cepat.
Ia terus menyerangnya, tiba-tiba tubuh Chelya menjadi kupu-kupu hitam biru.
"Kupu-kupu?"
Triknya membuat Shin terkejut.
Chelya melayang, berada diatasnya, membuatkan 20 bola besar api dengan cepat. Melepaskannya pada Shin.
Shin sedikit tersenyum dan menutup matanya, bola api yang menyinggahinya.
Hampir mengenai dirinya, bola api tersebut tiba-tiba terbelah dua dengan sendirinya. Satu persatu bola apinya terbelah dua dengan sendirinya.
Belahan bola tersebut jatuh pohonan sekitar dengan beruntun terjadi padanya, mengakibatkan getaran gempa yang mengguncang.
Mata Chelya melebar setelah melihatnya dilanjutkan dengan menggertakkan giginya kuat-kuat.
Chelya Melihat kebelakang. Tak sempat merespon menendang Shin dengan gaya tendangan sabit, Chelya terpental jauh dan cepat, sama pula dengan pedangnya yang jatuh tertancap di tanah.
Tendangan lain menyusulnya, dikombinasikan dengan pukulan yang kuat membuat semakin tersamsak oleh Shin.
"Khakk!!!"
Shin meninju dagu Chelya melayang ke atas. Sampainya di atas awan, Shin memasang tatapan seperti seorang pembunuh. menusukkan pedangnya di jantung chelya.
Membuatnya muntah darah.
"Khakkk..!!!"
Shin dengan kuat menijakkan kakinya pada ujung pegangan pedangnya, semakin dalam pedangnya tertancap di jantungnya.
Merasakan rasa sakit yang luar biasa. Ia mendarat dengan pedang yang tertusuk di jantungnya, saat saat mendarat menuju ke bawah. Pedang itu bergerak sendiri, menusuk-nusuk dan berputar-putar dengan sendirinya membuat dia semakin tersiksa.
"Khakkk..!!!!! Khakkk...!!!!!!!!!!"
Dia semakin cepat dan semakin cepat menusukinya, Chelya semakin sakit dan berteriak kesakitan.
"AAAAAA.....!!!!!!!!"
Kemudian saat Shin menumpu pada atas gagang Pedang itu. Ia berhenti.
Menatapi Chelya dengan datar mengatakan.
"GAME OVER"
Ia kemudian dengan cepat mendarat ke bawah karena bawah dialas kakinya mengeluarkan angin yang kencang.
Pedang itu tertancap di tanah dengan Chelya di tengahnya.
Saat saat sekarat, tangannya bergerak ke langit seperti ingin meraih sesuatu...
"Hidup... Memang singkat ya..."
ia melihat ke kanan, mengfokuskan pandangannya pada Shin yang sedang mengisap rokok.
Beberapa detik setelah melihat dirinya Tangannya pun terjatuh ke bawah dengan lemas.
menghembuskannya.
Melihatnya dengan datar.
"Padahal aku lebih ingin kita lebih lama dari ini."
Dia meninggalkannya.
Angin berhembusan, dan Shin menghilang.
Air turun dari langit dan hujan.
Membasahi Chelya di sana yang tertancapi oleh pedang ditengah-tengahnya.
Celsi berjalan di tengah terik matahari, sekitarnya hanya lah pasir dan kaktus, peluh yang Menetes. Mengelapnya.
"Panas banget astaga. Dari awal melewati badai pasir lalu aku terjebak di sini. mataharinya seperti dekat denganku."
Celsi merasakan aura keberadaan Zer'o dari belakang, berputar balik badan. dari kejauhan, Zer'o tampak kecapekan karena telah melewati badai pasir.
Celsi dengan instan berteleport menemui ia, Zer'o pingsan diperpasiran, ia pinsang dengan mulut yang terbuka. Tiba tiba Celsi kebelet kencing.
"Gawat. Aku butuh toilet."
Tapi... saat Dia melihat mulut Zer'o yang terbuka lebar, ide muncul di kepala Celsi. Membuka resleting celana dan mengeluarkan air dari sana, airnya masuk kedalam mulutnya, membuat itu seperti genangan air sungai.
Celsi merasa lega karenanya dengan merasa tak bersalah.
Tak lama kemudian Zer'o bangun.
Dia melihat Celsi yang sedang duduk merenung, melihati pemandangan yang datar penuh dengan pasir. Ia berdiri, berjalan menujunya, dengan rasa takut. Ia memegang pundaknya, Celsi menjadi kupu-kupu biru hitam setelah memegangnya.
Mata Zer'o melebar dan menoleh kebelakang. Ada ujung katana hitam yang datang ingin menusukkannya, dengan sigap Soalf tersummon ditangannya.
menangkisnya.
"Yo."
Ternyata itu Celsi, keduanya melompat kebelakang. Zer'o menutup matanya dan menghelakan napasnya. Membuka matanya. Berbalik badan, lalu mengayunkan Soalf kuat-kuat kebawah dengan gerakan membelah. Angin kencang berdesir dari tepi yang tajam dari Sabit besar Soalf juga pasir yang berhembusan kencang, dan lubang dimensi retak terbuka dalam celah sempit di ruang yang ditebas olehnya.
"Ayo! Tidak perlu bercanda! Seperti kita sudah lambat."
Dengan ketangguhan ia duluan masuk ke portal. Celsi sedikit menahan tawa karena ulahnya tadi, kemudian masuk pada portal.
Menijakkan kaki tanah.
Hujan yang deras lalu Suasananya sangat berbeda dengan yang sebelumnya. Pemandangan yang mengerikan, pohonan yang hancur, roboh, dan ada pohonan yang hangus habis terbakar. Jalanan menjadi retak-retak dan bolong-bolong.
Mereka berjalan ke depan, dengan eskpresi khawatir. Melihat sekitarnya Tampak ngeri.
Singkat waktu, setelah berjalan lama melintasi jalan tersebut...
Mereka melihat Chelya yang tertancap oleh pedang panjang pada bagian jantungnya.
Mereka berlari... Menghampiri...
Keduanya memasang ekspresi sedih dan takut.
Celsi maju selangkah, Merasakan keputusan asaan pada dirinya.
Melintas pada pikirannya, kenangan kenangan bersamanya. Walau hanya beberapa hari bertemu dengannya, dia seperti sudah telah lama mengenalnya.
"Ap... Apa... Yang telah terjadi...?"
"Dia melawan mahkluk gajelas dan menyuruhku untuk meninggalkannya pergi mencarimu."
Celsi berdiri dengan lutut, tatapan gosong dari matanya seperti ada yang salah pada dirinya.
"Hei... Apa aku lemah? Apa aku salah?"
Zer'o hanya bisa merenungi Celsi.
"...."
Dia terus menyalahkan dirinya Seolah-olah dirinya lah yang telah bersalah.
Celsi terdiam. Dia berdiri, putar balik badannya dan berjalan meninggalkannya.
Saat Celsi yang telah jauh dari situ, Zer'o pun menyusulnya. Meninggalkan Chelya tetap disana.
Tak lama setelah jauh meninggalkannya...
Hujannya semakin deras.
Tubuh Chelya bergetar-getar kedinginan.
Dia berdiri dengan pedang yang masih tertancap di jantungnya, melepas pedang dari tubuhnya dan membuangnya sembarangan. Menutup matanya lalu menghela nafas.
"Berpura-pura mati itu lumayan sulit juga—"
"—Dia tetap saja Sama seperti diriku dulu."
Regenerasi luka... gagal. Tidak ada satu pun luka yang sembuh. Chelya Berjalan sama arah seperti Mereka tadi.
Pedang Chelya tadi yang jatuh tertancap, menjadi kupu-kupu dan menghilang.
Chelya secara instan, berteleport hadapan mereka. Di tempat awal mereka berkumpul sebelum Shin datang.
"Yo!"
Mata mereka melebar terkejut, suatu keajaiban dan kemustahilan terjadi didepan mereka.
Celsi: Kamu Chelya bukan?
Zer'o: mustahil! Dia hidup tanpa jantung.
Muka yang datar Chelya mengatakan.
Chelya: Iya.
Celsi tiba-tiba memeluknya dengan erat. Mata Chelya melebar dan memerah. Hal yang telah lama ia tidak rasakan pada dirinya, yaitu adalah pelukan yang hangat.
Hal yang bagi dia telah membuang, menghancurkan, menghapus konsep pada dirinya. Kini telah dibuat lagi oleh Celsi.
"Mustahil... Perasaan ini..."
Ingatan kelam yang sekilas melintas pada pikiran Chelya.
Seorang pemuda laki laki kecil yang berambut biru ditahan oleh bandit. dia diperlihat orangtuanya tersiksa sadis oleh sekumpulan bandit didepan matanya dengan jelas. Kedua mata ibunya yang congkel keluar, kuku kaki dan kuku tangan dari kelingking hingga jempol dicabut satu persatu. Mereka berteriak kesakitan, pemuda itu berteriak dengan keras.
Padahal para bandit inginkan hanyalah kekayaan yang dimiliki oleh keluarga pemuda tersebut.
"Tolong hentikan! Mereka tidak bersalah! "
Pemuda ini terus melihat kesadisan dan kesengsaraan orangtuanya dari awal hingga akhir.
Semuanya berakhir, Para bandit telah menyiksa kedua orangtuanya. Kedua Tangan, kaki, kepala, mata, gigi, dan jari tangan juga kaki orang tua pemuda tersebut di susun rapi dengan Bandit, Pas di depan mata pemuda ini.
Sekali lagi dia telah menyaksikannya dengan mata telanjangnya. Terdiam, pikiran kosong, mata yang kosong.
"Ke...kena... kenapa Orangtuaku yang baik... selalu disengsarakan. Padahal mereka baik kepadaku, kepada orang lain, juga kepada anak yatim."
Merasakan rasa sesak dan sakit pada hatinya hingga mengeluarkan Aura pada dirinya yang berskala besar hingga menyelimuti seluruh kota pada tempat.
Semua orang, makhluk hidup, baik itu hewan dan tumbuhan bermatian akibat Auranya.
Melihat ingatan itu, Chelya memejamkan matanya, tetesan air mata yang sakit terjatuh kebawah.
Celsi: Syukurlah kau masih hidup.
Melepas pelukan. Celsi memiringkan kepalanya sedikit dengan memasang ekspresi heran.
Celsi: Kenapa kamu menangis?
Mengelapnya.
Chelya: tidak. Ini hanya air hujan yang menetes.
Zer'o mendorong Mereka dengan sengaja, membuat mereka terpisah.
Zer'o: baik! Sudah cukup bermesraannya. Sekarang kita harus menyelesaikan masalah kita.
Mereka berdua menganggukkan kepalanya dengan penuh keyakinan.
Tak lama kemudian setelah beberapa detik kesunyian. Petir menyambar mereka datang dari arah tak menentu.
Mereka baik-baik saja. Padahal mereka mengenai Sambaran tersebut.
Sura: oh? Hebat juga kalian, bocah SMA... Tidak. SMK.
Sura mendarat di depan mereka dan ditemani oleh Rein.
Celsi: kau!!!
Zer'o melihat gagang dibelakang pundak Sura
"Woi! Lihat dibelakangnya!"
Mendau emas yang berada di belakangnya.