Hati yang Berbunga Bunga

Saat ini Storm mengenakan stelan kemeja rapi dan jaz hitam tak kalah rapinya. Dengan menggunakan kacamata sedikit bulatnya hari ini dia mengajar dikelas XI D.

Kelas dimana Arabels berada, dan pembelaran hari ini membahas teori penting terutama untuk ujian kenaikan kelas nanti.

"Ehem!"

Storm berdiri tegap didepan papan tulis memandang para murid yang berbeda penampilan dan gaya mereka.

Semua murid kelas menjadi hening bukan karena takut melainkan takut nilai mereka jelek. Wajar saja hari ini mereka mengerjakan ujian uji coba sebagai media ujian sunggugan nantinya.

"Jangan terlalu serius kak!"

Arabels menahan tawanya melihat pacanya tampak serius mengamati setiap teman sekelasnya.

Storm melirik kearahnya yang tentunya masih dalam wajah dingin seperti biasanya. Saat ini dia dalam mode guru dan tentunya dia tidak bisa harus bermain main.

"Enak banget kamu Ara, mempunyai pacar seorang guru?"

Sungut Dryna yang tampak iri melihat sahabatnya itu.

Wajar saja iri karena Dryna berfikir jika nilai Ara jelek maka akan diberitahu oleh pacarnya dan bisa diperbaiki menjadi lebih baik lagi.

Terlebih guru Rem sangat cerdas sekali meskipun seringkali merendah seperti guru biasa saja.

"Tidak kok Dryna...

"Aku tetap belajar sungguh 2 dirumah karena aku tidak mau harus berbuat curang mengenai nilaiku sendiri!"

Arabels menggelengkan kepalanya perlahan.

Dia sama sekali tidak memanfaatkan pacarnya yakni Rem sebagai media curangnya.

Arabels tetap belajar dengan giat dan selalu berusaha mendapat nilai yang terbaik tanpa harus meminta bantuannya.

Semua itu dikarenakan semangatnya mempunyai pacar yang senantiasa menemani dan mengajarinya tentang hal baru terutama hal yang sulit dia pahami.

"Kalian jangan banyak bicara!"

"Disini bukan kantin!"

Sontak Arabels dan Dryna bungkam setelah mendengar perkataan Rem yang tampak serius.

Bahkan Arabels tidak menyangka jika pacarnya jika marah terlihat sangat mengerikan sekali. Tetapi tetap saja dimatanya Rem adalah kekasihnya yang tidak mungkin menyakitinya.

"Seram juga kalau kak Rem serius?"

Gumam Arabels tertunduk ketakutan dan tidak berani menatap kearahnya.

Storm hanya memandang kekasihnya tanpa ekspresi. Dia sama sekali tidak peduli sebab saat ini dia dalam mode serius yang tidak seorangpun bisa menegurnya.

"Dari semua nilai yang bagus hanya Arabels Everyn saja yang sempurna?"

"Mengapa kalian tidak berniat belajar dengan giat?"

Storm bertanya tegas yang mampu membuat seisi kelas menjadi hening.

Hanya ada suara deru nafas dalam keheningan saja!

"Iya pak Rem! Kami mengakui kesalahan kami!"

Semua murid kelas XI D meminta maaf setulus mereka dan berharap nilai mereka bisa diperbaiki lagi.

Mereka semua menyesal sebab guru secerdas itu mempunyai murid sebodoh mereka. Hanya ada rasa penyesalan mengapa mereka hanya fokus pada kehidupan mereka saja.

Seperti masalah keluarga, kepentingan liburan, masalah percintaan, dan hal lainnya hingga melupakan belajar.

"Bagus Ara, ka... kamu menjadi murid terpintar dikelas ini...

Storm merasa gugup menyebut pacarnya kamu, wajar saja Storm terbiasa memanggil kau.

Tapi Storm mengakui tanpa dia bantu, Ara mendapat nilai yang sempurna. Storm bangga mempunyai kekasih seperti Arabels, dia baik hati dan cerdas seperti dirinya walaupun ragu mengakuinya.

"Terima kasih kak!"

Arabels tersenyum ceria dengan sorot mata berbinar dia bahagia mendengar pujian langsung dari pacarnya.

Teman sekelasnya pura pura mengerjakan hal lain karena melihat sepasang kekasih itu tampak mesra sekali.

Mereka malu sendiri dan berusaha terlihat terbiasa melihat pemandangan seperti itu meskipun tidak jarang keduanya tampak mesra secara terang terangan.