Karena kecenderungan mementingkan diri sendiri, orang itu makin merasa paling benar sendiri. Di beberapa kesempatan, ia seperti memperkenalkan diri sebagai dewa.
Sifatnya yang memperkeruh suasana menjadi persoalan berkelanjutan. Mendominasi obrolan dan menjadikan setiap hal sebagai kesalahan.
Slogannya yang "open minded" ternyata hanya fiktif belaka.
Hari demi hari rasanya ingin sekali cepat dihabisi, sebab selalu ada kejutan yang tak terduga.
Bahaya yang selalu mengancam pada tiap jam adalah ketika seseorang merasa dirinya paling benar.
Bagaimana bisa kita belajar kalau sebelum diberi saran, sudah merasa benar?
Bagaimana orang lain mau mengkritik dengn tujuan baik, sedang tiap ceritanya cuma ingin pembenaran.
Sayangnya, sebab berhadapan dengan orang itu, aku selalu menjadi pembohong. Juga sering mmbodohi diri sendiri, bahwa aku baik-baik saja.
Rasanya betul-betul muak, mendengarkan celoteh nyaring dalam tong yang kopong. Sementara saat giliranku, tak bisa diterima sama sekali.
Terlepas semuanya, mau bagaimanapun, ini sudah jadi takdir sang Kuasa. Dan di malam yang makin larut menjadi pagi, aku jadi berterimakasih pula pada diri sendiri. Karena mampu secara sadar menahan semua hal gusar dengan sangat sabar. Dengan hadirnya orang-orang yang seperti ini, sangat membuat pemikiran serta pribadiku sangat belajar dari apa yang sudah terjadi.
Pun langkah kaki mampu sejauh ini melewati rintangan yang serasa setengah mati, dan mampu melewati sampai di sini.
Di malam yang sunyi dari kebisingan duniawi.
Aku jadi kesana-kemari mencari jalur evakuasi.