Cerita 07

Pagi hari di musim semi nyatanya masih cukup dingin hingga ia menjaga tangannya tetap hangat di dalam jaket baby blue yang ia kenakan. Yui menatap jauh pada matahari yang baru saja terbit, ia hanya berharap bahaya dari matahari itu dapat menghilangkan rasa dingin yang telah menggerogotinya sejak ia berdiri di sana.

Di lapangan baseball yang luas. Bola kotor di sudut lapangan seperti di abaikan sebelum seseorang mengambilnya. Suara langkah kaki dan teriakan sekumpulan siswa laki-laki terdenagr dari tempatnya berdiri, mereka sedang berlari di tengah dinginnya pagi, namun begitu, peluh masih masih membasahi para anak muda tersebut.

Sejak mengenal Aiden, lapangan baseball sekolah yang tidak ia ketahui keberadaannya menjadi salah satu tempat rutin yang wajib ia kunjungi setiap hari, ia akan berdiri di sisi lapangan, menyaksikan latihan para calon atlet berlatih, tujuan awalnya tentu saja melihat Aiden, namun lama kelamaan, ia malah semakin tertarik dengan baseball itu sendiri.

Akan tetapi, hari ini ia tidak akan berdiri saja di kejauhan, karena ia akan menjadi bagian dari tim baseball mulai hari ini.

Pelatih tim baseball putra WISH adalah seorang pria 40-an yang merupakan mantan atlet profesional yang telah mengumpulkan banyak prestasi, cidera memaksanya untuk pensiun lebih awal, dan WISH memintanya untuk mencurahkan keinginannya yang masih tersimpan kepada para pemuda berbakat di sekolah ini. Berkat tangan dinginnya, WISH acap kali keluar menjadi pemenang.

Yui telah memperkenalkan dirinya pada stuff tim baseball, dan sekarang adalah hari pertamnaya bertugas.

"Seperti klub atletik lainnya, kami akan memulai kegiatan jam 6 pagi, lari, dan beberapa kegiatan sederhana seperti memukul bola." itu berarti Yui harus merelakan waktu belajar paginya berada di sini. "Kau tidak perlu khawatir, kau masih bisa belajar di sini, para jurnalis muda yang lain juga melakukan hal sama, aku tidak akan melarangmu untuk belajar, malah aku akan sangat marah jika kau tidak belajar sama sekali."

"Pelatih Jun tidak perlu khawatir, aku selalu membawa bukuku. Lagipula aku akan kembali ke kelas jam 7 pagi." untuk seseorang yang berwajah sangar, sang pelatih adalah orang yang memiliki selera humor yang tinggi, dia tidak menakutkan sama sekali.

"Lalu apa yang ingin kau ketahui, jurnalis muda?" Yui yang belum terbiasa dengan panggilan dari sang pelatih menjadi hilang fokus, ia mengambil buku, pena, dan ponselnya. "Apakah anda bisa bercerita tentang perkembangan tim yang sekarang?"

Sang pelatih menatap jauh ke depan, jauh melampaui matahari yang semakin lama semakin tinggi, "bangkit dari kekalahan yang telah kami rasakan tahun lalu, bukan hanya diriku, aku rasa pada pemain juga akan kesulitan." pria itu menerawang.

"Kekalahan tidak terduga di final, dengan tim terkuat yang pernah aku latih, selain mengembalikan semangat para pemain, aku juga harus memikirkan komposisi tim yang baru, siapa yang akan menempati tempat pemain yang telah pensiun, apakah anak ini bisa bermain dengan baik di posisi A, atau apakah anak ini bisa mengurangi kesalahan yang sering ia lakukan, aku harus merombaknya lagi."

Yui meminta izin untuk memotong, "tetapi, bukankah hal itu selalu terjadi setiap tahun?"

"Hahah tentu saja, aku selalu melakukannya setiap tahun, namun bukan berarti aku menikmatinya." langkah kaki para pemain yang tengah berlari terdengar semakin dekat. "Banyak para pemain yang ingin bermain di lapangan, ada senior yang sudah berharap untuk menempati posisi tertentu, sedangkan ada junior yang sudah siap untuk di tempatkan, kalau kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan, nak Yui?"

Yui menggeleng tidak tahu. "Hahaha. Aku bisa membicarakan hal itu dengan staff yang lain, dan harus memikirkan dengan matang apakah keputusan yang aku buat sudah tepat atau belum."

Yui mengangguk mengerti, "lalu bagaimana dengan sekarang? Apakah anda sudah membuat keputusan yang tepat?"

"Tepat atau tidaknya aku akan tahu saat turnamen musim panas, namun dari pertadingan resmi di musim semi, sepertinya aku masih tertalu lembut pada para pemain." Yui berdigik, lembut apanya jika sang pelatih melatih para pemain seperti tentara yang bersiap ikut perang?

"Aku mempercayakan Aiden sebagai kapten tim. Secara karisma, dia sangat di segani oleh anggota yang lain, dia akan mengatasi anggota timnya dengan mudah, selain itu aku juga mempercayakan posisi clean up padanya. Siapa yang mengira jika dia bukanlah murid atletik? Dia harus membagi waktu antara belajar dan kegiatan klub yang benar-benar di peruntukan untuk kelas atletik. Dia sungguh lain dari yang lain. Dan sekarang aku malah menambah bebannya." walaupun perkataan sang pelatih terlihat menyesal, akan tetapi nada suaranya tidak menunjukan penyesalan sama sekali.

Sekumpulan siswa yang hanya mengenakan kaos berwarna hitam tengah berlari beberapa langkah darinya. Aiden berda di depan, sambil bersorak untuk tim mereka. Rambut bagian depannya basah karena keringat namun tidak satupun dari mereka yang terliaht lelah.

Avery Aiden yang pada dasarnya adalah murid kelas akademik yang seharusnya sekarang berada di kelas untuk belajar mandiri, malah berada di lapangan menguras tenaga dan menetaskan keringat bersama anak-anak atletik. Secara fisik ia akan sangat lelah, namun ia masih harus menguras otaknya, dan Aiden masih menjadi peringkat teratas di antara seluruh murid kelas tiga.

Orang-orang sibuk menerka, jalan karir mana yang akan dipilih oleh Aiden di masa depan. Ada yang bilang dia akan jadi dokter untuk mengambil alih rumah sakit kelurganya, namun ada juga yang mengatakan jika Aiden tidak perlu belajar giat karena kelak dia akan tetap mengambil alih perusahaan kelurganya, namun dari semua dugaan itu, tidak ada satupun yang mengatakan Aiden akan menjadi seorang pemain baseball profesional. Keikutsertaan di klub baseball hanya sebatas hobby di kehidupannya yang sudah tertata, keluarga yang berada di puncak hierarki, wajah yang rupawan, otak yang briliant, dan sekarang ia malah menjadi kapten tim baseball yang terkenal.

Tidak ada yang tahu alasan sesungguhnya Aiden masuk dalam klub. Yui jadi tersadar jika Aiden masih sangat asing baginya walaupun ia sudah mengenalnya selama setahun. Aiden yang selalu terlihat begitu sangat ramah, entah apa yang ada di dalam pikirannya dan Yui ingin menjadi seseorang yang Aiden percayai hingga ia bisa menceritakan seluruh bebannya padanya.

"Oh, bukankah ini gadis kelas bawah gila yang mengejar Aiden? Siapa namamu? Yura? Yuna?" wajah Evander tiba-tiba saja menghalangi pandangan Yui dari Aiden. Yui memasang wajah masam, dengan nada yang tidak bersahabat sedikitpun, Yui menjawab, "Yui, namaku Yui. Apa IQ mu terlalu rendah hingga tidak bisa mengingat namaku? Bibi kantin saja bisa mengingat nama dan wajahku dengan cepat." ejekan Yui sepertinya berhasil memancing emosi Evander yang bersumbu pendek.

"Apa kegilaanmu sudah melewati batas? Kau tidak boleh asal masuk ke sini." Evander mengusir Yui, "tempat ini hanya untuk staff, sedangkan kau jika ingin menjadi stalker maka lakukan di luar pagar itu."

"Hei! Keberadaanku di sini sangat resmi!" Evandar tidak percaya, ia lalu akan menarik Yui keluar, namun dihentikan oleh sang pelatih.

"Evan, kau tidak perlu melakukan itu." sang pelatih lalu mengumpulkan seluruh pemain yang langsung berbaris rapi di hadapannya, termasuk Evander sendiri. Ia memberi isyarat kepada Yui untuk segera pergi. Pria paruh baya itu lalu menyampaikan beberapa hal terkait kegiatan klub, lalu matanya kini berbalik kepada Yui.

"Seperti biasa, kita akan memiliki jurnalis sendiri dari klub jurnalis, setelah Moon pensiun, sekarang kita meiliki jurnalis baru. Silahkan perkenalkan dirimu."

Sedikit canggung karena menjadi pusat perhatian, Yui berusaha tidak bertemu mata dengan siapapun, "Hallo, perkenalkan aku Zhu Yui kelas 3-X. Aku dari klub jurnalis yang akan meliput klub baseball untuk beberapa bulan kedepan, mohon bimbingannya."

"Cukup di sayangkan karena Yui sudah kelas tiga dan baru bergabung dengan kita sekarang, itu berarti dia hanya akan berada di sini hingga turnamen musim panas. Tetapi aku dengar Yui adalah jurnalis terbaik setelah Moon, sekarang Moon sudah tamat. Dengan ini aku menyambut kedatangan Yui sebagai salah satu anggota tim baseball WISH. Aku harap kalian semua memperlakukan Yui dengan baik." ia memberikan penekanan di kalimat akhirnya.

Barulah Yui memberanikan diri untuk melihat ke arah para anggota klub, Evander terlihat tidak baik-baik saja medengar pengumuman dari sang pelatih, Hinode bahkan seperti ikan yang mulutnya terbuka dan tertutup, ia seakan bisa menebak apa yang akan dikatakan temannya, lalu ia bertemu dengan Aiden yang ternyata juga melihat kepadanya. Aiden yang selalu terlihat penuh senyuman kini hanya menatapnya dengan sangat datar.