Bab 2, Chapter 31: Berusaha Melawan

Di sisi lain.

"Fiuh untung saja aku cepat. Banyak banget tadi yang antri di belakangku," ujar seseorang sembari menjinjing kantong plastik bertuliskan "Hot Wings."

Orang itu berjalan memasuki sebuah gang dan menghampiri rumah tua tempat ketiga Aruta, Sako, dan Mono menjalankan misi. Saat memasuki area depan rumah itu, dia melihat seorang anak kecil yang sedang duduk meringkuk di sebelah pintu rumah itu.

Orang itu pun menghampirinya.

"Kamu sedang apa di sini?" orang itu berjongkok di depan anak itu.

Anak itu mengangkat kepalanya dan berkata, "A-aku habis dari dalam. Di dalam sangat mengerikan. Banyak benda bertebangan. Dinding dan lantai hancur sendiri."

"Oh ya? Kenapa kamu masuk ke rumah ini?" tanya orang itu.

"Bolaku terlempar ke dalam rumah ini. Aku masuk untuk mengambilnya tapi bukannya mendapat bola aku malah mendapat kejadian mengerikan," jawab anak itu. "Tapi aku diselamatkan seorang kakak-kakak perempuan. Aku juga bertemu dengan kakak-kakak laki-laki tadi. Mereka menyuruhku keluar tapi aku khawatir dengan mereka. Makanya aku menunggu di sini."

"Hehe kamu manis sekali," ujar orang itu mengelus kepala anak itu.

"Om siapa?" tanya anak itu.

"Aku udah om-om ya," gumam orang itu. "Eh tapi tenang, om kenal mereka kok."

"Apa mereka anak om?" tanya bocah itu polos.

"Enggak," jawab orang itu.

"Uhh oh! Apa om mertua mereka?" tanya bocah itu masih dengan wajah polos.

"Aduh tambah parah. Hey kau belajar kata itu dari siapa?" tanya orang itu.

"Dari kakak ku. Dia suka nonton drama dan di dramanya suka bilang gitu," ujar anak itu.

"Ya... umurmu belum cukup buat nonton film begituan jadi mending jangan ikut nonton ya lain kali," ujar orang itu mulai berdiri dari jongkoknya.

Orang itu menghampiri pintu itu dan menggenggam gagang pintu rumah itu.

"Om! Di dalam bahaya lo," seru anak itu.

"Tenang, om gak bakal kenapa-napa kok."

***

Kembali ke tiga anak.

Mereka bertiga jatuh berdekatan sementara di sekitar mereka dipenuhi debu dari benda benda yang jatuh. 

Sako mulai berdiri. Arutaj juga ikut berdiri sembari membantu Mono berdiri. Sementara kepulan debu masih mengelilingi mereka, sebuah bayangan besar muncul di antara debu-debu itu.

"Aku ingin pulang!!" Teriak Sako langsung melesat ke arah bayangan itu.

"Tidak, Sako!" Mono ingin mengejarnya tapi dia belum berdiri sempurna membuatnya kembali terjatuh.

Sako memunculkan tombak petir di tangannya dan menyerang ke arah bayangan itu, menimbulkan ledakan besar yang diiringi dengan kilatan petir. Menghempaskan semua debu di sekitarnya. Tapi saat debu-debu itu hilang, terlihat jelas tombak petirnya tertahan sebuah perisai bewarna putih bersih, tak tergores sedikitpun setelah terkena serangan Sako.

"Huh?!" Sako terbalalak.

Junoi dibalik perisai itu mengibaskan perisainya dan terlihat jelas wujud junoi itu. Memiliki wujud baju zirah kesatria dengan dominan warna putih. Memiliki empat tangan. Tangan kanan bawahnya memegang pedang, tangan kiri bawahnya memegang perisai, dan kedua tangan di atasnya tak memegang apa-apa.

Junoi itu langsung menebaskan pedangnya ke arah Sako.

Sako dengan cepat menghindar dengan memiringkan badannya kesamping. Sako berhasil menghindar dengan beberapa ujung rambutnya terpotong.

Dengan cepat, Sako berlari menjauh dari junoi itu.

"Tch dia lebih merepotkan dari junoi yang tadi." Sako menoleh ke belakang dan seketika matanya kembali terbelalak melihat junoi itu sudah ada persis di belakang mengejarnya. Sako berbalik melapisi tangannya dengan petir tapi terlambat.

Tangan kanan atas junoi itu muncul kobaran api yang melapisi tangannya. Junoi itu pun langsung meninju perut Sako dengan sangat keras. Seketika Sako langsung terpental keras menabrak dinding bebatuan di jalurnya terpental. Tabrakan Sako begitu keras sampai meninggalkan bekas tabrakan berupa retakan besar di dinding itu. Sako sendiri masih ada di tempat tabrakannya. Bersandar lemas di dinding itu dengan kepalanya yang mengeluarkan banyak darah dan perutnya memiliki bekas luka bakar berbentuk bundar.

"Sako!" teriak Aruta.

"Aruta! bawa Sako pergi. Aku akan menahan junoi ini," ujar Mono kepada Aruta.

"Sendirian?" tanya Aruta.

"Ya," jawab Mono.

"Ada aku di sini. Aku akan membantu-"

"Aku yang memimpin kalian di misi ini. Turuti saja perintahku!" ujar Mono dengan nada tinggi.

"TIDAK!" bentak Aruta.

Mono terdiam sebentar sebelum akhirnya berkata, "Tch, keras kepala sekali. Bawa Sako ke tempat aman dulu jika kau ingin membantuku."

Aruta mengangguk. Dia langsung melesat ke arah Sako, menggendongnya, dan membawanya pergi. Meninggalkan Mono yang berhadap-hadapan dengan junoi itu.

"Untung masih di dalam medan sihir. Efek pertarungan ini tidak akan terasa di luar," gumam Mono.

Mono melihat ke sekitarnya dan melihat patahan kayu di dekatnya yang cukup panjang. Mono pun mengambil patahan kayu itu dan seketika kayu itu berubah menjadi sebilah pedang.

Di sisi lain, junoi kesatria itu mulai berlutut dengan satu kaki dan menempelkan telapak tangan kiri atasnya di lantai. Cahaya bewarna biru pun mulai terlihat di sela antara telapak tangan dan lantai di bawahnya. Seketika, lantai di sekitarnya membeku.

Area yang membeku membentuk seperti lingkaran dengan junoi itu di tengah. Area yang membeku sempat berhenti sejenak sebelum akhirnya area yang membeku berubah menjadi jalur lurus yang menuju ke arah Mono.

Area yang membeku melesat begitu cepat hingga melewati kaki Mono.

Tak lama kemudian, es itu merambat dan mulai menyelimuti kaki bawah Mono. Mono sempat terkejut tapi dia langsung bertindak.

"Transformation!" Seketika es yang menyelimuti kakinya langsung berubah menjadi air.

Mono pun langsung melompat tinggi menghindari area yang beku itu. Tapi saat Mono masih melayang di udara, tiba-tiba dari area lantai yang membeku itu muncul es super besar yang terus tumbuh ke arah Mono dengan ujung yang runcing. Mono pun berusaha menghindari es yang terus tumbuh menjadi menara itu.

Dia berusaha menghindarinya dan akhirnya, dia berhasil menghindari bagian runcing es itu. Tapi dia tetap terkena di bagian yang lumayan tumpul.

Dia pun dibawa menara es itu menuju ke langit-langit tempat itu.

Mono tak bisa bergerak sama sekali saat itu dan dia melihat dirinya yang masih melaju ke atas. Dia menancapkan pedangnya di es itu dan menempelkan kedua telapak tangannya ke es di bawahnya yang membawanya.

"Transformation!" seketika es yang ada di bawahnya berubah menjadi air.

Saat es raksasa itu berubah menjadi air, Mono langsung mengambil pedangnya dan menebaskan pedangnya ke arah air itu membuatnya menjadi basah. Mono mengangkat pedangnya itu tepat di atas kepalanya.

"Transformation: Magnifier!" pedang yang digenggam Mono pun berubah menjadi pedang raksasa dan karena Mono cukup dekat dengan langit-langit tempat itu, pedangnya sampai menembus langit-langit itu.

Mono pun terjun bebas ke arah junoi itu dan mengarahkan hujaman pedangnya. Junoi itu langsung menancapkan pedangnya ke lantai sebelahnya menempatkan perisainya untuk menghadang pedang milik Mono. Junoi itu menahan perisainya dengan keempat tangannya. Mono mulai menghujamkan pedangnya dan saat pedangnya dan perisai itu bersentuhan...

"Transformation!" seketika air yang membasahi pedang itu berubah menjadi kobaran api raksasa.

Pedang Mono dan perisai junoi itu bersentuhan dan

BOOM!

seketika ledakan super besar terjadi.

Mono sampai terhempas dan dengan keras menabrak batu raksasa yang ada di dekatnya dan membuat retakan kecil di batu itu. Dia menabrak di bagian teratas batu itu sebelum akhirnya terjatuh ke bawah dan terkapar.

"cough cough," Mono berusaha mengangkat badannya dengan lengan dan tangannya tapi dia kembali terjatuh.

Mono melirik ke arah depan dan melihat banyak sekali kepulan asap bekas ledakan serangannya tadi.

Setelah asap itu hilang, dia melihat kawah kecil di depannya dan junoi itu berdiri tegap di tengah-tengah kawah itu sembari menurunkan perisainya dan mencabut pedangnya.

"Yang benar saja," ujar Mono.

Tangan kanan atas junoi itu diselimuti dengan kobaran api dan memukulkannya ke arah Mono. Bola api berbentuk pukulan tangan pun langsung melaju ke arah Mono.

Pukulan api itu meledak beberapa meter di depan Mono membuatnya terpental.

Mono pun berguling-guling. Melihat junoi itu mengincarnya, dia pun berusaha berdiri lagi tapi pukulan api kembali meledakkan tempatnya.

Dia terpental lagi tapi kali ini dia berhasil berdiri dan menghindari pukulan api yang hampir mengenainya dan meledak jauh di belakangnya. Mono berusaha berlari tapi dengan cepat, tapi junoi kesatria itu langsung melesat dalam kecepatan super dan melompat ke atas Mono dan dan menghujamnya dengan pukulan api lagi dan meledak tepat di belakang Mono membuatnya terpental lagi.

Dalam keadaan masih melayang, junoi itu langsung melesat tepat ke atas Mono dan menghujam pedangnya ke arah perut Mono yang sudah tak berdaya itu.

Mono yang sudah merasa dirinya akan mati pun menutup matanya.

Tiba-tiba bam!! Aruta datang menendang kepala junoi itu.

"Kena kau! Haha!" seru Aruta.

Tapi junoi itu bahkan tak berpindah sama sekali.

"Loh."

Junoi itu yang awalnya ingin menusuk Mono langsung membatalkan serangannya dan menebas ke arah Aruta.

Aruta terkejut dan secara reflek menghindari pedang itu dengan melompat. Setelah mendarat, Aruta langsung melesat membawa Mono.

"Mono!"

"Aku... enggak apa-apa," ujar Mono.

"Kau babak belur kayak gini masih bisa bilang 'enggak apa-apa'?" tanya Aruta masih menggendong Mono.

"Dari pada kau mengkhawatirkan aku mending kau lihat dulu itu belakangmu," ujar Mono.

"Hah?" Aruta menoleh ke belakang dan melihat junoi kesatria itu mengejarnya.

"WAAAAAHHHHHH!!!!"

Junoi itu mulai menebas-nebaskan pedangnya dan energi LYNK berbentuk tebasan pun melaju ke arah Aruta.

Aruta sembari menggendong Mono terus berusaha berlari mengelilingi ruangan itu sembari menghindari setiap tebasan junoi itu.

"Sial sial sial! Aku tidak bisa terbang. Bagaimana kita keluar dari sini!" teriak Aruta.

"Dimana kau menaruh Sako?" tanya Mono.

"Di bebatuan itu," ujar Aruta menunjuk dengan kepalanya.

Mono melihat ke arah itu dan melihat banyak bebatuan.

"Aku menaruh Sako di belakang salah satu batu itu," lanjut Aruta.

Tapi tiba-tiba, junoi itu menembakkan pukulan api ke arah Aruta membuat Aruta berteriak lagi sembari berusaha berlari. Pukulan api itu meledak di belakang Aruta walau tak terlalu dekat, tetap membuat Aruta terpental.

Saat terpental, Mono juga tak sengaja lepas dari Aruta. Mereka terjatuh. Aruta pun langsung berusaha kembali berdiri. Dia berencana untuk langsung berlari ke arah Mono tapi tepat saat dia baru berdiri, junoi itu sudah berada tepat di depannya sembari siap menebaskan pedangnya.

Tapi kali ini Aruta tidak terkejut. Saat junoi itu menebaskan pedangnya, Aruta langsung maju dan meluncur melewati kedua kaki junoi itu.

Aruta langsung melesat ke arah Mono dan membawanya lagi.

"Tch, kita tidak bisa begini terus," ujar Mono.

"Tapi ya mau bagaimana lagi. Pak Kuroto itu mana sih!!!" teriak Aruta.

Tapi tiba-tiba Mono berkata, "Aruta, turunkan aku."

"Hah?"

Mono pun memberi tahu rencananya walau Aruta masih harus terus berlari dari kejaran junoi itu.

"Sepertinya aku pernah mendengar rencana itu dari Sako. Tapi apa kau yakin- WAAHHH!!"

Tiba-tiba meluncur bongkahan es besar yang dimunculkan oleh junoi itu ke arah mereka. Tapi Aruta berhasil menghindarinya.

"Kau kayak gini emang masih bisa berdiri?" tanya Aruta.

"Kau menghinaku?" tanya Mono.

"ENGGAK LAH!"

"Yasudah turunin aku," ujar Mono.

Aruta sempat berhenti sebentar sebelum menurunkan Mono.

Mono mengangguk kecil kepada Aruta dan Aruta pun langsung berlari meninggalkan Mono. Mono pun sekali lagi berhadapan dengan junoi itu.

"Sepertinya sebentar lagi ronde dua dimulai," ujar Mono menyeringai.

Junoi itu sempat berhenti sebentar melihat Mono sebelum akhirnya langsung menerjangnya.

Mono juga balik menerjang junoi itu.

Junoi itu menebaskan pedangnya ke arah Mono tapi Mono langsung melompat melewati pedang junoi itu dan mengarahkan pukulan ke kepala junoi itu.

Tapi dengan cepat, junoi itu tiba-tiba menghilang dan muncul di belakang Mono. Salah satu tangan junoi itu langsung dilapisi es dan es mulai membentuk ujung tangan junoi itu menjadi ujung tombak.

Junoi itu langsung memukulkannya kepada Mono membuat Mono tertusuk oleh ujung es itu dari belakang.

Setelah menusuk Mono, junoi itu melihati Mono dan mulai terlihat sedikit rileks. Dari ujung tangannya yang masih menembus Mono, ada banyak air yang membasahinya bahkan menetes ke bawah. Menyadari itu, junoi itu mulai heran dengan menggaruk-garuk kepalanya. Kok tidak ada darah?

Tapi tiba-tiba, Mono menoleh ke belakang melihat langsung mata junoi itu.

"Transformation!"

Junoi itu sempat mundur beberapa langkah terkejut sedangkan Mono langsung melepaskan dirinya. Terlihat perutnya yang berlubang tapi tak lama kemudian, air di tangan junoi itu dan yang terjatuh mulai mengumpul di perut Mono dan mengembalikan perutnya lagi bahkan dengan pakaiannya.

Mono terlihat sudah sangat terengah-engah tapi dia masih bisa tersenyum.

Mono kembali menerjang junoi itu, melompat dan mengarahkan pukulannya dan lagi-lagi dengan cepat junoi itu berpindah ke belakang Mono dan menebaskan pedangnya. Tapi saat Mono tertebas...

"Transformation!" badan yang tertebas oleh junoi itu berubah menjadi air dan ketika pedang junoi itu sudah melewatinya, badan Mono langsung kembali seperti tak ada yang kembali.

Mono mendarat sebentar sebelum dia melompat dan mengarahkan tendangannya ke arah junoi itu. Tak sempat, junoi itu langsung mencoba menghalang tendangan Mono dengan perisainya. Tapi saat kaki Mono menyentuh perisai itu...

"Transformation!" perisai itu yang seharusnya sangat keras langsung hancur berkeping-keping terkena Mono. Junoi itu terkejut bukan main dan saat kaki Mono hampir menyentuh junoi itu, junoi itu langsung melompat ke belakang.

Mono mendarat dan mengambil salah satu pecahan perisai junoi itu merubahnya menjadi sebilah pedang. Tak pakai lama, dia pun menerjang junoi itu lagi. Sedangkan junoi itu juga balik menerjangnya.

Saat berlari, salah satu kaki junoi itu membeku dan ketika menapak, tiba-tiba area di sekitarnya membeku. Area yang membeku itu merambat lurus ke arah Mono dengan kecepatan tinggi. Mono langsung melompat tepat sebelum rambatan itu sampai ke kakinya.

Tapi tiba-tiba junoi itu kembali menembakkan pukulan apinya. Mono langsung berusaha memiringkan badannya dan pukulan api itu pun melewati tepat di samping badannya.

Mono awalnya sedikit lega langsung dibuat terkejut melihat junoi itu berada di depannya. Junoi itu pun menebaskan pedangnya dan ujung pedangnya menebas dada Mono membuat dada Mono terlihat garis miring bewarna merah yang merupakan darahnya.

Banyak darah yang keluar dari dadanya itu. Tapi Mono masih berusaha menggenggam pedangnya dengan erat dan membasahi pedang itu dengan darah yang keluar dari dadanya.

Saat mendarat Mono melompat menjauh. Setelah cukup jauh, Mono berdiri dan diam sebentar terengah-engah. Keringat dan darah sudah membasahi tubuhnya.

"Energi LYNK ku sudah benar-benar terkuras. Aku hanya bisa melakukan 'transformation' sekali lagi sekarang," gumam Mono.

Tak lama kemudian, terlihat junoi itu menerjang ke arahnya.

"Hehe bodo amat lah," gumam Mono. "Transformation!"

Seketika darah yang membasahi pedangnya berubah menjadi kobaran api. Mono langsung balik menerjang junoi itu.

Sembari berlari, junoi itu melempar pedangnya ke arah Mono. Tapi Mono melompat dan melewati pedang junoi itu yang akhirnya tertancap. Mono terus berlari menerjang junoi itu. Sebelum akhirnya melompat dan mengarahkan tebasan pedangnya ke kepala junoi itu.

Di sisi lain, junoi itu melapisi salah satu tangannya dengan kobaran api dan mengarahkannya ke arah Mono. Ketika mereka berdua semakin dekat, pukulan junoi itu lebih dekat daripada pedang Mono.

Mono pasti kalah di sini. Tapi tiba-tiba alih-alih menebaskannya, Mono justru melempar pedang itu melewati junoi itu.

Pukulan junoi itu pun mengenai tepat bagian perut Mono membuatnya terpental dan menabrak lantai dengan sangat keras.

Tapi belum selesai.

Junoi itu melihat ke arah Mono melemparkan pedangnya dan melihat Aruta di sana memegang pedang itu dengan kedua tangannya. Aruta sudah dalam keadaan melompat dan siap menghujam pedang itu ke junoi itu.

Aruta memunculkan energi LYNK dari kedua tangannya dan kobaran api yang ada di pedang itu pun langsung berkobar lebih besar. Dan saat Aruta menghujamkannya, pedang Aruta mengenai kepala junoi itu dan seketika ledakan besar terjadi.

Aruta pun terpental oleh serangannya sendiri. Kepulan asap langsung memenuhi ruangan itu.

Aruta pun kembali berdiri tapi tak bisa melihat apa-apa karena kepulan asap itu.

"Apa sudah selesai?" gumam Aruta melihat sekeliling.

Suasana begitu hening. Hanya ada suara langkah Aruta.

Tapi tiba-tiba, tangan junoi itu tiba-tiba muncul meninju Aruta ke arah atas membuat Aruta langsung terbatuk dan terpental ke arah atas. Dan saat Aruta terpental, Aruta terkejut melihat wajah junoi itu yang tepat ada di sampingnya. Hanya ada goresan kecil di kepalanya. Junoi itu pun langsung memukul Aruta tepat di dadanya, membuat Aruta terpental dan menabrak lantai dengan keras.

Aruta merasakan sakit yang begitu luar biasa. Sekujur tubuhnya lemas. Tapi dia masih berusaha untuk berdiri. Tapi tiba-tiba junoi itu sudah sampai tepat di depan Aruta dan mengarahkan pukulannya tepat di kepala Aruta.

Tahu tak bisa menghindarinya, Aruta hanya bisa menutup matanya.

Satu detik.

Dua detik.

Tidak terjadi apa-apa.

"Aku masih hidup?" gumam Aruta.

Aruta perlahan membuka matanya dan melihat kepalan tangan junoi itu yang berhenti tepat di depan wajahnya.

Saat Aruta mencoba melihat ke arah junoi itu, terlihat junoi itu yang terdiam dengan Pak Kuroto yang memegang tangan junoi itu dari samping

"Pak Kuroto?" ujar Aruta.

"Wah wah wah kayaknya ada tamu enggak diundang di sini," ujar Kuroto tersenyum dan santai membawa kantong plastik makanannya di tangan satunya.

Junoi itu langsung mengayunkan tangannya kasar membuat Pak Kuroto terpental tapi Pak Kuroto santai menaruh tangannya di sakunya dan mendarat dengan sempurna tanpa terjatuh.e

Junoi itu langsung melesat ke arah Pak Kuroto. Dari keempat tangannya, dua tangannya dilapisi dengan api sedangkan dua tangannya yang lain dilapisi dengan es.

Junoi itu langsung memukuli Pak Kuroto dengan brutal dan cepat. Pak Kuroto mengeluarkan tangannya dari sakunya dan menahan semua serangan junoi itu hanya dengan satu tangannya.

"Aku tak bisa lama-lama di sini. Ayamku jadi dingin nanti," ujar Pak Kuroto.

Jika sebelumnya Pak Kuroto hanya menahan pukulannya, kini setiap kepalan tangan junoi itu sampai, Pak Kuroto langsung menggenggam tangan junoi itu dan meremasnya sampai hancur. Bahkan hancurnya tangan junoi itu tak sampai satu detik.

Empat pukulan selanjutnya dari junoi itu pun langsung membuat junoi itu kehilangan keempat tangannya.

Dan seketika, Pak Kuroto sudah melayang di depan junoi itu dan menaruh jentikan jarinya tepat di wajah junoi itu. Dari ujung jari tengahnya menyala sedikit energi LYNK dan dengan satu jentikan, seketika junoi itu langsung hancur menjadi pecahan-pecahan kecil. Sebuah kartu juga muncul dan langsung berubah menjadi asap bewarna merah seketika.

"Pak Kuroto!" saut Aruta berusaha berdiri tapi terjatuh lagi.

"Yo!" saut balik Pak Kuroto, mendarat di depan Aruta.

"Pak Kuroto lama sekali!" ujar Aruta.

"Oh ya? Maaf-maaf. Mana Mono dan Sako?" tanya Kuroto.

"Mono terkapar di sana," ujar Aruta menunjuk Mono.

"Sako ada di sana," ujar Aruta menunjuk ke arah batu tempat Aruta menaruh Sako.

"Waduh, mengenaskan juga kalian," ujar Kuroto dengan santai.

"Santai sekali nadanya!" ujar Aruta.

"Hehe tenang-tenang," ujar Kuroto.

Kuroto berjalan ke arah Mono. Dan saat mendekat, Kuroto melihat segel Arabes yang tergeletak di sampingnya. Kuroto pun berjongkok dan mengambilnya.

"Ya sepertinya sudah waktunya pulang. Kalian melakukan misi dengan baik," ujar Kuroto.

Kuroto mulai mengangkat Mono, lalu menggendong Aruta di punggungnya, dan mengangkat Sako.

"Pegangan yang erat," ujar Kuroto.

"Siap Pak," ujar Aruta.

Dengan satu lompatan, Kuroto membawa ketiga anak itu keluar melalui lubang besar yang ada di atas ruangan itu dan saat mereka keluar, medan sihir yang ada di rumah itu pun menghilang.

Ya Kuroto kerepotan mengurus anak kecil tadi yang panik melihat ketiga anak yang babak belur dibawa Kuroto.