Celis menyilangkan kaki dengan satu kaki di atas yang lain dan Menyilangkan tangan di depan dada.
"Untuk sekarang, lebih baik minta maaf ke dia dan jangan mengaturnya lagi."
Shintia menggeleng kepalanya sambil tersenyum tipis.
"Udah kok. Aku sudah minta maaf tadi pagi kita chattingan tapi dia ga nerima maafku."
"Jadi—
Ekspresi Celis jadi malas.
—Kok kamu masih disini?"
Dengan perasaan berat juga malu Shintia menjawab.
"Anu...,Aku sebenernya serumah dengan Dea, Dea mengadu ke orangtuanya kalau aku kasar ke Dea jadi aku dikeluarkan dari rumahnya. Jadi aku tinggal disini untuk sementara."
Celis menggaruk kepalanya dengan kekesalannya, Menghela nafas panjang.
"Jangan sembarangan ngambil keputusan dong."
Shintia tertawa kecil, perasaan tidak nyamannya telah merepotkan Celis.
Celis tiba-tiba bilang
"Aneh."
Namun Shintia tidak mengerti apa yang dimaksud.
"Kamu aneh, kemarin malu-malu. Sekarang kayak orang udah akrab."
Shintia mengangkat kedua bahunya sambil tersenyum tipis juga memiringkan kepalanya sedikit.
"Entah, aku rasa kita sama. Gapunya kedua orangtua, hidup dengan kehilangan arah."
Bola mata Celis membesar mendengarnya.
"Darimana kau tau?"
"Hella kasih tau. Dia bilang kamu sendirian dirumah, makanya aku putuskan tinggal bersamamu untuk sementara."
Celis bangkit dari duduknya.
"Terserah saja, lakukan sesukamu."
Celis pergi masuk ke kamarnya sendiri, meninggalkan Shintia.
Shintia senang dengan Celis menerimanya untuk tinggal dirumahnya.
"Hella benar, Celis orang yang baik juga orang jahat yang menghalalkan segala cara demi apa yang dia raih."
Celis berbaring telentang melihat atap, menghela nafas.
"Hehhhh.....,hedeh..., macam-macam aja. Tapi yah bodoamat, asal ga ganggu aku ga masalah."
Melihat kesamping mengambil hp, melihatnya lalu menutupnya kembali.
"Hella gada kabar lagi, Apa harus aku sendiri yang nyari informasi sih."
Celis menutup mata menggunakan lengan.
"Ya sudahlah habis lawan Suo. Aku nyari sendiri."
Keesokan harinya, Celis yang berjalan membawa Pedang Sumitsu di pinggangnya, mencari Mitha mengelilingi sekolah.
"Mana tuh anak, di chat ga dibales."
Celis melihat di belakang WC, tempat yang tidak bisa dilihat kelas manapun dan disana ada tiga orang yang membuli seseorang. Celis mendekatinya lalu terkejut, Mitha dengan keadaan terduduk lemas di tembok, pipinya yang merah dan pakaian kotor.
Mitha ketakutan diambang frustasi, tidak bisa melakukan apapun kecuali ditindas.
Suara Celis terdengar oleh Mitha. Celis datang menghampiri mereka.
"Hei, boleh aku ikutan?"
Suara lembut juga senyuman lebar itu membuat Mitha syok.
"Kak Celis?"
Celis melihat ke Mitha dengan tatapan acuh tak acuh.
"Hah? Siapa kamu?"
"Heh?!"
Mata Mitha melebar, ekspresi Syok Mitha membuat Mereka tertawa kesenangan melihatnya begitu menyedihkan.
"HAHAHA, Lihat loh, dia ketakutan!"
"Anak yang malang!"
"Makanya jangan jadi lemah, bodoh!! HAHAHAHA!!"
Mitha tidak bisa berkata apa-apa selain menatap ke lantai. Celis melihat kembali ke mereka yang nampak bersenang-senang, berhenti tertawa. Salahsatu dari mereka menegur Celis.
"Woi, cepat sakiti dia. Aku sudah tidak tahan dengan dia ada disini."
Celis tersenyum tipis menjawab.
"Memang benar, dia ketakutan, menyedihkan dan lemah. Tapi sekarang—"
Salah satu dari mereka kesal berkata "hah?!" Bersamaan juga salah satu dari mereka kepalanya terpotong tiba-tiba, kepalanya terjatuh ke lantai.
Mereka menyadari akan hal itu ketakutan dan panik melihat kepala temannya terpisah dari badannya.
"—kalian akan merasakan ketakutan, menyedihkan juga kalianlah yang lemah!!!"
Mitha ketakutan melihat secara langsung kesadisan Celis depan matanya. Mereka habis terbunuh semua oleh Celis.
Celis telah selesai dengan urusannya kemudian melihat ke Mitha. Mitha ikut ketakutannya, tidak mau menatap Celis, berusaha untuk melarikan diri namun badan tubuhnya terlanjur lemas, Celis memberi tangannya.
"Ayo!"
Mitha ketakutan juga panik, tidak mau memberikan tangannya. Celis mengerti itu, tersenyum tipis sambil mencoba memujuknya.
"Tenang saja, aku datang membantumu. Sebelum pindah ke sini, aku juga sama kayak kamu. Dibuli dengan 3 orang setiap hari."
Mitha terkejut memberanikan diri untuk menatap ke Celis. Meski takut namun Mitha mempercayainya. Orang yang menyelamatkannya kedua kalinya.
"Beneran?"
Celis mengangguk.
"Beneran kok."
Mitha meraih tangan Celis lalu bangkit berdiri.
"Tapi, kenapa kamu membunuh mereka?! Mereka juga mau hidup!"
Mitha khawatir kepada mereka padahal mereka sudah memperlakukan Mitha dengan tidak baik, Celis menegaskan kepada Mitha untuk menyadarkannya.
"Gak. Mereka ga layak hidup. menindas orang yang lebih lemah adalah orang yang lebih rendah dari sampah."
"Gaakkk! itu ga bener! ga baik!"
"Jadi, apa kamu mau terus-terusan di pukul mereka?! Dijadikan mainan dengan mereka?!"
"....."
Mitha tidak bisa berkata apa-apa.
"Mereka ga akan tau rasanya jadi kamu kecuali mereka merasakannya. Aku tau kamu baik, tapi memberi kebaikan ke orang yang jahat kepadamu itu namanya naif."
Celis mengusap-usap kepalanya sambil berkata.
"Kamu kuat, hanya hatimu terlalu baik untuk menghadapi dunia kejam ini."
Celis tersenyum kepada Mitha, Mitha melihatnya dengan mata yang melebar. Pancaran rasa sedihnya terlihat dari matanya.
Dalam pikiran Mitha berbicara sendiri.
"Dia sedih?!"
Celis menunjuk ke mayat mereka.
"Sebelum itu, boleh hapus keberadaan mereka pakai sihirmu?"
Mitha mengangguk, berdiri didepan mereka dengan keraguan dan dihatinya. Celis menegurnya.
"Abaikan keadaan mereka, kalau kamu terus ragu dan takut, kamu ga akan menghasilkan apapun kecuali kamu terus berada di titik terendahmu."
Mitha menghela nafasnya, memejamkan mata, kemudian mengucapkan.
"Rasure."
Mayat mereka bahkan darah mereka memudar kemudian menghilang tanpa jejak sedikit pun. Celis bingung dengan dirinya sekarang berbicara dalam pikirannya.
"Apa yang terjadi padaku? Menceramahi orang mulu."
Mitha menghampiri Celis.
"Sudah selesai."
Celis duluan berjalan.
"Ayo ke stadion, latihan pedang."
Perasaan Mitha sudah membaik lalu mengikuti Celis berjalan di belakangnya.
Saat mereka berjalan ingin keluar di lingkungan sekolah Celis dan Mitha, di hentikan dengan Suo dan 2 orang Celis tidak kenal di depannya menghalangi jalan. Suo melihat Mitha, Mitha ketakutan dilihat sinis begitu.
"Heh.... Bawa cewe lain?"
Celis menjawab dengan acuh tak acuh.
"Kami hanya ingin pergi latihan pedang, minggirlah."
Celis berjalan melewati mereka, Suo berekspresi tersenyum meremehkan Celis.
"Pelajaran ketiga nanti, ada sedikit pidato sebelum kita duel besok."
Celis berhenti lalu menoleh kebelakang.
"Pidato?"
"Ini sparing antar kelas loh, bukan sparing biasa."
"Gitukah?"
"Benar. Kalau ga salah kamu—"
Senyuman smirk terlihat lagi di muka Suo.
"—ikut partisipasi tanding waktu itu. Yang artinya kamu yang terkuat di kelasmu."
Celis terkejut mendengarnya sambil berbicara pada dirinya.
"Aku yang terkuat?"
Celis menjawab Suo dengan tatapan sinisnya.
"Kamu salah orang, aku aja kalah waktu itu."
Celis kembali berjalan pergi meninggalkan mereka, Mitha yang ketinggalan mengikuti Celis dibelakang.
Mitha bertanya kepada Celis.
"Siapa itu tadi?"
Celis mengatakannya dengan nada sombong.
"Mana tau."