BANYAK KEMATIAN

```

Aku duduk di atas takhta, berat mahkota menekan dahi. Ruangan itu sunyi, tak ada bisikan atau gesekan kaki terdengar. Aku bisa merasakan ketegangan yang pekat di udara, membungkamku saat aku menatap Azar.

Azar, dengan tatapan tajamnya dan ekspresi yang tak terbaca, berdiri di hadapanku. Aku mencari di wajahnya tanda-tanda hiburan, petunjuk bahwa ini semua hanyalah sebuah lelucon rumit. Namun tidak ada. Dia memandangku kembali dengan kesungguhan yang mengirimkan merinding ke tulang punggungku.

Aku memerintahkan diriku untuk berbicara, untuk menuntut penjelasan atas gangguannya, namun suaraku tersendat di kerongkongan, tertahan oleh intensitas tatapannya. Akhirnya, aku berhasil mengeluarkan pertanyaan, suaraku nyaris tidak lebih dari bisikan.

"Bagaimana... bagaimana kau tahu nama itu?" tanyaku, mataku terkunci dengan miliknya.

Azar hanya mengangkat bahu sebagai respons, ekspresi acuh di wajahnya. "Aku sudah bilang, dia bicara padaku." Jawabnya secara misterius.