Sudut Pandang Ivan
Tag'arkh berdiri diam menyergap, punggungnya tegap, dan matanya yang seakan terbakar amber terkunci padaku saat aku menceritakan segala yang terjadi—seperti yang telah dia instruksikan. Auranya yang menyala, biasanya lembut dan bercahaya, kini terbakar lebih panas, mendesis pelan saat menjilat udara di sekelilingnya seperti predator yang menguji rantainya.
Udara di antara kami terasa bermuatan, berat dengan ketegangan yang tidak terucapkan, seolah-olah ruangan itu sendiri bersiap untuk ledakan. Aku mencoba untuk tidak goyah di bawah tatapannya. Suaraku yang semula mantap, pecah ketika aku sampai pada bagian tentang si kembar—bagaimana mereka jatuh sakit, bagaimana tidak ada yang kami coba yang berhasil, dan bagaimana para penyembuh menolak untuk campur tangan, berbisik kutukan hukuman ilahi di bawah napas mereka.