Love Will Make the Flower of Evil Bloom

Ketika panel lantai terbuka di kedua sisi, lantai bawah ruang kontrol utama terlihat jelas oleh semua orang melalui lapisan kaca antiledakan. Ternyata, di bawahnya terdapat sebuah laboratorium rahasia kecil yang berisi sekitar dua puluh kabin biologis. Masing-masing kabin tersebut berisi tubuh manusia, atau beberapa organ tubuh.

Orang-orang itu dihubungkan oleh saluran-saluran rumit; sebagian besar dari mereka masih dalam keadaan setengah jadi, belum sepenuhnya berubah. Di tengah laboratorium bawah tanah itu terdapat kabin biologis terbesar. Kabin tersebut diukir dengan sangat indah, menyerupai peti mati dari kaca, dan di dalamnya terbaring seorang anak kecil.

Gadis kecil itu memiliki kulit seputih porselen, wajahnya seperti diukir dari batu giok dan bedak, mengenakan gaun beludru hitam dengan renda khas Prancis di bagian roknya. Rambut pirangnya yang panjang dan keriting berkilau seperti sinar matahari di atas bahunya. Bibirnya merah menyala, seolah diwarnai dengan tinta merah terang.

Ia tampak seperti seorang anak yang sedang tidur, menunggu ibunya untuk membangunkannya.

Chen Man berbisik, “Itu... Ava.”

Memang benar, dia adalah Ava.

Dari jantung gadis itu terpancar sinar cahaya, dan cahaya itulah yang menembus material khusus lantai dan membentuk proyeksi holografik ‘Ava’ yang mereka lihat di permukaan.

“Apakah kau melakukan eksperimen pribadi di belakang nenek?” tanya He Yu sambil menyipitkan mata dan menatap Zoya tajam.

Zoya mencibir. “Eksperimen pribadi? Aku hanya menggunakan beberapa obat berharga milik nenek dan organ-organ terbaik yang cocok untuk transplantasi. Siapa suruh nenek hanya memikirkan dirinya sendiri dan menyimpan semua yang bagus hanya untuk dirinya? Aku ingin memiliki seorang putri yang bisa berbicara dan tertawa secepat mungkin, seorang gadis kecil yang bisa kulihat dan kusentuh, yang tidak berbeda dengan Ava semasa hidupnya. Apa itu salah?”

Ia menundukkan kepala dan menatap penuh kasih android yang tidur di dalam ‘peti mati’ bawah tanah itu.

Karena obsesinya, tatapannya menjadi lembut sekaligus sangat gila.

“Putriku menggunakan organ terbaik dan paling halus. Aku membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menciptakan seorang gadis yang mirip dengannya. Aku bahkan menanamkan chip paling canggih ke dalam otaknya… Kau tahu kenapa aku, yang bahkan tidak tertarik pada senjata, membangun senjata pendingin cahaya cepat? Karena itulah satu-satunya alat yang bisa membantuku membuka lebih dari dua puluh gudang biologis tingkat atas secara diam-diam tanpa dicurigai! Aku bisa terus melakukan eksperimen biologis, menyimpan organ, dan melindungi putriku… Ruang kontrol yang rusak ini hanyalah kedok! Yang benar-benar ingin kulindungi adalah laboratorium bawah tanah ini!”

“Hahahaha… Hahahaha! Bahkan nenek pun tidak bisa menghentikanku melakukan semua ini! Mencuri bahan dari pulau dan mempelajari teknik transplantasi milik Anthony—aku akan menciptakan manusia normal seperti putriku! Tidak ada yang bisa menghentikanku!”

Zoya mendongak, dan tatapan matanya yang kosong seperti kaca tertuju pada tiga pria yang berdiri di ruang kontrol.

“Tak satu pun dari kalian yang akan... Berhenti.”

Begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya, Zoya segera menekan panel kontrol di belakangnya. Pengendali chip otak milik tiga orang hasil transformasi setengah jadi yang sebelumnya telah dilepaskannya pun aktif. Mereka membuka mata, dan langsung menyerang tiga orang di ruang kontrol! Dalam sekejap, Xie Ping menyerang He Yu, Zhou Muying menangkap Chen Man, dan Qin Ciyan menerjang ke arah Xie Qingcheng...

Xie Qingcheng berhadapan langsung dengan wajah yang sangat dikenalnya.

Wajah... yang tak akan pernah terlupakan seumur hidupnya.

Tak diketahui apa motif menjijikkan Zoya, tetapi tubuh kriminal yang digunakan untuk memodifikasi Qin Ciyan itu memiliki wajah yang sama persis dengan Qin Ciyan yang telah tewas!

Wajahnya pucat seperti mayat, tubuhnya berlumuran darah, namun ia berdiri tegak di hadapan Xie Qingcheng. Matanya terbuka lebar, bahkan dalam kematiannya, seolah ingin mengingatkan Xie Qingcheng pada siapa ia berkorban, siapa yang ia lindungi hingga akhir hayatnya...

Sesaat kemudian, “Qin Ciyan” ini menghantam dada Xie Qingcheng dengan kekuatan yang tidak mungkin dimiliki oleh seorang pria tua sejati!!

Bugh!!

Pukulan itu seharusnya bisa dihindari oleh Xie Qingcheng, tetapi keterkejutan karena menyaksikan gurunya yang telah wafat tampil kembali dalam kondisi mengerikan membuatnya kehilangan kendali. Meski tahu semua itu palsu—seperti operasi plastik yang mengubah wajah Wei Rong—Xie Qingcheng tidak sanggup menahan diri. Ia menerima pukulan tersebut tepat di jantung, tubuhnya terpental hingga membentur dinding kaca di belakangnya.

“Uhukk..uhuk..” Darah segar keluar dari tenggorokannya. Xie Qingcheng terjatuh ke lantai, mendongak menahan nyeri di dadanya, dan menatap refleksi gurunya... Mayat yang gemetar itu berjalan mendekat, wajah tua penuh keriput itu masih mengenakan kacamata yang dulu biasa dipakai oleh Qin Ciyan saat hidup.

Pada saat itu, Xie Qingcheng tak bisa menahan ingatannya—ia teringat pada suatu hari di tengah hujan deras, ketika Qin Ciyan pernah mengulurkan tangan dan berkata kepadanya:

“Anak nakal, apa kau tidak merasa sakit?”

Tidak... Tidak...

Itu bukan Qin Ciyan... itu bukan Lao Qin...

Qin Ciyan memiliki hati yang paling kuat dan paling lurus yang pernah dikenal oleh Xie Qingcheng... Tapi Mandela telah meniru tubuhnya dan menggunakannya untuk melakukan hal sehina ini!

Mereka menggunakan kenangan dan perasaan orang hidup terhadap yang telah tiada untuk menciptakan senjata paling kejam di dunia.

Berkali-kali, mereka menusuk hati orang-orang yang ditinggalkan oleh almarhum dengan kejam!

Xie Qingcheng mengusap darah di sudut bibirnya, dan saat Qin Ciyan palsu kembali menyerangnya, ia mencabut belati perangnya, menguatkan hati, dan menghadapi lawannya dengan teriakan marah!

Gerakannya sangat cepat dan keterampilan bertarungnya luar biasa. Dalam sekejap mata, belasan gerakan musuh berhasil ia patahkan. Bagaimanapun juga, lawannya hanyalah produk transformasi setengah jadi. Akhirnya, yang terdengar hanyalah—

“Chisss!” Sebuah suara tercekik terdengar.

Keduanya berdiri saling berhadapan.

Xie Qingcheng berhasil melayangkan serangan yang sangat presisi! Belatinya menembus dada ‘Qin Ciyan’!

Darah menetes perlahan...

Ia menatap wajah tua itu dari dekat. Tangannya sedikit gemetar saat menggenggam gagang pisau, dan getaran itu menjalar dari ujung jari hingga ke seluruh tubuhnya, sampai ke hatinya.

Meskipun ia tahu sosok di hadapannya bukanlah Qin Ciyan yang asli, bahwa itu hanya palsu, tapi... siapa yang sanggup menyerang seseorang yang persis menyerupai orang yang paling ia cintai dan sudah tiada?... Siapa yang tega menusuk sosok yang benar-benar menyerupai kerabatnya yang sudah meninggal?!! Terlebih lagi, Qin Ciyan benar-benar wafat dalam kekacauan saat itu—tiga belas tusukan yang masing-masing terukir dalam hati Xie Qingcheng, dan luka itu tidak pernah bisa menghilang.

Setiap kali ia menyalakan sebatang rokok dan memikirkan hal itu, hatinya terasa perih. Namun ia harus bangkit dan memberikan tusukan keempat belas itu dengan tangannya sendiri!

Setelah kehilangan orang tua atau kakek-nenek, beberapa orang tidak bisa menahan tangis saat melihat seseorang yang mirip dengan mereka. Xie Qingcheng bahkan pernah membaca sebuah laporan yang menyebutkan seorang gadis yang kehilangan ibunya; saat sedang makan di restoran hot pot, ia melihat seorang pelayan yang mirip sekali dengan ibunya, dan tanpa sadar berkata, “Bibi, bolehkah aku memelukmu?”

Xie Qingcheng tidak bisa berkata pada ‘Qin Ciyan’ ini: “Lao Qin, bolehkah aku memelukmu?”

Yang bisa ia lakukan hanyalah membiarkan darahnya menutupi telapak tangannya, hanya bisa menggigil, memeluk lelaki tua yang telah roboh ini, dan pada akhirnya bergumam, “Maaf...”

Maaf, Lao Qin.

Aku sungguh menyesal...

Xie Qingcheng menarik napas dalam dan perlahan mengangkat kepalanya. Ada api yang membakar di dalam dadanya. Mandela terus-menerus menggunakan obat-obatan dan sains untuk menginjak-injak kehidupan dan cinta yang paling dijunjung tinggi oleh Qin Ciyan di masa lalu.

Saat itu, Xie Qingcheng tiba-tiba mengerti mengapa Qin Ciyan dengan tegas menolak bekerja sama dengan laboratorium Amerika itu. Mungkin saja orang-orang di laboratorium itu—seperti Duan Wen—pernah menawarkan untuk menghidupkan kembali putra bungsu Qin Ciyan, namun Qin Ciyan menolaknya.

Kehidupan tidak akan pernah bisa diduplikasi—itulah sebabnya ia begitu berharga.

Itu adalah sesuatu yang telah lama dipahami oleh Lao Qin, sang dokter tua itu.

Ia tahu bahwa Zhouzhou tidak akan pernah kembali.

Namun ia juga tahu, selama ia tidak melupakan, selama ia membawa cinta untuk anaknya yang telah tiada dan terus membantu anak-anak lain seperti Zhouzhou, maka Zhouzhou akan selalu berada di sisinya.

Ayah dan anak itu... mereka akan selalu bertemu kembali, pada suatu hari yang cerah.

Sementara Xie Qingcheng sedang bertarung dengan versi termodifikasi dari Qin Ciyan, keadaan He Yu dan Chen Man juga sangat genting. Chen Man yang telah lama ditahan belum memulihkan kekuatan fisiknya, dan tidak sebanding dengan ‘Zhou Muying’. ‘Zhou Muying’ mencengkeram lehernya dan membantingnya ke tanah. Kemudian, ‘Zhou Muying’ mengeluarkan pisau dan bersiap menusukkannya ke dada Chen Man.

Dalam hitungan detik, Chen Man langsung menggenggam gagang pisau itu, dan darah pun mengalir dari telapak tangannya seketika! Namun setidaknya, ia berhasil menghentikan gerakan ‘Zhou Muying’ dan tidak membiarkannya menyayat lehernya—keduanya pun terjebak dalam situasi saling menahan.

Pria hasil transformasi yang menyerupai ‘Xie Ping’ tidak sekuat istri palsunya secara fisik, sementara He Yu adalah yang paling waspada dan memiliki kondisi tubuh terbaik di antara ketiganya. Maka dari itu, ‘Xie Ping’ gagal menaklukkan He Yu hanya dengan serangan pertama. Sosok hasil transformasi itu menoleh, wajahnya sangat mirip dengan Xie Qingcheng, dan ia menatap He Yu dengan tatapan yang sangat dingin.

Meski He Yu tahu bahwa itu bukan ayah mertuanya yang sebenarnya—sama seperti Wei Rong, yang setelah operasi plastik tampak seperti ‘Lu Zhishu’ di masa lalu—rasa dingin tetap menjalar dari telapak kakinya.

He Yu menarik napas dalam-dalam dan menatap lurus ke arah ‘Xie Ping’.

Bertarung melawan manusia hasil transformasi adalah hal yang paling tidak disukai oleh He Yu, sebab ia tidak bisa mengendalikan makhluk yang otaknya sudah rusak total, dan ia pun tidak memiliki keuntungan apa pun dalam pertempuran semacam ini.

Beberapa detik kemudian, mata ‘Xie Ping’ menggelap, jemarinya mengepal hingga terdengar bunyi tulang berderak, lalu ia melompat dan menerjang He Yu untuk kedua kalinya.

“Hati-hati!”

Saat itu, Xie Qingcheng telah sepenuhnya menyelesaikan pertarungannya melawan ‘Qin Ciyan’. Belum sempat menenangkan diri, ia melihat posisi He Yu dalam keadaan berbahaya. Ia langsung berbalik arah dan pada detik yang genting, ia merangkul pinggang ‘Xie Ping’!

Namun tubuh transformasi Xie Ping jauh lebih kuat daripada ‘Qin Ciyan’. Meski sempat tertahan oleh Xie Qingcheng, ia segera bisa melepaskan diri dari cengkeraman itu dan melemparkan Xie Qingcheng sejauh lebih dari sepuluh meter. Tubuh Xie Qingcheng menghantam dinding, melukai bahunya, dan pada saat yang sama, ‘Xie Ping’ kembali menerjang He Yu dengan keganasan yang sama!

Kali ini He Yu menghindar dengan sangat susah payah, tinju Xie Ping hanya meleset sedikit dari wajahnya, namun hantaman tersebut menghantam saklar lampu di ruang kontrol utama. Dinding pun bergetar keras, dan cahaya ruangan redup selama beberapa detik sebelum menyala kembali.

Menghadapi situasi mendadak seperti itu, sistem “Fengbo” tidak memiliki cukup data untuk memberikan dukungan, dan tidak mampu membimbing ketiga pria tersebut bagaimana cara melawan. Meski operator markas telah menangkap suara mereka dan melihat gambar visual dari sistem Fengbo, yang mereka saksikan hanyalah sosok “robot pembunuh” raksasa—rasa takut telah menguasai mereka, dan mereka tak berdaya, tak tahu harus berbuat apa.

He Yu bangkit dari tanah dan merendahkan tubuhnya. Pandangannya menyapu ke arah Xie Qingcheng dan Chen Man yang berada tak jauh darinya. Xie Qingcheng tampak jelas mengalami cedera di bahunya. Meskipun ia menggertakkan gigi dan berusaha cepat bangkit, luka itu tetap menghalanginya untuk berdiri. Chen Man masih bertarung dengan Zhou Muying, sehingga ia semakin kewalahan.

Melihat situasi saat ini, mereka tidak memiliki peluang menang jika memaksakan pertarungan secara langsung. Meski Zoya merasa bersalah karena telah melakukan eksperimen pribadi dan tidak melaporkannya kepada Duan Cuizhen, ia malah memilih untuk bertarung sendiri. Namun, orang-orang hasil rekayasa genetik ini terlalu kuat... mereka harus mencari cara lain... Aku harus menemukan cara lain.

Tiba-tiba, sebuah ide melintas di benak He Yu...

Pikiran dan kecurigaan itu sebenarnya telah ia miliki sejak pertama kali mendengar tentang ‘nomor satu’, tapi ia belum pernah memverifikasinya.

Kini, ia tidak punya pilihan lain selain bertaruh padanya...

Jakun di leher He Yu tampak naik turun perlahan. Tangan kirinya bergerak ke belakang secara diam-diam. Dalam momen yang sangat kritis ini, ia menggertakkan gigi, menahan napas, dan dengan secercah harapan terakhir, ia menekan sebuah alat cadangan yang tersembunyi di belakang tubuhnya!

Saat itu juga, ‘Xie Ping’ melancarkan serangan ketiga padanya. Ia mengangkat kaki dan menyapu dengan tendangan cambuk, menyisakan hembusan angin yang kuat. He Yu dengan cepat menghindar, tetapi ia malah masuk ke dalam perangkap ‘Xie Ping’. Satu tangan dari sosok transformasi itu sudah dalam posisi siap menyerang, dan tiba-tiba sebuah bayonet mencuat dari senjata yang dibawanya! Ia menerjang ke arah posisi He Yu menghindar.

Shaa!

Bilahan tajam itu meluncur ke arah wajah He Yu, cahaya seterang tiga jari lebar memantul dari permukaan tajam itu tepat di depan matanya. Ketika ujung senjata nyaris menyentuhnya, ia mendengar suara teriakan Xie Qingcheng yang meneriakkan namanya—“HE YU!!”

...sepertinya alat itu gagal, tidak ada respons sama sekali.

Dalam sekejap, ia merasakan hawa dingin menusuk tenggorokannya.

Pisau Xie Ping akhirnya hampir menyayat lehernya.

Bang!!

Di saat yang bersamaan, semburan api dari senapan flamethrower meledak masuk dari arah pintu luar, disertai gelombang panas yang menggetarkan seluruh ruangan.

Karena He Yu menutup matanya, ia belum sempat bereaksi. Namun pada saat itu, Xie Qingcheng menerobos masuk melalui pecahan kaca dan logam yang beterbangan di udara, menarik tubuh He Yu dari bawah bayonet ‘Xie Ping’ tepat pada detik terakhir.

Pada saat itu, lantai bergetar hebat disertai dentuman keras. Mereka bahkan belum sempat menarik napas ketika pandangan mereka langsung tertuju ke arah pintu di depan kobaran api.

Di tengah percikan api dan nyala yang membakar, tampak sosok transformasi nomor satu—bertubuh tinggi dan kekar—memegang senapan dengan kedua tangan, berdiri tegak seperti menara baja di ambang pintu ruang kendali utama…

Saat He Yu melihatnya, rasanya seperti tiga roh dan enam jiwanya kembali ke dalam tubuh. Ia mengembuskan napas yang sempat tertahan di dadanya, lalu bergumam, “Sial, ternyata dugaanku benar…”

Xie Qingcheng segera memeriksa luka-lukanya. Saat melihat He Yu selamat, ia tak bisa menahan diri untuk menghela napas lega. “Apa yang sudah kau lakukan?”

He Yu menatap sosok transformasi nomor satu yang wajahnya seperti dilumuri lilin, mengusap abu dari wajahnya, lalu mengulurkan telapak tangan ke arah Xie Qingcheng, memperlihatkan sebuah tombol kecil berbentuk kotak—“Ini.”

“Ini adalah…?”

“Perangkat cadangan terakhir,” jawab He Yu. “Alat ini bisa sepenuhnya menghentikan kendali Zoya atas mereka, tapi risikonya tinggi. Aku bahkan belum sempat mengujinya, dan tingkat keberhasilan dalam simulasi sangat rendah…”

Ia menarik napas dan melanjutkan, “Tapi ternyata berhasil. Para eksperimen di luar sana kini sepenuhnya bebas, seperti dua orang tua hasil modifikasi itu—mereka akan bertindak mengikuti pola pikir tertentu. Dan pola pikir itu berasal dari chip-nya sendiri…”

Sambil berkata demikian, pandangan He Yu mengikuti arah tatapan nomor satu. Tatapan itu menyeberangi seluruh laboratorium dan berhenti pada Zoya, yang kini wajahnya tampak pucat pasi.

“Aku sudah lama berspekulasi—pikiran siapa yang digunakan Zoya untuk transformasi pertamanya, bahkan dua belas orang pertama... siapa sebenarnya orang itu?” Zoya berbeda dari Duan Cuizhen. Ia akan menambahkan nilai individualisme dan emosi yang kuat dalam setiap tindakannya. Dua belas eksperimen pertama, khususnya yang pertama—yang bahkan memiliki ekspresi wajah yang nyata—tidak mungkin hanya seseorang yang kebetulan ia temui. Tapi juga bukan seseorang yang sangat ia cintai, karena eksperimen pertama kemungkinan besar akan gagal. Jadi, aku menduga itu pasti seseorang yang sangat penting baginya… seseorang yang ia benci, aku yakin.”

Sosok nomor satu itu tampak marah. Ia melangkah maju dengan tajam menuju Zoya. Tubuhnya terlalu besar dan tinggi. Zoya telah menggunakan tubuh hasil rekayasa Eropa-Amerika dengan tinggi dua meter seperti atlet, tapi nomor satu masih bisa mengulurkan tangan dan menyeretnya turun dari panggung tinggi seperti seekor elang mencengkeram anak ayam.

Di belakangnya, sebelas tahanan yang tersisa perlahan mendekat, keluar dari kendali, semuanya tertarik pada kehadiran Zoya, seperti burung bangkai yang menerkam mangsanya, berusaha mencabik daging dan darahnya. Kebencian menyebar dari para mayat hidup ini—yang seharusnya tak memiliki emosi—namun emosi itu memancar dari chip yang tertanam di kepala mereka.

Pikiran manusia dan emosi manusia tak bisa dipisahkan.

He Yu berkata dengan jelas, satu kata demi satu: “Chip di otak pria itu... adalah milik ayah kandung Ava! ...dan sebelas sisanya, kemungkinan besar adalah semua anak-anak yang dibunuh Zoya setelah eksperimen Chernobyl gagal!”

Begitu kalimat itu keluar dari mulutnya, senjata penyembur api langsung ditembakkan, seiring dengan jeritan Zoya. Pria itu, dipenuhi kebencian yang membara, mendesis dan menembakkan api panas yang cukup untuk memotong besi ke arah Zoya. Zoya berteriak dan menghindar ke segala arah, mengumpat penuh amarah.

Kata-kata umpatan dalam bahasa Rusia itu merupakan slang kasar yang bahkan He Yu tak bisa pahami sepenuhnya, namun dari beberapa kata yang bisa dikenali, terdengar jelas Zoya memaki pria itu dengan kalimat seperti: “Bahkan binatang pun tak akan melakukan apa yang kau lakukan”, dan “pengecut”.

Ucapan itu tampaknya semakin memicu amarah si pria, yang meraung dan meningkatkan daya senjata api-nya. Zoya menjerit dan meringis kesakitan sambil mengaktifkan perangkat kendali chip, membangkitkan semua manusia setengah transformasi di bawah tanah—kecuali putrinya sendiri. Para semi-transformasi spesial itu masih berada dalam kendalinya, dan Zoya meraung histeris sambil memberikan perintah dalam bahasa Rusia untuk menyerang nomor satu dan sebelas tahanan di belakangnya.

Seketika, pertempuran sengit pecah di tempat. Ruang kendali yang kecil itu tak mampu lagi menampung mereka—mereka menerobos pintu, beberapa melesat ke luar, dan pertempuran dahsyat pun terjadi di luar ruangan.

Suara raungan, semburan api, ledakan, dan asap tebal memenuhi udara.

Semua itu bagaikan bayangan liar yang saling menerkam dalam permainan kematian yang kejam, disertai desisan mengerikan. Mereka bertarung bukan hanya demi hidup, melainkan demi sisa-sisa emosi manusia yang masih tertinggal di dalam diri mereka—sisa cinta dan kebencian. Setiap raungan seolah merobek hati dan menusuk jiwa, seakan para arwah dari neraka bangkit kembali untuk menuntut balas.

Nomor satu masih berada di ruang kendali utama. Chip-nya masih menyimpan penuh ingatan akan bagaimana Zoya telah membunuhnya dahulu—itulah mengapa dia begitu gigih menuntut balas. Ia bertarung melawan para semi-transformasi yang belum selesai—satu melawan banyak—dengan raungan buas yang mengguncang.

“Inilah saatnya!”

Suara komandan markas besar terdengar melalui headphone. Suaranya bergetar, begitu kentara hingga mereka yang menyaksikan pertempuran dari jauh lewat sistem transmisi Fengbo pun tahu bahwa saatnya telah tiba.

“Ambil posisi kalian! Kita harus menghancurkan inti dari program cahaya pendingin cepat itu sekarang juga! Jika tidak, semuanya akan terlambat!”

Xie Qingcheng dan yang lainnya tidak boleh tertunda—mereka harus menghadapi reruntuhan, menerobos besi, menghindari peluru, dan berlari menuju posisi masing-masing, sementara markas besar mengirimkan kode penghancuran sesegera mungkin.

“Masukkan 28az di akhir kolom ke-36!”

“Masukkan...!”

Darah terciprat, raungan memenuhi udara, dan dentuman besi berdentang layaknya gong dan genderang perang. Tak boleh ada kesalahan sekecil apa pun, karena mereka sedang berjuang di tengah gelombang perang yang penuh debu ini, mempertaruhkan segalanya demi menyelesaikan misi terakhir mereka.

Saat pasukan menyerbu masuk, Chen Man terkena tembakan dingin di kakinya, darah memancar deras hingga membentuk genangan.

Sebuah penghalang logam jatuh di depan He Yu, nyaris menimpanya—sisi logam itu menyambar separuh tubuhnya dan menghantam tanah dengan keras. Jika dia berada tepat di bawahnya, tubuhnya pasti sudah hancur menjadi pasta daging—pemandangan yang sangat mengerikan.

Xie Qingcheng, dengan tubuh yang sudah sakit, tetap memaksakan diri. Dia batuk darah, dan hatinya terasa perih, terbakar oleh rasa sakit dan amarah yang mendalam karena mengenang Qin Ciyan dan kedua orang tuanya...

Misi masih berlangsung dan tak ada satu pun yang bisa lengah.

Waktu terus berjalan.

Tiba-tiba!

Di tengah kekacauan itu, Zoya, dengan mata liar dan wajah panik, tampak menyadari sesuatu. Tatapannya yang putus asa dan penuh kegilaan tertuju pada salah satu dari tiga pria di bawah yang tengah berusaha menghancurkan ruang kendali utama. Wajahnya berubah menjadi distorsi penuh kebencian...

Mereka!

Merekalah penyebab semuanya jadi seperti ini!

Telah menciptakan kekacauan sebesar ini... membawa semua ke dalam kehancuran semacam itu... Dia harus menghentikan mereka! Meskipun dia akan dibunuh oleh monster yang ia ciptakan sendiri, dia akan mencincang ketiga pria itu menjadi potongan-potongan terlebih dahulu!

Zoya meraung dan berlari turun dari jembatan logam, penuh tekad untuk menghentikan mereka. Dia tak boleh membiarkan mereka berhasil! Dia harus...

“Ibu! Tolong aku!!”

Teriakan nyaring terdengar, dan Zoya terdiam sejenak.

Dia berada di tengah jembatan besi, lalu menoleh ke belakang: apa yang baru saja dia dengar...?

Ava yang ia ciptakan selama ini selalu dalam kondisi beku. Ia hanya bisa mengucapkan beberapa kata saja, tanpa kesadaran diri, tak tahu apa itu bahaya, apa itu rasa sakit—apalagi kata “Ibu66”.

Padahal, bahkan Zoya tahu dalam hatinya yang paling dalam bahwa Ava ini bukan anaknya yang sebenarnya. Ia hanyalah mayat berjalan yang terbentuk dari sisa-sisa anak orang lain, tanpa otak asli, hanya chip tiruan yang meniru kerja otak manusia. Proyeksi yang muncul di luar itu bahkan bukan tubuh asli, hanya proyeksi virtual...

Zoya begitu terobsesi akan kembalinya Ava, sampai-sampai ia rela menipu dirinya sendiri, mencari penghiburan dalam wujud seorang gadis kecil yang dahulu pernah menjadi tempat tumpahan seluruh kasih sayangnya—sebelum dunia gila bernama Mandela ini terbentuk.

Namun, Ava yang sekarang hampir tidak memberikan apa pun padanya. Karena saat meninggal, Ava masih sangat kecil—tidak seperti subjek eksperimen lain, Ava tidak meninggalkan catatan pertempuran, tidak menulis buku harian, tak ada rekaman penyelidikan, tak ada surat terakhir... Zoya bahkan tidak bisa meniru cara berpikir pribadinya.

Chip mental di dalam kepala Ava adalah yang paling kosong yang pernah Zoya buat.

Segala pemahaman Zoya tentang isi pikiran Ava berasal dari fragmen kecil otaknya, sangat minim... bahkan bukan bagian utama otak. Nyaris tak bisa dianalisis.

Namun—di momen itu, di tengah perbatasan yang porak-poranda oleh perang, antara asap debu yang beterbangan...

Saat peluru pria itu ditembakkan ke arah proyeksi Ava, tiba-tiba Ava kecil menjerit ketakutan—seperti anak sungguhan.

“Ibu... Ibu! Tolong aku!!”

“Ava!!”

Zoya terguncang hebat.

Dalam sekejap itu, seakan semua hal dia lupakan.

Ia lupa bahwa dirinya ilmuwan, lupa bahwa ia tahu Ava ini bukanlah anaknya yang sebenarnya.

Ia lupa bahwa gadis kecil di hadapannya hanya hasil rekayasa, chip buatan, proyeksi semu.

Ia lupa tentang Mandela, lupa tentang jagat semu yang ia bangun bertahun-tahun.

Ia lupa ambisi, lupa kebencian, bahkan lupa dirinya sendiri.

Ia bahkan lupa bahwa Ava telah mati, diburu hingga tewas dalam eksperimen rahasia Chernobyl—

Dibawa ke titik putus asa oleh pria keji yang memimpin Institut Riset, pria yang mengorbankan enam kerabatnya sendiri tanpa ampun, yang mendorong Ava kecil ke sudut tanpa pengenalan, tanpa belas kasihan—

Hingga saat itu, Ava jatuh ke dalam salju dan es, menangis dan memohon agar dia dan keluarganya dibebaskan.

Namun pria itu hanya berkata dengan dingin, “Siapa pun yang mengkhianati laboratorium harus mati.”

“Bahkan jika dia adalah kekasihku sendiri...”

Meskipun dia adalah putrinya, dia bukanlah pengecualian.

Di matanya, penyelidikan adalah hal tertinggi, dan segalanya dapat dikorbankan.

“Kau juga, Zoya.” Di balik bayangan topi kulit tebalnya, pria itu menatap dingin kepada wanita yang telah lelah dengan segalanya dan mencoba melarikan diri bersama putrinya, lalu mengangkat pistolnya.

Senjata itu bergerak dan menargetkan.

Zoya mendorong putrinya ke samping pada detik terakhir dalam kepanikan yang gila, dan meskipun gadis kecil itu nyaris belum bisa berjalan, dia berteriak dengan harapan yang nyaris mustahil, “Lari! Ava! Lari!”

Pria itu terlalu dingin, seperti salju abadi di Siberia. Ia bekerja untuk laboratorium penelitian ilmiah bawah tanah. Selain egois, ia tidak memiliki sisi kemanusiaan lainnya.

“Lari! Ava!”

Pria itu menyeringai sinis, senjatanya berpindah arah dengan suara dentuman...

Cicit gagak menembus langit, dan hutan birch terkejut oleh kawanan burung dan binatang... Mata Zoya membelalak, tubuhnya berubah menjadi patung batu, patung es, patung tanah liat... ia tak bisa bergerak, tubuhnya kaku di atas salju, air matanya mengalir dan membeku menjadi kristal es, dan darahnya berubah menjadi embun beku yang menyedihkan di dalam nadinya... “Ibu, tolong…”

Gadis kecil itu tak sempat menyelesaikan kalimatnya dan langsung terjatuh ke salju. Tubuhnya terlalu kecil untuk membuat cekungan yang dalam, dan ia hanya tergeletak lemah, dengan darah hangat yang mengalir. Merah. Darah merah... dalam derasnya salju yang turun, bunga kejahatan yang tak akan pernah dilupakan Zoya pun mekar.

“Ibu, tolong aku!”

Saat itu, Zoya melupakan segalanya. Ia kembali ke salju di Siberia.

Kembali ke hutan birch yang tak memiliki jalan keluar dan ladang yang kelam.

Ia menyaksikan saat orang nomor satu itu mengangkat ujung pistolnya... Ia menyaksikan pria itu mengangkat senjatanya:

Ia sepenuhnya lupa bahwa putrinya telah tiada, dan bahwa yang ada sekarang hanyalah proyeksi dari Ava yang telah dimodifikasi; bahwa peluru yang ditembakkan ke arah proyeksi itu tidak akan berdampak apa pun; bahwa putrinya tidak akan mati untuk kedua kalinya.

Dia tidak mengingat apa pun...

Dalam kilatan petir, reaksi naluriah mendorongnya untuk berteriak—seperti yang terjadi dalam setiap mimpi setelahnya—dan ia menerjang ke arah perlindungan bayangan Ava. Air mata panas dari iblis berdarah dingin itu mengalir, tangannya terulur ke arah putrinya—“Ava! Tidak apa-apa! Tidak apa-apa! Ibu di sini! Ibu di sini! Ibu di sini...!”

Ia menerjang, memeluknya...

Namun tangan itu menggenggam kehampaan.

Penglihatan itu bergetar, dan Zoya langsung melewatinya... dia tak menyentuh apa pun...

Realitas virtual, pada akhirnya, tetaplah virtual.

Dan pada saat yang sama, terdengar suara gemuruh yang keras, DOR!

Ia merasakan hawa dingin dan sakit di dadanya. Dengan linglung ia jatuh berlutut dan perlahan menundukkan kepala... peluru itu menembus dadanya, dan hal terakhir yang ia lihat adalah bunga kejahatan yang mekar di dadanya...

Seperti bertahun-tahun yang lalu, bunga itu mekar diam-diam di atas hamparan salju. Satu detik.

Dua detik. DOR... Zoya terjatuh.

Mata besarnya yang indah tetap terbuka, memantulkan proyeksi Ava, dan entah itu ilusi atau kenyataan, si kecil Ava virtual—yang telah dituangkan segala kebijaksanaan, kerja keras, sisi kemanusiaan, dan harapan Zoya ke dalamnya—membeku. Dan setelah beberapa saat, raut seperti tangisan muncul di wajah kecil Ava yang seharusnya tak berperasaan...