Xie Qingcheng dibawa ke sebuah kamar di lantai paling atas.
Itu adalah tempat yang sama yang pernah digunakan untuk mengurung He Yu. Ketika organisasi membawa kembali He Yu ke pulau, perlawanan He Yu sangat sengit dan suasana hatinya tidak stabil. Setelah operasi, ia beberapa kali mengalami ledakan amarah, mencoba melarikan diri, dan sangat tidak kooperatif. Mandela terpaksa mengurungnya di kamar yang mirip sel itu, hingga perlahan-lahan ia menjadi tenang di bawah pengaruh tertentu dan menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengan organisasi.
Kini, Xie Qingcheng pun dikurung di sana, menghabiskan dua belas atau sepuluh jam terakhir dalam hidupnya.
Tak lama setelah percakapan terakhirnya, suara peperangan pun berhenti. Pertempuran sengit antara Mandela dan dreambreakers untuk sementara waktu dihentikan.
Xie Qingcheng duduk di sel menaranya, mata terpejam, membiarkan waktu berlalu menit demi menit.
Duan Wen telah beberapa kali mengirim orang-orangnya untuk memeriksanya, dan setiap kali mereka mengambil darah untuk dianalisis, wajah mereka tampak sangat tegang. Padahal mereka tahu bahwa Xie Qingcheng telah diperiksa delapan puluh bahkan seratus kali, dan tidak mungkin ia menyembunyikan senjata apa pun.
Xie Qingcheng tahu bahwa Duan Wen dan yang lainnya tidak sepenuhnya mempercayainya. Namun, entah mereka percaya atau tidak,
Mandela terpaksa mengambil risiko untuk menerimanya.
Sebab tubuh kaisar pertama yang sangat adaptif memang menjadi impian Duan Cuizhen sejak lama.
Kini, bersandar pada dinding dingin ruangan, Xie Qingcheng menoleh ke samping, menatap keluar jendela ke arah gunung dan laut di kejauhan. Dari sana, ia bisa melihat pemandangan seluruh pantai timur Pulau Mandela dengan jelas. Saat itu, matahari telah condong ke barat. “Burung gagak emas” telah jatuh, dan laut tampak berkilauan keemasan, seperti ribuan kuda dan tentara berbaju zirah emas yang bertarung di antara ombak. Tak lama kemudian, ketika cahaya matahari mulai memudar dan sinar senja menyinari langit, warna keemasan itu berubah menjadi merah darah yang menyedihkan, seheroik darah yang tumpah di medan perang.
Pemandangan dari ruangan itu sangat indah. Namun jika harus melihatnya hari demi hari tanpa bisa pergi ke mana pun, bahkan pemandangan terindah pun bisa berubah menjadi mimpi buruk.
Xie Qingcheng duduk diam di dekat jendela. Ia tahu pasti bahwa He Yu pasti pernah duduk di posisi itu sebelumnya. Ada beberapa coretan di dinding, tergores oleh batu kecil, yang ditemukan Xie Qingcheng tak lama setelah ia masuk.
Sekilas, jelas bahwa coretan-coretan itu ditinggalkan oleh He Yu saat ia terjebak di sana.
Xie Qingcheng melihat tulisan: “Here lies one whose name was writ in water.”
Ia melihat gambar boneka beruang membawa balon helium.
Ia melihat lilin berbentuk bunga teratai, bunga hydrangea musim panas yang tak berujung, dan seekor naga kecil yang tersenyum...
Xie Qingcheng mengangkat tangannya, menyentuhkan ujung jarinya pada jejak gambar yang mulai memudar. Bayangan dan suara bianglala kembali terdengar di telinganya.
Ia melihat He Yu meringkuk sendirian di ruangan itu, matanya kosong, menggambar di dinding dengan batu kecil—semua hal yang ia pikir telah hilang selamanya.
Ia melihat He Yu turun dari bianglala, berjalan menghampirinya, dan berkata:
“Ge, bisakah kau memelukku?”
Xie Qingcheng perlahan memejamkan mata, tetapi bayangan-bayangan itu tak juga mau pergi. Mereka terus muncul di depan matanya… orang lain mungkin tidak memahami arti gambar-gambar di dinding itu, tapi Xie Qingcheng memahami semuanya.
Ia meletakkan telapak tangannya di atas api pada ekor naga kecil itu, seolah tangan He Yu baru saja ditarik mundur.
Saat itu, He Yu sangat membencinya, tetapi tidak pernah mengkhianatinya. Dan hari ini, yang Xie Qingcheng inginkan hanyalah menggunakan tubuhnya yang telah hancur untuk menjadi jembatan bagi He Yu—agar He Yu bisa kembali ke masyarakat yang normal.
Rencana mereka memang berbahaya dan memiliki kemungkinan keberhasilan yang rendah. Namun, selama rencana itu berhasil dilaksanakan, itulah cara yang paling sedikit menimbulkan korban dan paling sempurna untuk menghancurkan Mandela.
Xie Qingcheng menunggu.
Satu tabung darah lagi diambil darinya, dan pihak Mandela dengan sangat hati-hati mempersiapkan proses konfirmasi statusnya sebagai kaisar pertama. Namun, tetap saja sangat sulit untuk langsung menentukan konstitusi tubuh Xie Qingcheng hanya dari sampel darah, karena konstitusi kaisar pertama tidak seperti manusia mana pun. Sel-sel dalam tubuhnya, yang sangat adaptif, sangat pandai menyamarkan diri di bawah mikroskop.
Xie Qingcheng bisa melihat betapa gelisahnya para peneliti itu.
Segala sesuatu dilakukan dengan intensitas yang lebih tinggi.
Matahari telah sepenuhnya tenggelam, dan malam itu tidak ada bulan. Dengan begitu, ia kehilangan alat untuk menghitung waktu.
Penahanan semacam itu bisa membuat orang menjadi gila, karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi, sudah berapa lama mereka di sana, dan berapa lama lagi mereka harus menunggu dalam keadaan seperti itu. Orang biasa bisa dengan mudah menjadi rapuh secara mental dan runtuh dalam situasi semacam ini.
Namun, Xie Qingcheng berbeda.
Ia jauh lebih tahan dibandingkan orang kebanyakan.
Terlebih lagi, ketika ia memejamkan mata, ia merasa seolah He Yu dari tiga tahun lalu masih bersamanya, dan tujuan dari perjalanannya ini adalah untuk membawa He Yu keluar. Maka, ia membawa obor dalam hatinya—obor yang tidak mudah padam. Cahaya dan panas dari obor itulah yang mencegahnya kehilangan akal dalam lingkungan yang menyesakkan ini.
Setelah entah berapa lama, pintu sel itu terbuka kembali.
Xie Qingcheng menoleh, menatap ke arah pintu, lalu hanya dengan satu lirikan, ia kembali mengalihkan pandangannya.
Ia sama sekali tidak terkejut bahwa yang datang adalah Anthony.
Anthony memang pasti akan datang kepadanya—dan Xie Qingcheng memperkirakan waktu kedatangannya akan sekitar saat itu juga.
Pria yang memiliki hubungan darah tipis dengannya itu masuk sendirian. Wajahnya muram, dengan ekspresi suram yang sulit ditebak. Mengenakan jas laboratorium, Anthony menatap tangan dan pergelangan kaki Xie Qingcheng yang dirantai sebelum perlahan mendekatinya.
Profesor An, yang masih mengenakan sarung tangan plastik laboratorium dan sedikit berbau cairan disinfektan, mencengkeram wajah Xie Qingcheng dengan kuat, memaksa sepupunya itu untuk menatapnya.
“Kenapa kau memalingkan kepala? Kecewa karena yang datang justru aku?”
Xie Qingcheng mengalihkan pandangan, dan bayangan Anthony terpantul di satu-satunya mata yang masih bisa melihat. “Lalu, kau ingin aku bilang apa? Selamat malam? Selamat datang?”
Anthony tak menyangka Xie Qingcheng akan setenang itu. Ia tertegun sejenak, lalu menyipitkan mata dan berkata dengan dingin, “Kau masih sempat bercanda padahal ajal sudah di depan mata, benar-benar keras kepala.”
“Itu wajar. Kalau aku lemah, mana mungkin aku bisa jadi ge-mu?”
“Kau bukan ge-ku!” bentak Anthony marah, seolah tersentuh bagian paling sensitifnya. “Kau hanyalah pencuri yang mengambil milikku! Pencuri...! Kau berada di sini sekarang, itu karena kesalahanmu sendiri! Itu adalah balasan atas perbuatanmu!”
“…”
“Kau akan segera mati, Xie Qingcheng.” Ia mencengkeram pipi Xie Qingcheng lebih keras, menatap tajam pria yang telah ia impikan untuk dicekik ribuan kali dalam mimpinya. “Aku telah ingin membunuhmu selama bertahun-tahun, tapi Duan Wen tak pernah mengizinkannya. Tapi sekarang dia akhirnya menyerah: Jadi kau adalah kaisar pertama...! Seperti yang selalu kukatakan, kau selalu dilindungi dan tak pernah mati, tapi sekarang semuanya berakhir! Aku akhirnya bisa melihat mayatmu... Aku akhirnya bisa melihatmu lenyap dari dunia ini!”
“Aku ucapkan selamat terlebih dahulu padamu, Xie Lishen,” kata Xie Qingcheng dengan tetap tenang dalam genggamannya. “Keinginan bertahun-tahun akhirnya akan tercapai.”
Melihat reaksinya yang begitu dingin, wajah Anthony semakin menggelap. “Kenapa kau berpura-pura tenang?”
“Tak masalah kalau kau menganggap aku berpura-pura,” Xie Qingcheng berhenti sejenak sebelum melanjutkan, “Tapi aku tahu sifatmu, dan aku tidak terkejut dengan apa yang kau lakukan. Justru aku merasa membuang-buang waktu terakhir dalam hidupku karena kaulah yang datang ke sini, bukan orang lain.”
Anthony tiba-tiba mendorong punggung Xie Qingcheng keras hingga membentur jendela. “Omong kosong! Kau tahu sifatku? Aku adalah peneliti utama di Mandela, aku yang akan melakukan transplantasi itu, dan aku di sini untuk menjalankan tugasku! Kau berharap siapa yang akan datang, sepupu Xie? He Yu? Jangan buat aku tertawa sampai mati, mana mungkin kau sebodoh itu untuk percaya He Yu akan datang menemuimu!”
“…”
“Dengan alat itu di dalam tubuhnya, pikirannya sepenuhnya dikendalikan oleh Mandela. Sekarang dia adalah mesin tempur kami, dia tidak punya hak untuk menemuimu, dan bahkan tidak akan terpikir olehnya untuk menemuimu!” Anthony menjerit, ekspresinya bergetar hingga ke tulang. “Akulah yang melakukannya! Aku yang mencucinya ke dalam darah gu! Seharusnya hanya dia yang memiliki nilai! Kenapa kau mengatakan pada Duan Wen bahwa kaulah kaisar pertama barusan, hah Xie Qingcheng?! Kau tahu tidak, kau sudah menghancurkan pekerjaanku lagi!”
“—Aku baru saja menyelesaikan proses pencucian darah gu dan meledakkan tubuh kaisar pertama! Kenapa kau selalu harus merebut sorotan dariku, merebut hal-hal baik dariku?!”
“Baiklah, sekarang... Kau harus mati!” Anthony meraung, “Saat He Yu sadar kembali, tubuhmu sudah menjadi milik Nenek, dan kalian berdua bahkan tidak akan sempat bertemu untuk terakhir kalinya! Semua ini adalah balasan! Balasan! Kau tidak akan pernah melihatnya lagi! Kau juga tidak akan bahagia!”
Xie Qingcheng terbatuk pelan, dan dari sudut matanya, ia sekilas melihat coretan-coretan tua yang ditinggalkan He Yu di dinding. Ia menarik napas dalam-dalam dan berkata dengan tenang kepada Anthony, “Kami sudah bertemu untuk terakhir kalinya.”
Wajah Anthony menegang sejenak, tapi setelah menyadari bahwa Xie Qingcheng memang takkan pernah bisa bertemu He Yu lagi, ia tertawa sinis. “Kau gila? Delusi? Berapa kali aku harus mengulang agar kau sadar kalau saat dia sadar, itulah saat kematianmu dimulai?”
Xie Qingcheng menatap ekspresi suram di wajah Anthony di depannya.
“Aku tidak mengharapkan kau mengerti apa yang kubicarakan, Xie Lishen. Aku hanya merasa kasihan padamu.”
“Kau merasa kasihan padaku?” Anthony terlihat sangat tersinggung. “Kau, orang yang sudah hampir mati, merasa kasihan padaku?”
“Kematian ini adalah pilihanku sendiri,” jawab Xie Qingcheng datar. “Seumur hidup, aku menjalani apa yang kuinginkan. Aku punya idealisme, keluarga, teman, identitas diri, orang-orang yang ingin aku lindungi, dan hal-hal yang kuimpikan. Aku hidup dengan martabat, dan bahkan dalam kematian ini, aku mendapatkan hasil yang kuinginkan. Duan Wen adalah orang yang mampu menghasilkan hasil lebih baik daripada dirimu, dan aku tahu setelah kematianku, dia akan mengirim He Yu kembali ke pihak dreambreaker. Dan tak akan ada yang bisa menghentikannya. Kau hanyalah orang yang bekerja untuknya.”
“…” Anthony seperti hampir kehilangan akal, wajah tampannya mulai bergetar kasar. “Aku ini dokter!!! Setelah aku keluar dari rumah kalian, aku pergi ke luar negeri dengan usahaku sendiri! Aku mempelajari bidang yang sama sepertimu, aku melakukan pekerjaan yang sama sepertimu. Aku hidup miskin di Amerika tapi begitu hebat hingga Mandela sendiri menawariku kesempatan emas! Bisakah kau melakukannya?! Demi kesuksesanku, aku rela menjual segalanya kepada orang-orang paling berkuasa dalam waktu paling singkat! Kau bisa melakukannya?! Tidak bisa! Aku tidak pernah kalah darimu!” serunya dengan mata merah membara.
Betapa sulitnya tahun-tahun itu?
Betapa sulitnya berusaha mencapai puncak masyarakat dari nol?
Ketika dia berusia delapan belas tahun, dia mampu pergi ke luar negeri dengan mengandalkan ayah baptisnya yang berusia lima puluh delapan tahun. Karena Xie Qingcheng melapor ke polisi, dia memiliki catatan kriminal berupa perampokan! Ia harus tersenyum kepada pria menjijikkan dengan otak tumpul dan perut lebih besar dari wanita hamil delapan bulan itu.
Saat itu, dia sangat membenci Xie Qingcheng, sampai-sampai ia rela mengorbankan raga dan jiwanya demi bisa unggul dan menjadi pribadi yang lebih kuat daripada Xie Qingcheng di masa depan.
“Aku menempuh studi doktoral di Amerika... almamaterku jauh lebih baik daripada milikmu! Tapi bagaimana bisa kau bilang... aku bajingan...!”
Xie Qingcheng tidak ingin mendengarnya lagi. Ia memotong kegilaan Anthony dan berkata, “Xie Lishen, kau sudah gila. Pernahkah kau berpikir?”
“... berpikir apa?”
“Setelah aku mati, apa yang bisa menjadi motivasimu untuk tetap hidup?”
Bahunya Anthony tiba-tiba menegang.
Xie Qingcheng menatapnya. Karena cahaya ruangan, di mata Anthony, tatapan Xie Qingcheng tampak dingin dan jernih, seolah-olah ia tidak buta.
“Aku merasa kasihan padamu setelah mengetahui bahwa kau menjalani hidup dalam kebingungan. Ketika ayahmu kehilangan warisan, dia mewariskan luka itu kepadamu seperti penyakit kanker. Kau selalu memikirkan apa yang telah hilang dan terus mengkhawatirkannya, tetapi tak pernah menatap ke depan untuk melihat hal-hal yang layak diperjuangkan.”
“…”
“Xie Lishen, sejak kecil yang kau pikirkan hanyalah bagaimana menjatuhkanku dengan segala cara, bagaimana merebut apa yang menjadi milikku. Pernahkah kau memikirkan dirimu sendiri? Makna hidupmu? Apa yang benar-benar kau sukai?” ujar Xie Qingcheng sambil batuk ringan di dekat jendela.
Pada saat itu, Anthony merasakan hal aneh, seolah-olah mereka kembali ke rumah kecil di Gang Moyu, tempat kakaknya biasa menegurnya dengan serius.
Dan meskipun ia tidak setuju, ia tidak bisa meninggalkan rumah kecil itu.
Xie Qingcheng bertanya, “Kau hanya tidak menyukai banyak hal yang kumiliki. Kau tidak suka belajar kedokteran, tapi kau menjadi Dr. Anthony. Kau tidak menyukai warna putih, tapi kau harus mengenakan jas laboratorium. Kau juga tidak menyukai He Yu.”
Anthony: “…”
“Kau tidak menyukainya, kau hanya memanfaatkannya untuk membuatku merasa buruk. Aku akui, kaulah yang membuatnya, tapi sekarang aku tahu bahwa apa yang kau katakan adalah kebohongan. Alasan kau tahu hal-hal yang hanya diketahui aku dan dia adalah karena kau menggunakan hipnosis untuk melihat ingatannya.”
Wajah sakit Xie Qingcheng menunjukkan sedikit kelelahan saat ia berkata, “Apa sebenarnya yang kau cari, Xie Lishen? Tidak bisakah kau melepaskan pandanganmu dari bayanganku dan menatap masa depanmu sendiri? Haruskah hidupmu selalu didasarkan pada kebencian terhadap orang lain? Tak bisakah kau menghargai hidupmu sebagai individu dan memikirkan apa yang benar-benar kau inginkan setelah semua ini?”
Wajah Anthony berubah menjadi pucat kebiruan, jelas terganggu oleh kata-kata Xie Qingcheng, tetapi jauh di dalam hatinya, ia sangat malu.
Sambil mengertakkan gigi, ia berkata, “Apa yang sedang kau pura-purakan? Jangan bersikap seolah-olah kau masih memikirkan aku dari sudut pandangku.”
“Kenyataannya memang begitu,” jawab Xie Qingcheng dengan dingin. “Dengan kata-kata ini, aku sedang memikirkanmu dari sudut pandangmu sendiri.”
Anthony mendongakkan kepala dan tertawa terbahak, lalu menatap Xie Qingcheng dengan tajam.
“Konyol! Kau? Memikirkan aku? Apa kau menganggap aku bodoh, atau apakah Yang Mulia Kaisar Pertama itu benar-benar mengira dirinya penyelamat dunia? Siapa kau hingga merasa pantas memikirkan aku? Bukankah kau membenciku? Bukankah kau jijik padaku? Xie Qingcheng! Berhentilah hidup secara munafik!”
Xie Qingcheng menatapnya dengan dingin, “Aku tak pernah mengatakan bahwa aku tidak membencimu. Tapi ini mungkin terakhir kalinya kau dan aku berbicara berdua saja, Xie Lishen. Mungkin juga ini adalah saat-saat terakhirku. Aku tidak ingin menyia-nyiakannya.”
“...”
“Setidaknya kau pernah memanggilku gege, entah itu sungguhan atau tidak. Aku juga ingat orang tuaku berkata bahwa hal itu akan memberimu sedikit kebebasan, karena kau benar-benar telah melalui banyak penderitaan. Yang paling penting adalah...”
Ia terdiam sejenak. Tatapannya masih tampak seolah mampu menembus kedalaman hati manusia.
“Saat kupikirkan lagi, setidaknya kau pernah melindungi seseorang.”
Ekspresi Anthony mendadak membeku.
Xie Qingcheng berkata, “Awalnya aku tidak yakin, sampai aku mengetahui bahwa kau bekerja untuk organisasi Mandela. Saat itulah aku mengerti maksud di baliknya... Xie Lishen, kaulah yang menyelamatkan Xie Xue.”
“—Pada hari pernikahan mereka, awalnya Wei Rong ingin membius aku dan Wei Dongheng, tapi pada akhirnya hanya aku yang terkena dampaknya, sementara Wei Dongheng berhasil melarikan diri karena dia meminum teh yang sudah diberi obat tidur,” kata Xie Qingcheng. Namun sebenarnya, kenyataannya justru sebaliknya.
Ia menatap Anthony dengan pandangan tajam.
“Orang yang memberinya obat tidur adalah kau—yang tergabung dalam organisasi Mandela yang sama dengan Wei Rong.”
“...”
Xie Qingcheng menyilangkan jemari panjangnya dan berkata, “Yang kau benci hanyalah aku, bukan Xie Xue. Karena saat itu dia masih sangat kecil dan berhati lembut. Dia selalu memperlakukanmu lebih ramah daripada aku. Dalam ingatanku, hanya dialah satu-satunya anggota keluarga yang tak pernah berdebat denganmu. Bahkan setelah dia hampir dibunuh oleh Jiang Lanpei saat salah diagnosa dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa Chengkang, kau masih sempat meneleponnya untuk menanyakan kabarnya. Mungkin dia satu-satunya dari keluarga kami yang tidak kau benci.”
Wajah Anthony tampak tegang, tetapi ia tidak menyangkal ataupun membenarkan ucapan itu. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa kata-kata Xie Qingcheng benar.
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Dulu, saat itu Xie Xue masih sangat kecil. Setiap kali ia melihat Xie Qingcheng atau Xie Lishen, ia akan memanggil mereka “gege”. Awalnya, hal itu membuat Xie Lishen kesal—karena mereka berdua dipanggil sama saja, lalu apa bedanya?
Ia pun sering diam-diam mengganggu Xie Xue: mencelupkan ulat ke dalam susunya, menyembunyikan laba-laba di sepatunya, bahkan meludahi wajahnya saat tak ada orang di rumah. Xie Xue sering menangis karena ulahnya, tapi setelah tangisnya reda, ia tetap akan mengulurkan tangan, meminta dipeluk.
Pernah, saat liburan keluarga, Xie Lishen sempat berniat buruk. Ia mencoba mendorong Xie Xue ke dalam kolam di taman. Kolam itu penuh dengan rumput liar hijau yang mirip dengan rerumputan di sekitarnya, sehingga jika ada yang jatuh, orang-orang akan mengira bahwa kecelakaan itu terjadi karena anak-anak bermain dan berlari di rumput.
Rencananya sangat meyakinkan. Xie Lishen pun perlahan mendekatinya dari belakang, tangannya sudah terulur...
Saat itu ia berpikir, jika Xie Xue secara “tidak sengaja” jatuh dan meninggal, betapa menyenangkannya melihat ekspresi wajah seluruh keluarga Xie Ping? Semakin ia membayangkan, jantungnya semakin berdebar, dan tangannya semakin dekat ke punggung Xie Xue, tetapi...
“Gege.”
Xie Xue tiba-tiba menoleh. Gadis kecil itu, yang tidak bisa diam, langsung melompat ke pelukannya, sambil berseru dalam bahasa yang belum jelas, “Gege.”
Xie Lishen menjadi kesal, mengira bahwa Xie Xue ingin dipeluk balik olehnya. Ia mulai merasa tidak sabar, hingga berniat melemparkan gadis kecil itu ke dalam air.
Namun, tepat saat ia mengangkat tubuh Xie Xue, gadis itu tiba-tiba mengulurkan kedua lengannya yang kecil dan kemerahan dengan gerakan seolah ingin melindungi, lalu berteriak gugup dengan wajah sembap:
“Gege, hati-hati!”
Xie Lishen terpaku sejenak. Ia menoleh ke balik pundaknya dan melihat...
Di sisi lain kolam kecil itu, ada seorang anak sedang bermain dengan senapan mainan bergaya tentara—mainan itu tampak sangat realistis. Xie Xue yang masih terlalu kecil tidak tahu apakah senjata itu sungguhan atau bukan. Ia hanya tahu bahwa benda itu tampak berbahaya, seperti yang sering ia lihat di televisi. Maka, tanpa berpikir panjang, ia langsung berbalik dan mundur, melindungi diri bahkan sebelum keluarganya sempat bereaksi...
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Anthony membenci keluarga Xie Ping.
Namun hanya karena insiden itulah, Xie Xue menjadi satu-satunya pengecualian.
Xie Lishen tak pernah bisa melupakan sorot mata Xie Xue saat itu—begitu cerah, begitu bersinar, begitu indah, begitu teguh, dan begitu murni... Mata berbentuk bunga persik itu, seperti permata yang tak pernah pudar, menjadi satu-satunya cahaya dalam kehidupan kelabu miliknya.
“Kau telah menyelamatkannya, dan aku tidak ingin berutang apa pun kepada siapa pun,” ujar Xie Qingcheng.
“Karena itu, aku berharap kau bisa menemukan kembali makna hidupmu... Ini adalah terakhir kalinya aku bicara padamu seperti seorang sepupu.”
Anthony akhirnya menjawab setelah lama terdiam.
“... Hmph, ya, aku peduli pada Xie Xue. Dia bisa hidup tenang dan aman selama bertahun-tahun ini, bukan hanya karena kau menjaganya secara terang-terangan, tapi juga karena aku diam-diam mengawasinya dari balik bayang-bayang. Menurutku, hal itu adalah satu-satunya kesamaan yang kita miliki.”
“—Kesalahan terbesar yang pernah kulakukan selama bertahun-tahun ini adalah saat di Rumah Sakit Chengkang. Saat itu aku tak menyangka Jiang Lanpei akan menyanderanya dan hampir membunuhnya.”
Ketika Anthony mengatakan itu, ia tertawa pelan dengan senyum yang terasa dingin dan mengerikan.
“Tapi lalu kenapa? Aku akan selalu berada dalam kegelapan, dan kau akan selalu di dalam cahaya. Kaulah yang paling dia syukuri, yang paling dia percaya, dan selama kau masih hidup, di antara kau dan aku, dia akan selalu memilihmu sebagai gege. Itulah kenapa aku bilang—selama ini kaulah yang terus mencuri dariku.”
“...”
Xie Qingcheng tersedak dan batuk, napasnya menjadi agak pendek karena batuk itu, membuat dadanya perlahan naik dan turun seiring usahanya menstabilkan pernapasan.
Xie Lishen memandang sosoknya yang sakit dan lemah, lalu menyeringai sinis.
“Tapi itu tidak penting lagi. Setelah kau mati, aku punya segala cara untuk membuatnya datang padaku dengan patuh.”
Untuk pertama kalinya, ekspresi Xie Qingcheng berubah karena kata-kata itu. Ia mendongak tiba-tiba, mata peach blossom-nya masih basah dan memerah karena batuk yang baru saja menyerangnya.
“Apa yang ingin kau lakukan padanya?”
“Kuperingatkan kau, Xie Lishen, jangan pernah berpikir untuk menjadikannya mesin pembunuh seperti yang lain!”
Karena pengalaman masa lalu dengan Li Yun, Xie Qingcheng bisa langsung membaca keinginan Anthony dari ekspresinya.
“Kau pikir dia masih akan menjadi Xie Xue yang sama jika kau ubah menjadi pembunuh brutal?”
Anthony menyipitkan matanya.
“Kenapa tidak? Aku bisa menyisakan sebagian pikirannya dan menghapus bagian yang tidak aku inginkan—dan membuatnya patuh pada gege-nya.”
“Dia itu manusia, makhluk hidup!”
Pada saat itulah, akhirnya Xie Qingcheng menunjukkan kemarahannya.
“Xie Lishen, dia itu manusia hidup! Pikiran macam apa yang ingin kau hilangkan? Dan kenapa kau ingin dia mendengarkan omong kosongmu?”
Sejak awal pertemuan mereka, Xie Qingcheng sudah menahan emosinya. Tapi saat amarahnya memuncak, wajah pucatnya akhirnya menunjukkan kehidupan.
Anthony memandangi wajahnya, mendadak terdiam dan terkesima.
Xie Qingcheng menggertakkan giginya.
“Sadarlah, Xie Lishen! Setelah semua hal busuk yang sudah kau lakukan dan semua nyawa yang kau renggut, apa itu belum cukup membuatmu merasa bersalah? Kau masih saja memikirkan soal mesin pembunuh? Apa kau tak bisa melihat Duan Wen, Li Yun, dan Ava milik Zoya? Mereka itu android palsu sepenuhnya! Tapi kau—kau punya seorang adik yang masih hidup, dan kau malah ingin mengubahnya jadi seperti itu? Apa kau gila? Kau makin larut dalam organisasi terkutuk itu!”
Tubuh Anthony bergetar sedikit.
Ia menatap mata Xie Qingcheng...
Mata peach blossom yang kemerahan dan berair itu.
Tiba-tiba, wajah Xie Xue terbayang jelas di hadapannya.
Itu adalah saat terakhir Xie Xue—yang selama ini ceria—menangis di depannya. Itu terjadi setelah kecelakaan yang menimpa orang tua Xie Qingcheng. Saat itu, Anthony benar-benar kembali ke rumah keluarga Xie sebanyak dua kali ketika Xie Qingcheng tidak ada.
Kedatangannya yang kedua adalah untuk mencuri uang dan barang-barang.
Tapi yang pertama kali...
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Pertama kali itu, entah kenapa, ia hanya ingin kembali dan melihat-lihat.
Ia masuk ke dalam, dan hari itu rumah benar-benar kosong. Ia duduk sebentar di rumah yang sunyi, memandang ke dinding tempat ia dulu pernah menggantung foto dirinya bersama keluarga. Foto itu telah dilepas, hanya menyisakan beberapa bekas yang tak bisa dihilangkan.
Ia mengangkat tangannya dan menyentuh bekas-bekas itu dengan senyum yang terpelintir—entah menyindir, entah apa—lalu beranjak pergi, membelok di sudut gang. Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil memanggil...
“Gege!”
Ia terkejut dan segera menoleh, mendapati Xie Xue sedang mengendarai sepeda roda tiga kecil.
Xie Xue sendirian.
Saat itu, Xie Xue masih terlalu kecil untuk mengerti banyak hal. Ketika melihat Xie Lishen—yang sudah lama tak ditemuinya—dia mengira gege-nya telah pulang. Maka ia mengayuh sepeda kecilnya, berusaha sekuat tenaga mendekat, lalu mendongak dan berkata, “Gege, kau pulang, ya?”
“...”
Ia berdiri membeku. Entah kenapa, rasa takut tiba-tiba menyergap.
Seolah bukan hanya Xie Xue yang menanyainya. Ia merasa seolah melihat bayangan mendiang paman dan bibinya berdiri di belakang gadis kecil itu, memandangnya dengan wajah sedih dan berkata, “Li Shen, kau pulang, ya?”
Ia kehilangan napas sejenak, lalu berbalik dan lari keluar.
Xie Xue tertegun. Gadis kecil itu tak mengerti betapa rumit dan berbelit perasaan orang dewasa. Ia hanya tahu bahwa Xie Lishen melihatnya, lari seperti melihat hantu, dan itu sangat menyakitinya—padahal ia sudah begitu lama tidak bertemu...
Sepeda kecilnya adalah sepeda roda tiga belajar, jadi ia tak bisa melaju cepat, tapi ia tetap mengejarnya dengan kaki kecilnya, sambil menangis dan memanggil:
“Gege! Pulanglah! Pulang...”
“Gege... Gege!!”
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Xie Lishen tiba-tiba terbangun dari lamunannya.
Ia kembali sadar, wajahnya pucat pasi, menatap mata Xie Qingcheng dengan sorot tak percaya.
Mata itu...
Mata itu sangat mirip dengan mata Xie Xue.
Bahkan pada saat itu pun, mata itu masih bisa membuatnya linglung, mengguncangnya, dan memperdengarkan kembali jeritan penuh luka yang seakan datang dari dasar neraka.
Pulanglah...
Xie Lishen, pulanglah...
Suara itu berasal dari pria dan wanita itu... pria dan wanita yang telah tiada... pria dan wanita yang munafik itu... pria...
... yang baik hati itu... dan wanita itu...
Dia begitu iri...
Mengapa pria dan wanita itu bukan orang tuanya?
Inilah hatinya yang sesungguhnya! Inilah isi hatinya selama ini! Ia selalu mengutuk Xie Ping dan Zhou Muying, mengatakan bahwa hidupnya telah dicuri, tapi satu-satunya orang yang benar-benar ia benci adalah Xie Qingcheng! Kenapa? Mengapa bukan orang tua itu yang menjadi miliknya? Mengapa ia tidak bisa memilikinya, dan malah mendapat ayah pecandu judi serta ibu yang jalang?
Kenapa?
Kenapa?!
“Xie Lishen, pulanglah,” kata pria itu.
“Li Shen, mulai hari ini, ini adalah rumahmu,” kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya padanya.
Namun, ia tak berani menyambutnya.
Itu palsu...
Ia begitu yakin dalam hatinya, Itu tidak nyata!
Mereka bahkan bukan orang tua kandungnya. Orang tua kandungnya tidak menginginkannya, mereka memperlakukannya dengan buruk. Pasangan itu hanyalah paman dan bibinya, bagaimana mungkin mereka benar-benar baik padanya? Bagaimana mungkin mereka benar-benar memberinya sebuah rumah? Suatu hari mereka pasti akan mengambil semuanya... suatu hari mereka akan menunjukkan wajah asli mereka, membawa pergi Xie Qingcheng dan meninggalkannya sendirian lagi...
Ya, semua itu palsu... Bohong... Bohong!!!
Gambaran itu retak dan hancur, sosok Xie Ping dan Zhou Muying tersebar ke segala arah, terpantul dalam pecahan-pecahan di lantai, bersama semua siksaan yang ia alami saat kecil.
Tamparan dari ayahnya, hinaan tanpa akhir ketika sedang mabuk, tetangga yang menunjuk-nunjuk padanya, nasi dalam mangkuk yang keras dan kering seperti kristal.
Hanya itulah yang nyata.
Aku tidak punya rumah.
Orang tua Xie Qingcheng tidak mungkin benar-benar bersikap baik padaku. Tapi...
Tapi sampai mereka meninggal pun, Xie Lishen tidak pernah menemukan bukti bahwa mereka pernah memperlakukannya dengan buruk.
Rasanya menyedihkan.
Dua puluh tahun penekanan perasaan, semua adalah salahnya. Jika saja Xie Ping dan Zhou Muying adalah orang tuanya sejak awal, maka semua ini tidak akan terjadi. Seandainya... seandainya tidak ada Xie Qingcheng...
Pecahan-pecahan yang tersebar di lantai seakan bersatu kembali, menentang gaya gravitasi bumi, seolah oleh sihir, membentuk sebuah lukisan yang megah dan utuh, dan Xie Lishen mendongak, menatap karya agung dalam hatinya itu.
Dalam lukisan yang bersinar itu, ia berdiri di antara Xie Ping dan Zhou Muying, menggantikan posisi Xie Qingcheng sebagai putra mereka, menggenggam tangan mereka, dan di samping mereka ada Xie Xue kecil yang tersenyum dengan gigi susunya.
Hati Xie Lishen bergetar begitu hebat hingga ia hampir berlutut di bawah gambaran itu...
Lalu...
Tiba-tiba, suara kecerdasan buatan yang terdengar di headphone-nya meningkat tajam.
Anthony kembali ke dunia nyata: tidak ada gambar seperti itu.
Di hadapannya, hanya ada Xie Qingcheng, menatapnya dengan tenang melalui sepasang mata berbentuk bunga persik yang sangat ia dambakan sekaligus benci dengan begitu hebat.
“...” Anthony menyadari tatapan itu, membuatnya gemetar, membenci dengan sepenuh hati...! Inilah kenyataan... Ini adalah kenyataan!
Ini adalah mimpi buruknya, kelemahannya—satu-satunya hal yang tidak bisa dengan mudah ia atasi.
Dia dan dia, seperti dirinya dan mata itu, begitu mirip namun begitu berbeda! ...Aku benci itu. Aku sangat membencinya!
Kebencian yang telah ia kumpulkan dalam hatinya selama lebih dari tiga puluh tahun membara seperti api arwah, menari dengan ganas di dadanya. Ia tiba-tiba tampak seperti anak kecil yang pernah dengan tega mendorong Xie Xue ke dalam kolam. Penuh kejahatan, kebencian, dan hasrat untuk melakukan apa pun demi keinginannya.
“Xie Qingcheng,” ucapnya, suaranya sangat lembut, tetapi justru terdengar lebih mengerikan dari sebelumnya.
Karena hasrat gila itu, jari-jarinya sedikit gemetar, dan ia menelan ludah.
Anthony mendekati Xie Qingcheng, menatap langsung ke mata itu.
Xie Qingcheng, yang masih belum mengetahui apa yang akan dilakukan olehnya, membalas tatapan itu tanpa berkedip.
Saat itu, ia masih terlihat sangat tenang—ketenangan yang begitu diinginkan oleh Xie Lishen, yang ia pikir hanya dimiliki oleh seseorang dengan masa kecil yang sempurna. Sebuah ketenangan dan kekuatan yang berasal dari dalam diri.
Xie Lishen semakin merasa tersakiti dan tertusuk oleh ketenangan itu. Wajahnya semakin mendekat ke wajah sepupunya, dan ia bersandar di depan jendela untuk menatap mata berbentuk bunga persik milik Xie Qingcheng—mata yang hampir membuatnya kehilangan akal.
Ya, hal seperti itu tidak seharusnya pernah ada lagi.
Di dunia ini, tidak boleh pernah ada sepasang mata seperti itu lagi.
Sepasang mata yang begitu mirip dengan miliknya, tetapi jauh lebih indah dari yang pernah ia miliki!
Itulah yang dipikirkan Anthony, dan wajah tampannya menunjukkan ekspresi liar saat ia mencengkeram dagu Xie Qingcheng dengan satu tangan, tiba-tiba melumpuhkan pria yang tubuhnya sudah begitu lemah! Tangan satunya bergetar semakin hebat, namun perlahan-lahan terangkat, jarinya semakin mendekati mata Xie Qingcheng...
Xie Qingcheng akhirnya menyadari apa yang ingin ia lakukan.
Tubuhnya menegang, dan wajahnya memucat. Reaksi ini justru membuat Xie Lishen merasakan sedikit kenikmatan. “Kau takut? Akhirnya kau takut juga... Sepupu, kau juga punya saat-saat ketakutan, bukan?”
Namun saat tatapan mereka bertemu kembali beberapa detik kemudian, senyum Xie Lishen menghilang. Karena ia tidak melihat ketakutan di mata Xie Qingcheng. Xie Qingcheng tidak tampak kehilangan darah karena ancaman terhadap tubuhnya.
Justru, bibir pucat pria itu membuka dan menutup melalui dahinya yang berkerut, lalu berkata, “Xie Lishen, jangan biarkan hidupmu hilang lebih jauh dari yang sudah terjadi.”
Dia tidak takut? Dia tidak takut mati?
“Kau telah menghancurkan hidupku,” gumam Xie Lishen penuh kebencian dan dendam. Suaranya bergetar, butir-butir keringat mengalir di wajahnya, matanya berkilat dengan kegembiraan yang mengerikan, tubuhnya gemetar begitu hebat hingga seolah-olah dirinya yang akan disiksa, bukan Xie Qingcheng. “Hidupku dihancurkan olehmu!”
Ia terus mengulanginya dengan suara rendah.
Keringat terus menetes, tatapan mata Xie Lishen semakin tak wajar dan menyimpang.
“Xie Qingcheng, dengarkan aku... Aku melakukan ini... Bukan karena aku iri padamu! Tapi karena sampel darahnya terlalu sedikit... Waktu kita tidak banyak... kau mengerti?” Seakan-akan ia sedang mencari-cari alasan atas tindakan gilanya, benjolan di tenggorokannya naik turun dengan liar saat ia menelan ludah, matanya hampir berputar, napasnya menyapu kulit Xie Qingcheng yang agak dingin. “Kita harus mendapatkan lebih banyak daging dan darahmu untuk analisis praoperasi... Mengerti? Ini harus dilakukan. Ini bukan karena aku takut padamu, bukan karena iri... Bukan!”
Ia berkata, lalu tiba-tiba mendekat ke arah Xie Qingcheng, tangannya terangkat tinggi: dan mengarah ke mata itu...
“…ini yang… yang harus kulakukan…!”
Dengan kejam dan tanpa ampun…!
Ujung jari itu telah menyentuh bulu mata, yang bergetar hebat, namun tidak ada perlawanan.
Sepasang mata itu bagai cermin tembaga, memantulkan sosok Xie Lishen yang bahkan tidak lagi ia kenali.
Xie Qingcheng tetap tenang sampai detik itu.
Ia tidak gelisah, bahkan telah menyerahkan nyawanya sejak lama—tak ada siksaan yang tidak sanggup ia tanggung.
Ia tahu, Xie Lishen tidak akan berhenti.
Jari-jari itu bergetar saat menekan mata Xie Qingcheng, dan pada saat-saat terakhir itu, Xie Qingcheng tiba-tiba mengalihkan pandangannya. Jika ini adalah pandangan terakhirnya terhadap dunia, apa yang ingin ia lihat?
Sepasang mata bening nan indah itu sudah memiliki jawabannya sendiri.
Ia menatap dinding sel, coretan-coretan di sana...
Ia melihat tulisan-tulisan dalam bahasa Inggris, bunga hortensia musim panas yang abadi.
Ia melihat naga api kecil, melihat sosok remaja yang hanya bisa ia lihat sendiri, mengukir gambar itu dengan batu di dinding.
Xie Lishen berteriak marah di telinganya, tetapi ia tidak lagi mendengar, tidak juga peduli. Ia hanya menatap garis-garis sederhana itu, lalu tiba-tiba merasa garis-garis itu hidup. Pola-pola yang digambar dengan batu putih itu tiba-tiba dipenuhi warna-warna paling terang dan paling hidup yang pernah ia lihat. Ia memejamkan mata.
“Aku harus melakukannya, aku harus melakukannya!”
Teriakan memilukan itu seperti kutukan iblis.
Seperti kegilaan…
Dan akhirnya… terdengar suara sesuatu yang robek…
Menggetarkan.
Suara lengket dari daging dan darah yang terpisah, dan rasa sakit yang luar biasa yang mengalir dari rongga matanya menjadi penutup dari percakapan terakhir itu.
Fasia mata robek, benda asing masuk ke dalam, menghancurkan warna-warna terakhir yang masih hidup di retina, jari-jari itu menarik dengan paksa, memutuskan ikatan terakhir antara penglihatannya dan dunia, rasa sakit itu tertancap keras di tengkoraknya, di tulangnya, di hatinya, terkubur di kedalaman dagingnya—dan tercabut keluar!
Daging yang telah membawa cahaya, terlepas dari tulang.
Sepasang mata yang telah melihat semua kebaikan dan keburukan di dunia, akhirnya meninggalkannya.
Daging dan darah telah meninggalkannya.
Sepasang mata yang pernah menatap orang tuanya, gurunya, adik perempuannya, teman-temannya—mata yang pernah menatap He Yu—telah meninggalkannya...
Mata itu, yang telah membawanya pada begitu banyak penderitaan, yang telah melihat hal-hal yang tidak ingin ia lihat, tetap ia syukuri... karena mata itu telah memberinya kesempatan untuk melihat orang-orang itu.
Ia telah melihat cinta dan kebaikan.
Sejak saat itu, ia tak akan pernah melupakan... darah yang perlahan-lahan mengalir di wajahnya...
“…uf... uf…”
Napas cepat Xie Lishen menggema di dalam ruangan.
Xie Qingcheng menggigit bibir bawahnya dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Xie Lishen mengeluarkan erangan mengerikan seperti hewan yang terperangkap, menatap potongan daging berlumur darah di telapak tangannya... lalu melihat mata Xie Qingcheng yang meneteskan air mata darah...
Beberapa saat kemudian, entah karena kebencian atau karena sesuatu yang lain, dengan suara yang sangat aneh, lemah, dan terdistorsi, ia bertanya,
“…Xie Qingcheng... Xie Qingcheng, kau tidak merasa sakit...? Hah? Tidak sakitkah?!”
“Tidak sakit?! Katakan!, menangislah!, memohonlah!, minta ampun padaku!, sialan, berlututlah di hadapanku! Kenapa... kenapa kau tidak takut mati?! Aku membencimu sampai mati! Bajingan!! Katakan itu sakit!!”
Xie Qingcheng terus menggigit bibirnya yang telah berdarah, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Ia tidak memberikan apa yang diinginkan Xie Lishen.
Bahkan di saat itu—ketika matanya telah dicungkil oleh sepupunya sendiri, ketika rasa sakitnya begitu hebat hingga ia tak bisa melihat apa pun lagi—
Ia tetap bertahan.
Mata itu telah berpamitan darinya, tetapi tetap bersikap baik padanya.
Karena, saat darah itu menetes, ia melihat bunga hortensia di dinding...
Bunga hortensia musim panas yang tak berujung, yang dilukis He Yu tiga tahun lalu. Dan pada saat-saat terakhir itu, ia dapat melihat cahaya—bunga itu mekar dengan warna-warni indah yang hanya bisa dilihat olehnya... Biru berpadu seperti seragam polisi kedua orang tuanya saat terkena sinar matahari. Putih yang terang, seperti jubah putih sang guru. Dan merah muda yang lembut, seperti senyuman adik perempuannya yang polos. Dan di sana juga ada warna-warna milik He Yu, dalam segala kemegahannya... saat ia menatapnya dan berkata, “Xie Qingcheng, aku menyukaimu,” dengan mata aprikot yang bersinar dan dipenuhi warna.
Mereka berpamitan padanya dengan manis, di musim panas abadi yang indah itu.
Ternyata, mereka selalu memperhatikan matanya.
Sejak ia masih kecil, si Xiao Xie, hingga kini ketika rambut pelipisnya telah memutih. Karena mereka telah tinggal begitu lama di dalam matanya, tak ada kegelapan yang sempat mengendap—hingga saat ketika matanya terpisah dari daging dan darahnya.
Hanya air jernih dan dalam dari kolam bunga persik yang memantul di wajah-wajah mereka, tersenyum padanya.
Itulah pandangan terakhirnya terhadap dunia: ia melihat semua orang yang dicintainya.
Dan He Yu-lah yang memberinya penghiburan atas rasa sakit itu.
“Qingcheng, kau sangat berani...” Perlahan, warna biru itu memudar.
“Gege, sudah tidak sakit lagi...” Warna merah muda tenggelam ke dalam kolam.
“Xiao Xie, aku tahu kamu tidak akan menyerah.” Warna putih pun kembali ke dasar hatinya.
“Ge...”
Ia tak bisa melihat mereka lagi, namun wajah-wajah itu tetap tinggal dalam hatinya. Hingga akhirnya, ia mendengar He Yu memanggilnya pelan, suaranya sangat lembut.
Pada saat itu, darah mengalir di wajahnya yang tak lagi muda.
Xie Qingcheng seolah melihat He Yu menoleh ke arah jendela dan berkata:
“Lihatlah, bunga hortensia musim panas yang abadi itu... sedang bermekaran.”
Itu adalah sesuatu yang hanya bisa kau lihat.