"Buddy, terima kasih sudah menangkapku... dan maaf aku tidak bisa membawamu bersamaku," Gagak bergumam, memberi mayat itu sebuah hormat ringan. Dia berharap punya waktu untuk memberi perpisahan yang layak, namun bertahan hidup menjadi prioritas utama.
Dengungan itu semakin keras—sesaat keheningannya telah membuatnya rugi. Serangga mutan itu sudah bergerombol mendekatinya lagi.
Dengan gigi terkatup, Gagak memaksakan diri berdiri, tubuhnya terasa lambat dan tidak stabil. Meskipun kebingungan meliputi pikirannya, kehendaknya tetap mendorongnya untuk bergerak terus.
Dengan terhuyung-huyung, dia melancarkan serangan demi serangan, membabat lautan serangga yang datang sambil matanya yang tajam memindai gua untuk mencari jalan keluar. Dia tidak punya pilihan—dia harus keluar dari sini hidup-hidup.
Gagak tidak tahu berapa lama dia telah terjebak di dalam gua gelap itu. Dia telah berjuang melawan lautan serangga mutan tanpa henti, namun dia tidak bisa menemukan sebuah pintu keluar.