Pagi berikutnya, Darius dan teman-temannya mendaki gunung menuju Gerbang Tartarus. Di depan mereka terbentang sebuah gerbang raksasa yang terbuat dari batu hitam, memancarkan aura dingin dan gelap. Di balik gerbang itu, mereka bisa merasakan kehadiran Erebos yang semakin mendekat. Suara desis halus terdengar di udara, seolah-olah makhluk dari kegelapan sedang berbisik.
Nyx melangkah maju, menatap Gerbang Tartarus dengan penuh kewaspadaan. "Begitu kita masuk, kita tidak akan bisa kembali sampai Erebos dihentikan. Apakah kalian semua siap?"
Darius, Selene, Ignis, dan yang lainnya saling menatap dengan penuh keyakinan. Mereka semua mengangguk, mengetahui bahwa mereka tidak punya pilihan lain. Ini adalah pertempuran terakhir, dan mereka harus bersatu untuk menghentikan ancaman ini.
Nyx mengangkat tangannya, melafalkan mantra kuno. Cahaya biru yang lembut menyelimuti mereka, dan perlahan, Gerbang Tartarus terbuka dengan suara gemuruh yang mengerikan. Di balik gerbang, mereka melihat dunia kegelapan—tempat di mana Erebos menunggu.
Mereka melangkah masuk, dan segera, suasana berubah. Dunia di sekitar mereka dipenuhi bayangan dan angin yang berputar kencang. Di kejauhan, mereka bisa melihat siluet raksasa Erebos, berdiri di atas sebuah altar yang megah, tubuhnya terbuat dari kegelapan murni. Matanya yang merah menyala menatap mereka, penuh kebencian dan kekuasaan.
"Selamat datang, pewaris para dewa," suara Erebos menggema di seluruh penjuru. "Kalian datang untuk mati, seperti yang lainnya."
Darius mengangkat tombaknya, merasakan kekuatan Ares bergetar dalam genggamannya. "Kami datang untuk menghentikanmu, Erebos. Ini akan menjadi akhir dari kekuasaanmu."
Erebos tertawa, suara tawanya menggema dengan kekuatan yang membuat tanah di bawah mereka bergetar. "Kalian tidak bisa menghentikan kegelapan. Kegelapan adalah abadi, dan aku adalah penguasa kegelapan."
Nyx melangkah maju, berdiri di samping Darius. "Tidak ada yang abadi, Erebos. Kegelapanmu akan musnah hari ini."
Pertempuran terakhir dimulai.