Bab 1. Friendship System?

Setelah liburan yang menyenangkan namun singkat, siswa siswi SMK Rangka Raya mulai beraktifitas kembali. Karena kakak kelas mereka tidak lagi masuk sekolah setelah UKK dan US, mereka harus mengatasi kerinduan para guru yang disampaikan dengan rangkaian tugas praktek dan tugas teori yang sudah mengantri sejak lama di Whatsapp dan buku tulis masing-masing.

Cuaca yang masih masuk musim hujan juga tidak membantu para murid dengan pekerjaan rumah mereka. Air Conditioner dengan suara hujan deras diluar jendela kelas hanya membuat anak-anak yang baru sampai ke dalam kelas merasa mengantuk.

Sementara itu, di bagian tengah kelas..

"Kenapa jawabanmu C? Bukan D, ya?"

Murid yang memakai hoodie di dalam kelas menunjukkan buku tulisnya dan melingkari nomor 13 dengan jari sebelum melihat ke siswi yang melihat buku tulis itu setengah hati.

"Darimana kamu dapat jawaban itu? Aku dapat dari Qanda kok." Tanya sang siswi lagi.

"Brainly."

PLAK-

Yang lainnya sibuk mengerjakan tugas dari berbagai mata pelajaran lain dan mengabaikan siswi yang memukuli siswa berhoodie dengan buku paket setebal 5 cm.

Siswi itu lanjut memukuli orang yang memberikan jawaban dari Brainly dan mempertanyakan jawaban Qanda yang dia dapatkan dengan membayar koin.

Dia baru berhenti saat pintu kelas dibuka dari luar. Karena dia tidak jauh dari pintu, dia hanya perlu menoleh sedikit dan ekspresi wajahnya segera berubah dari kesal menjadi ramah dengan senyuman. "Queenta, pagi!"

Gadis yang baru memasuki kelas dengan ekspresi jutek melambaikan tangan pada orang yang menyapa dirinya sebelum lanjut berjalan ke kursi di barisan paling belakang dekat jendela. Siswi yang tadi menyapa Queenta menaikkan satu alisnya dan bertanya-tanya kenapa Queenta sudah terlihat badmood di pagi hari seperti ini.

Pintu kelas kembali terbuka, menampakkan laki-laki tampan dengan wajah blasteran barat yang tampaknya juga tidak sedang berada di mood yang bagus.

Para penonton yang melihat ketua kelas mereka memasang ekspresi seperti ingin membunuh orang lain, langsung melirik ke kursi di belakang dekat jendela.

Disana, Queenta yang sudah duduk di kursi miliknya, menyilangkan tangannya dan terlihat memutar mata ke samping sementara ketua kelas mereka, Joshua, mendecakkan lidahnya dan mendekati Queenta.

Joshua mendengus saat dia bersiap untuk duduk di kursi di sebelah Queenta.

Queenta menendang kursi Joshua sebelum dia bisa dudu. Sekejap, para penonton tanpa sadar mengeratkan apapun yang mereka genggam, bahkan siswa berhoodie yang menjatuhkan buku tulisnya saat dipukuli segera memegang lengan siswi tersebut dengan erat, yang langsung dibalas dengan pukulan ke bagian perutnya oleh sang siswi sendiri.

Suasana kelas yang awalnya gaduh segera berubah menjadi keheningan saat duo idola sekolah itu melihat satu sama lain dengan tatapan tajam.

Hubungan antara Queenta dan Joshua tidak baik. Ketidaksukaan mereka satu sama lain adalah sesuatu yang diketahui semua orang di SMK Rangka Raya ini. Tahun lalu, mereka berdua baru saja memasuki tahun pertama sekolah menengah atas dan sama-sama berpenampilan menarik dan dari latar belakang yang lumayan.

Jika mereka hanya berdiri diam, mereka dapat dengan mudah menarik perhatian mata-mata yang lewat.

Mereka juga kebetulan ditempatkan di kelas yang sama. Bagi para gadis bahkan para guru yang hampir setiap hari melihat dua visual memanjakan mata ini, mau tidak mau mereka bergosip tentang siapa yang lebih baik di antara keduanya di sekolah.

Selama latihan ketangkasan saat ada haru kesaktian pancasila, mereka mampu setara dengan instruktur dari TNI yang ketat ketika melakukan chin-up dan mereka bahkan mewakili sekolah dan memenangkan kompetisi latihan militer campuran sekolah menengah tingkat Kabupaten.

Prestasi mereka merebut hati baik siswa laki-laki maupun perempuan, dan reputasi mereka akhirnya menyebar ke seluruh sekolah sehingga banyak senior yang mencari alasan untuk mendekat dan mengenal keduanya dengan lebih baik, membangun hubungan baik karena keduanya merupakan anak emas sekolah.

Karena mereka berdua setara dan sangat berprestasi bagi sekolah, kepala sekolah menyuruh para guru untuk membiarkan keduanya jika ingin membolos atau membuat masalah, dalam kurung, selalu bertengkar dengan satu sama lain dan membuat kegaduhan.

Hanya dari sini saja, keduanya seharusnya bisa menjadi teman yang baik. Pada awalnya memang demikian. Saat kedua remaja ini bertemu, seolah-olah mereka akhirnya bisa bertemu lawan caturnya dan merasakan rasa persahabatan.

Namun, setelah cukup mengenal satu sama lain, mereka menyadari bahwa ada banyak kesamaan di antara mereka. Meski kedengarannya bagus, hal ini sebenarnya lebih bermasalah.

Kirana yang telah bersama Queenta sejak SMP sudah lama memikirkan ungkapan yang bisa menggambarkan hubungan antara Queenta dan Joshua. Ini sebenarnya bisa dianggap sebagai perumpamaan sederhana, 'Manusia bergaul satu sama lain seperti potongan puzzle'. Setiap orang mempunyai bentuk puzzle masing-masing, tetapi jika terdapat dua potongan puzzle sama persis maka keduanya tidak dapat disatukan.

Kirana merasa keduanya terlalu mirip sehingga menyebabkan ketidak cocokan. Ketika mereka menghadapi orang lain bersama-sama tidak menyebabkan masalah, tetapi saat mereka menghadapi satu sama lain, daya saing mereka akan meningkat dan mereka akan bersaing dalam hampir segala hal. Karena kepribadian mereka sangat mirip, tidak mengherankan jika mereka juga menyukai hal yang sama. Mereka akan beradu karena baju yang sama, karakter permainan yang sama, dan bahkan karena menu di cafetaria yang sama-sama mereka sukai.

Biasanya dia mendengar kata-kata 'jangan benci-benci sekali sama orang, nanti jadi cinta'. Kirana bahkan tidak bisa membayangkan Queenta dan Joshua dengan skenario Enemies to Lovers tersebut.

Keduanya terlihat seperti akan tetap bermusuhan sampai memiliki cucu.

Dengan banyak kesamaan mereka termasuk kecondongan pada literasi, mereka mengira mereka akan bisa bernapas lega dengan tidak melihat satu sama lain dalam waktu yang cukup lama karena mereka mengikuti ekstra kulikuler yang berbeda.

Joshua memilih OSIS dan Basket sementara Queenta memilih Voli dan Fotografi.

Dengan begitu, tidak akan ada percikan api yang beterbangan hampir setiap hari. Tapi mungkin karena takdir atau mungkin karena sekolah terlalu menyayangi mereka, mereka terus mengikat keduanya bersama. Kelas yang sama, bahkan satu meja. Sekolah sudah beberapa kali melakukan undi undi untuk menentukan rolling kelas karena jurusan perkantoran sendiri terdapat tiga kelas dengan masing-masing kelas ada sekitar 50 anak.

Tiga kali undian, Queenta dan Joshua selalu berakhir di kelas yang sama. Bahkan saat undian nomor meja, keduanya juga dipersatukan. Jodoh kali ya, batin para guru.

Pada hari pertama di minggu kedua masuk sekolah, sekolah tidak memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk beradaptasi kembali ketika bel yang menandakan gerbang sekolah sudah ditutup berbunyi. Joshua yang masih kesal dengan Queenta, bangun dari kursinya dan berbicara dengan suara jelas dan lantang.

"Ayo semuanya keluar. Kita ada upacara."

Kirana dan yang lainnya menutup buku mereka dengan ekspresi kusut. Pekerjaan rumah mereka masih belum selesai semua, dan karena minggu lalu tidak ada upacara karena hari libur nasional, sudah pasti Kepala Sekolah akan berpidato selama setengah jam lebih.

SMK Rangka Raya adalah SMK ter-favorit yang hampir sebagian besar lulusan dapat bekerja di luar negeri. Dengan banyak kerja sama dari Universitas di Australia, tentu saja fasilitas disini jangan diragukan. Lapangan indoor yang sangat mulus seperti baru, selalu dipertahankan setiap bulan soal estetikanya.

Sambil melihat anak-anak Multimedia baru keluar dari ruang kelasnya, Queenta memasang ekspresi jutek saat dia berbaris di sebelah Joshua.

Barisan upacara selalu dibagi dua memanjang per kelas dengan siswi di kiri dan siswa di kanan. Setiap minggu akan rolling, dimana minggu lalu seharusnya yang pendek di depan, sekarang kebalikannya.

Perempuan di kelas XI OTKP 2 hampir paling banyak adalah atlit yang masuk ke SMK ini dengan jalur beasiswa, jadi tidak heran jika Queenta berbaris di belakang karena tingginya hanya 153 cm. Sementara barisan laki-laki di sebelahnya di akhiri Joshua.

Bukan. Bukan karena Joshua adalah yang paling pendek seperti Queenta, justru dia masuk jejeran paling tinggi di kelas, hanya saja dia adalah ketua kelas dan anggota OSIS, jadi dia harus mengawasi kelasnya dari belakang.

"..."

"..."

Joshua memperbaiki posisi topi sambil mengirimkan jari tengah ke Queenta yang sejak tadi menatapnya tatapan tidak suka yang sangat kentara di wajah cantiknya. Queenta harus menahan tangannya dan kakinya untuk tidak melayangkan pukulan atau tendangan ke ketua kelas di sebelahnya.

"Tumben jinak." Joshua menyeringai dan saat itu juga tali kewarasan Queenta putus.

Walau dia adalah siswi yang paling pendek di kelas, tenaganya tidak main-main. Karena tuhan memberinya tubuh yang pendek sebanyak apapun dia berolahraga, tuhan menghadiahkan tenaga pria dewasa sebagai ganti tingginya. Dengan ekskul Voli yang dia ikuti, hanya membuatnya semakin lihai dengan tangannya.

Joshua sendiri orang yang atletik dan dia unggul di tinggi, jadi dia bisa dengan mudah menghindari pukulan yang dilayangkan oleh Queenta. Walau di beberapa momen dia nyaris kena karena kurang cepat, Joshua menutupi kekurangannya dengan ekspresi santai jadi Queenta tidak menyadarinya.

Perempuan itu benar-benar tidak main-main dengan tenaganya, batin Joshua yang menyadari pukulan Queenta benar-benar dimaksudkan untuk melukainya.

"Dasar kau sialan."

Semakin banyak pukulan meleset, Queenta mulai menggunakan kakinya untuk mencoba menginjak kaki Joshua, membuat keduanya ribut sendiri. Joshua justru menikmati pemandangan ini. Queenta mencoba meraih dan memukul orang yang lebih tinggi satu penggaris darinya sambil mencoba menghancurkan kaki lawannya dengan sepatu pantofel yang dia kenakan.

Mereka bahkan sudah hampir meninggalkan barisan jika Joshua tidak membalas dan membuat Queenta mundur. Mereka terus ajak-ajakan, tidak memperdulikan tatapan guru-guru yang berbaris di belakang dengan posisi istirahat.

"....."

Terserahlah. Mereka lelah mengingatkan keduanya. Bahkan Bu Citra, wali kelas mereka yang juga menjabat sebagai guru matematika kelas X, memalingkan wajahnya ke arah lain saat jejeran guru disebelahnya dengan terang-terangan menoleh padanya.

Jangan lihat aku. Mereka bukan anak-anakku.

Kepala sekolah berdiri di podium sambil berceloteh penuh semangat, mengirimkan kata-kata motivasi dan menyemprotkan air liurnya ke mana-mana sementara siswa di bawah mendengarkan sampai mereka menguap. Kepala Sekolah botak mereka, Mr Treece, menyadari pertengkaran Queenta dan Joshua.

Dia melihat sekilas dan bisa merasakan tatapan intens para guru, dengan mulus Mr Treece menutup matanya, berpura-pura tidak mengetahi keributan Queenta dan Joshua selagi lanjut memberikan pidato penyemangat andalannya.

Para guru yang melihatnya diam-diam mendengus dalam hati : Setidaknya jangan pura-pura tidak lihat!

Queenta yang merasa dia dipermainkan, berhenti, kembali posisinya, lalu mengerutkan alisnya. Suasana hatinya sama seperti cuaca di luar; badai petir disertai hujan lebat. Itu sangat tidak menyenangkan. Joshua menyeringai puas saat dia merasa menang untuk kali ini. Sebelum Joshua bisa memprovokasi Queenta lagi, suara mekanis aneh terdengar di dalam kepalanya.

``Pengikatan oleh sistem selesai. Joshua, 17 tahun.``

Kemunculan suara yang tiba-tiba itu mengejutkan sekaligus membuat Joshua takut. Begitu dia sadar kembali, dia bahkan curiga itu mungkin halusinasi. Namun, dia segera memastikan bahwa dalam pikirannya ada sesuatu yang disebut Sistem Persahabatan.

Apa ini? Apakah ini akan membantunya bersahabat dengan seseorang?

Joshua segera memikirkan segala kemungkinan sebelum tubuhnya menegang saat mendengar suara dari sebelahnya.

"Apasih ini? Apa aku kebanyakan main game?"

Wajah Joshua berubah menjadi ekspresi shock berat seakan dia baru mendengar kabar semut bisa terbang, suatu hal yang mustahil dibayangkan.

Saat itu juga suara mekanik yang memperkenalkan dirinya sebagai Sistem Persahabatan, menyatukan kedua pikiran keduanya agar dia bisa berbicara langsung kepada keduanya.

``Selamat datang ke Program Persahabatan! Dimana jaminan pertemanan yang kami tangani lakukan sampai ajal menjemput adalah 1000%. Tidak, bahkan sampai ajal menjemput persahabatan akan tetap terjalin!``

"..."

"..."

``Persahabatan adalah hal terindah setelah cinta sejati. Tapi aku khusus menangani potensi persahabatan sehidup semati. Setelah mengikuti pelatihan satu abad, aku akhirnya bisa terjun ke lapangan. Kalian harus bangga memiliki juara 10 seperti diriku, Nomor 204!``

``Hohoho, tidak perlu merasa berterima kasih.``

Untuk pertama kali setelah sekian lamanya, Joshua dan Queenta memasang ekspresi sama. Kerutan dalam di dahi mereka tidak mengurangi efek visual mereka yang memanjakan mata.

"Apa dia gila?"

"Gila."

Mereka berdua tahu jelas bahwa mereka sangat tidak cocok dipasangkan bersama, apapun akan berakhir berantakan atau berakhir dengan adu tonjok seperti biasanya. Baik Joshua atau Queenta tidak mencoba memperbaiki hubungan rival atau permusuhan mereka, mereka nyaman memiliki rival/musuh yang harus disingkirkan atau diungguli. Itulah yang membuat hidup mereka lebih menarik.

``Eits, jangan kasar.``

``Kalian memiliki potensi yang besar untuk menjadi sahabat sejati.``

"Apa? aku dengan orang ini?" Joshua dengan ekspresi tidak percaya menunjuk Queenta yang berdiri di sebelahnya.

Queenta yang ditunjuk dengan ekspresi seperti itu juga memperlihatkan ketidaksetujuannya. "Ew."

Kalimat bahwa mereka memiliki potensi menjadi sahabat sejati tentu pernah terbesit di kepala mereka saat pertama kali mengenal satu sama lain. Sayangnya mereka sadar bahwa itu terdengar mustahil. Queenta tidak menyukai Joshua yang unggul di Matematika dan Joshua tidak menyukai Queenta yang unggul di Sejarah.

Bahkan saat mereka menemukan ketidaksamaan mereka, bukan rasa saling membutuhkan untuk memperbaiki nilai di mapel unggulan masing-masing, justru yang terasa hanyalah rasa iri.

``Apa maksud kalian? Kalian sangat berpotensi menjaid sahabat sejati untuk selamanya!``

Queenta yang tidak suka ke-keras kepalaan Sistem segera mengungkapkan kebencian dan perlawanan yang mendalam. Namun, seolah-olah sistem bodoh itu tidak mendengar keluhannya, sistem itu terus berceloteh di benak merka berdua hingga Queenta memiliki keinginan untuk menghajarnya. Satu-satunya masalah adalah sistem tersebut tidak memiliki tubuh fisik dan suaranya hanya bergema di pikirannya.

Akhirnya, ketika Queenta tidak sanggup lagi menanggungnya, dia berteriak. "Aku tidak berbicara tentang masalah berteman, tetapi mengapa harus dia?!"

Joshua menonton perdebatan keduanya. Walau dia terlihat pasif dan memasang ekspresi datar, dia diam-diam menyemangati Queenta. Dia juga tidak mau terjebak menjadi sahabat sejati selamanya dengan Queenta. Membayangkannya saja dia sudah merinding.

Namun sistem merespons dengan serius. ``Berdasarkan hasil tes, kalian berdua mungkin bukan teman atau sahabat tetapi kalian memiliki potensi untuk menjalin hubungan abadi. Sebagai sistem baru, jika aku ingin cepat-cepat naik pangkat, aku harus memulai dengan target sederhana terlebih dahulu sebelum secara bertahap meningkatkan tingkat kesulitannya.``

Kami target sederhana?

Joshua yang mendengar omong kosong dari Sistem merasa kesal.  "Kalau begitu kamu sangat beruntung. Saat kamu baru memulai, kamu memilih mode sulit. Bersiaplah untuk melaporkan kegagalanmu kembali ke kantor."

Sistem terdiam beberapa saat. Ia kemudian bersikeras bahwa dia benar. ``Ini berdasarkan hasil tes dan data pusat. Itu tidak mungkin salah.``

Keduanya mendengus dingin. Sementara itu orang-orang yang berada di sekitar mereka berpura-pura tuli, bahkan para guru yang ada di dekat mereka. Walau pembicaraan dua idola itu selalu menarik untuk digosipkan, saat mendengar keduanya setuju akan sesuatu yang tidak satu pun mereka mengerti, tanpa sadar hanya ada rasa takut di hati mereka.

Saat duo mematikan itu dipihak yang sama hanyalah saat mereka menghadapi musuh yang sama. Pertanyaannya, orang gila mana yang berani menyinggung kedua orang yang adalah bom berjalan itu?

Sistem yang merasa Queenta dan Joshua sudah lebih tenang segera memberikan mereka sesuatu sebagai hadiah perkenalan.

``Skenario pertama akan segera dijalankan.``

Queenta dan Joshua dengan reflek melihat satu sama lain. Skenario apa?

Sebelum salah satu dari mereka bisa menanyakan Sistem, teman-teman mereka menghilang. Semua orang menghilang dari lapangan indoor. Sekarang hanya tersisa mereka berdua di lapangan yang sangat luas ini.

"Apa-apaan ini?"

SMK Rangka Raya kosong tanpa terlihat satu pun pintu kelas terbuka. Hujan sudah berhenti namun awan gelap masih menutupi matahari sehingga membuat suasana sedikit mencekam, terlebih di lapangan sebesar ini hanya tinggal mereka berdua.

Joshua melihat ke jam tangannya dan menemukan bahwa jarum jamnya tidak ada yang bergerak. "Waktu berhenti?" Saat Queenta mendengar hal yang tidak masuk akal, dia segera mengeluarkan handphone dari sakunya.

AAAUGHHHHHHH!!

Suara teriakan wanita terdengar dari segala penjuru arah mengejutkan keduanya. Queenta menangkap handphone yang sempat lepas dari genggamannya sebelum melihat ke kanan kiri dengan waspada. Joshua merasakan hawa tidak mengenakkan dari segala penjuru sekolah, terutama dari ruang guru. Dia bahkan sekilas melihat bayangan-bayangan hitam lari di lantai tiga.

``Ini adalah sekolah kalian di dunia lain.``

Sistem membuat sebuah layar mengambang yang biasa keduanya lihat di game agar Sistem bisa memberitahu keduanya apa yang harus dikirimkan tanpa harus berbicara.

[<The Graduation>

Level kesulitan : Easy

Deskripsi : Kakak kelas kalian tiga tahun yang lalu meninggal tepat semalam sebelum dia bisa diwisuda. Sebagai adik kelas yang baik, bukankah kalian akan membantu dia merasakan bagaimana rasanya wisuda?

Objektif :

1. Satukan semua bagian tubuhnya

2. Wisudakan dia

Kegagalan : Tidak bisa kembali ke dunia nyata]

``Easy kan?``

Keduanya menganga saat membaca objektifnya dari skenario yang diberikan oleh Sistem Persahabatan Nomor 204.

Mereka harus menyatukan tubuh seseorang??