Sekarang rasa ngeri dan bersalah karena kemarin menyuruhnya untuk membuang pengaturan indah ini sudah hilang, aku tak bisa menahan tawa ketika aku duduk di kursi yang dia tarik untukku.
"Oh, maafkan aku," Aku menoleh ke arahnya setelah tawa terlepas dari bibirku. "Aku gagal menahan kegembiraanku."
Dia mencubit pipiku sebelum menghilang ke suatu tempat dan kembali dengan troli yang membawa makan malam kami. Jadi, tidak hanya dia yang menyiapkan semua ini, tapi Penguasa Iblis-ku juga yang melayani makan malam. Sesungguhnya, hanya kami berdua di pojok kecil dunia ini.
Aku menontonnya memotong daging yang masih mendesis di atas batu panas dan harus menahan diri untuk tidak menghela napas. "Kamu terlihat sangat tampan," kataku, menopang pipi dengan tanganku dan mencaci fakta bahwa aku tidak punya perangkat untuk mengabadikan pemandangan ini.
Dia menoleh kepadaku dan tersenyum dengan mata perak yang melengkung. "Dan kamu cantik seperti biasanya."