Aerlev

Tercemar ke dalam sebuah novel bukanlah hal yang buruk—kamu tahu ceritanya, kamu punya kuasa pengetahuan masa depan di tanganmu, kamu tahu semua kunci tersembunyi. Kamu mungkin bisa berakhir sebagai makhluk yang paling kuat dan maha tahu di dunia itu.
Itu kalau kamu tidak terbangun saat epilog.
Dan nyatanya aku menemukan diriku dalam tubuh seorang pendeta yang telah jatuh di akhir novel, seorang pahlawan tragis yang sirkuit mana-nya rusak dalam perang terakhir, dikucilkan, tenggelam dalam utang, dan ditakdirkan untuk mati tidak lama setelah itu.
Untungnya, aku tahu obatnya.
Sayangnya, obat itu ada di tangan salah satu Para Penguasa Iblis—kamu tahu, ras yang baru saja berperang dengan kerajaanku itu.
Apakah dia akan memberiku obat itu jika aku meminta dengan sopan? Tidak ada salahnya untuk mencoba, kan? Toh aku akan mati jika tidak mendapatkan obat itu.
“Boleh, tapi kamu harus menjadi pengantin wanita sebagai harganya,” kata Sang Penguasa Iblis.
...hah? Tuan, kamu tahu aku (secara teknis) seorang pendeta, kan?

Pengantin Sang Penguasa Iblis (BL)

Tsalinade pada dasarnya sudah menjadi tangan dan kaki saya sekarang, jadi memintanya membuat gulungan teleportasi untuk kami, termasuk Jade dan Ignis, menjadi mudah. Untuk memastikan gulungan tersebut berkualitas baik, saya memberinya setetes Amrita.


Saat elixir itu memasuki sistem tubuhnya dan mulai bekerja memperbaikinya, dia menjadi demam dan hampir delirium—yang saya kira adalah kesan pertama saya ketika mendapatkan Amrita beberapa kali pertama juga. Hanya saja lebih buruk.


Tidak seperti saya, kondisi Tsalinade tidak mengancam nyawa, jadi proses penyembuhannya tidak terlalu ekstrem. Dia tidak sampai pingsan, dan Fatia merawatnya sementara kami yang lain menyiapkan makanan untuk makan siang kami.


Ada segala macam cara untuk menanamkan rasa takut