Aerlev

Tercemar ke dalam sebuah novel bukanlah hal yang buruk—kamu tahu ceritanya, kamu punya kuasa pengetahuan masa depan di tanganmu, kamu tahu semua kunci tersembunyi. Kamu mungkin bisa berakhir sebagai makhluk yang paling kuat dan maha tahu di dunia itu.
Itu kalau kamu tidak terbangun saat epilog.
Dan nyatanya aku menemukan diriku dalam tubuh seorang pendeta yang telah jatuh di akhir novel, seorang pahlawan tragis yang sirkuit mana-nya rusak dalam perang terakhir, dikucilkan, tenggelam dalam utang, dan ditakdirkan untuk mati tidak lama setelah itu.
Untungnya, aku tahu obatnya.
Sayangnya, obat itu ada di tangan salah satu Para Penguasa Iblis—kamu tahu, ras yang baru saja berperang dengan kerajaanku itu.
Apakah dia akan memberiku obat itu jika aku meminta dengan sopan? Tidak ada salahnya untuk mencoba, kan? Toh aku akan mati jika tidak mendapatkan obat itu.
“Boleh, tapi kamu harus menjadi pengantin wanita sebagai harganya,” kata Sang Penguasa Iblis.
...hah? Tuan, kamu tahu aku (secara teknis) seorang pendeta, kan?

Pengantin Sang Penguasa Iblis (BL)

Ada alasan mengapa makhluk cerdas mulai menggunakan alat.


Alat bermanfaat sebagai perpanjangan dari kekuatan alami manusia. Dalam banyak kasus, mereka dapat memperkuat kekuatan manusia, dan membuat manusia mampu melakukan lebih banyak hal.


Dan itulah mengapa aku menggunakan Alveitya sekarang, bukan hanya membersihkan tanah dengan tubuhku sebagai media. Pertama, aku menemukan bahwa menggunakan mode tombak Alveitya memusatkan penyerapan ke satu titik; ujung tombak. Sama seperti yang diajarkan Amarein kepadaku, ini lebih aman, dan aku bisa mengontrol jumlah yang masuk ke tubuhku dengan lebih baik.


Benar; seperti minum menggunakan sedotan -- betapapun itu terdengar konyol.


Belajar dari kesalahan masa lalu adalah kebajikan makhluk intelektual