Aerlev

Tercemar ke dalam sebuah novel bukanlah hal yang buruk—kamu tahu ceritanya, kamu punya kuasa pengetahuan masa depan di tanganmu, kamu tahu semua kunci tersembunyi. Kamu mungkin bisa berakhir sebagai makhluk yang paling kuat dan maha tahu di dunia itu.
Itu kalau kamu tidak terbangun saat epilog.
Dan nyatanya aku menemukan diriku dalam tubuh seorang pendeta yang telah jatuh di akhir novel, seorang pahlawan tragis yang sirkuit mana-nya rusak dalam perang terakhir, dikucilkan, tenggelam dalam utang, dan ditakdirkan untuk mati tidak lama setelah itu.
Untungnya, aku tahu obatnya.
Sayangnya, obat itu ada di tangan salah satu Para Penguasa Iblis—kamu tahu, ras yang baru saja berperang dengan kerajaanku itu.
Apakah dia akan memberiku obat itu jika aku meminta dengan sopan? Tidak ada salahnya untuk mencoba, kan? Toh aku akan mati jika tidak mendapatkan obat itu.
“Boleh, tapi kamu harus menjadi pengantin wanita sebagai harganya,” kata Sang Penguasa Iblis.
...hah? Tuan, kamu tahu aku (secara teknis) seorang pendeta, kan?

Pengantin Sang Penguasa Iblis (BL)

Natha memang mengatakan tidak apa-apa, tapi aku masih merasa bersalah atas semua tangisan dan perubahan suasana hati, terutama kepada para pelayan.


Itu tidak terjadi setiap hari, tapi mereka juga tidak mungkin memanggil Natha setiap kali aku mengalami perubahan suasana hati untuk menenangkan aku. Ketika Natha tidak tersedia, mereka harus menghadapi perubahan suasana hatiku dan tuntutan yang tidak masuk akal sendirian, karena aku tidak akan tenang sampai permintaan itu terpenuhi atau Natha datang untuk mengangkatku ke pelukannya dan menenangkanku.


Ketika aku berada di ruang itu, bahkan para pengikut dan anak-anakku pun tidak bisa berbuat apa-apa.


Itu sebabnya aku merasa sangat buruk kepada para pelayan, terutama Mara dan Panne yang berada di garis depan serangan hormonalku.


sebuah rumah adalah rumah karena diisi dengan orang-orang yang mencintaimu tanpa syarat