"Wah, haha, ini terasa sangat bodoh! Karena aku masih belum memiliki tujuan pasti." Gumam Efialtis terus menerus mempertanyakan tujuan hidup kepada dirinya sendiri.
Mereka kini sedang di tengah perjalanan menuju ke barat daya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Efialtis.
Nessie kemudian mendekati Efialtis lalu menepuk pundaknya sembari memanggil 'nama' sebelumnya dengan perasaan tak enak. "Umm... Lloyd!"
"Sekarang namaku 'Efialtis', Nessie." Dengan suara lembut dan mengelus kepala Nessie. Efialtis memberitahukan 'nama'-nya sekarang.
Nessie yang merasa kemudian menanyakan seluruh rasa penasarannya sekaligus. "Baik, Suami ku, aku hanya ingin bertanya hal sepele kok. Kenapa kau mengganti namamu? Kenapa juga tubuhmu menjadi begitu besar? Dan rambutmu menjadi hitam pekat begitu? Bukannya sebelumnya merah?"
Lanjut Nessie bertanya. "Dan kenapa kau terus tersenyum sambil bergumam hal aneh? Dan sekarang lihat Shisyl! Dia seperti orang linglung sekarang! Dan terakhir kau sensasi ketika aku berada di dekatmu menjadi lebih mengerikan dari sebelumnya! Apa kau sekarang membenci ku?!"
Rentetan pertanyaan dari Nessie, sontak membuat Efialtis ekspresi sangat terkejut sekaligus menahan tawa saat melihat Nessie yang sudah seperti seorang ibu.
Efialtis membalikkan badannya kemudian mencubit pipi Nessie karena merasa gemas dengan tingkahnya yang cerewet.
"Astaga~, Nessie, kamu jadi cerewet sekali ya? Tapi aku senang karena itu menunjukkan kalau kamu itu benar-benar mencintai ku." Kata Efialtis menggoda Nessie.
Merasa kesal karena diperlakukan layaknya anak kecil, Nessie kembali bertanya. "Dan apakah kau tidak memiliki perasaan yang sama denganku?"
Perkataan Nessie membuat Efialtis kembali terkejut dan segera membantahnya dengan suara yang panik. "Itu tidak benar! Aku mencintaimu kok, meski belum terlalu tapi aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku!"
Melihat reaksi Efialtis membuat Nessie tertawa dan memukul kepala Efialtis dengan perlahan. "Kena kau~ sekarang kamu jawab saja pertanyaanku dasar payah."
Efialtis yang baru sadar di permainkan oleh Nessie merasa malu hingga membuat mukanya memerah dan membuat semua orang tertawa kecil melihat hubungan Efialtis dan nessie yang semakin erat.
"Hahaha, Meski kau sangat kuat tapi kau hanyalah pria normal yang baru merasakan cinta." Kata Steky mengejek Efialtis.
Efialtis tak bisa membantah nya, ia akhirnya mengalihkan pembicaraannya. "Baiklah aku akan menjawab pertanyaan mu jadi dengar baik-baik."
Sembari terus berjalan, Efialtis menjawab seluruh pertanyaan Nessie tanpa sedikitpun menutupinya. Mulai dari kenapa ia merubah namanya hingga sensasi yang dirasakan Nessie. Ia juga menceritakan pengalaman pribadinya di kurung selama seratus tahun oleh Zornyx.
"Ahhh, aku paham! jadi secara tidak langsung kau itu tidak pernah ada ya, dan memaksamu membuat indentitasmu sendiri." Kata Nessie terlihat berpikir.
Tak lama kemudian Jeanne bertanya. "Kalau begitu Efialtis, kenapa kamu memilih nama Efialtis sebagai pengganti nama lama mu? Dan apakah pikiranmu masih baik-baik saja setelah bertemu Zornyx."
Menghela nafas panjang, Efialtis dengan suara tidak yakin menjawab pertanyaan Jeanne.
"Nama Efialtis entah darimana aku mengetahuinya tapi itu berarti 'mimpi buruk' dan tentang pikiranku, aku tidak yakin, mungkin juga aku telah gila tapi berusaha menutupinya."
Itterom dan Vyzus ikut bertanya pada Efialtis tentang kekuatan dan perubahan tubuhnya.
"Aku penasaran dengan kekuatan yang baru kamu temukan itu, bisakah kau menunjukkannya padaku?" Tanya Itterom merasa penasaran.
Vyzus juga ikut bertanya. "Bisakah kamu jelaskan padaku kenapa tubuh mu seperti mengalami mutasi?"
Efialtis nampak tak nyaman saat keduanya bertanya hal tersebut. Namun, dengan berat hati ia tetap menjawabnya untuk menghormati mereka.
Efialtis kemudian memegang kepala Itterom lalu memberikan ilusi yang disebutnya sebagai 'Inner Nightmare' ke otak Itterom.
"Seperti yang kau tau, aku telah berevolusi menjadi mahkluk yang lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih aneh daripada sebelumnya." Kata Efialtis sembari mengangkat tubuh Itterom ke punggung nya.
"Begitukah, kalau begitu aku punya satu lagi pertanyaan." Vyzus kemudian menghela nafas, membuat Efialtis sedikit tak nyaman.
"Apa kamu tahu tentang para Beyonder itu? Itu membuatku penasaran." Kata Vyzus menyampaikan rasa penasarannya.
Efialtis termenung selama dua menit, lalu menjawab nya dengan tak yakin. "Aku merasa 'mereka' adalah sesuatu yang melampaui batasan akal manusia. Misalnya seperti Zornyx 'The Queen Of All Thougt' yang bisa melakukan apapun yang diinginkannya di dunia pikiran dan Gakashin 'The Desainer Of Universe' yang tak bisa dipungkiri sudah berada di kaliber 'Pencipta'."
'Nama julukannya aneh-aneh, hehe.' Di benaknya, Efialtis tertawa kecil menganggap julukan para Beyonder itu lucu.
Vyz kemudian melanjutkan perkataan Efialtis layaknya sudah mengetahui semuanya. "Kemudian Beyonder bernama Yarks 'The Only One Who Trusted By Gakashin' yang telah memberitahukan masa depan pada seluruh Beyonder mengenai peperangan yang akan terjadi dan Michael 'The Chosen One' seorang Beyonder yang akan menyelamatkan alam semesta setelah 'Great Awaken' terjadi."
Sontak hal tersebut membuat Efialtis menghentikan langkahnya dan berbalik dengan ekspresi yang tak terbaca kemudian berkata.
"Bagaimana kau tahu itu, Vyz?" Suaranya yang gemetar menunjukkan rasa keterkejutan luar biasa dengan perkataan Vyz barusan.
Vyz kemudian tersenyum sinis, yang sontak membuat Efialtis dan Vyzus panik. 'Ayolah, ini bahkan jauh lebih berbahaya daripada burung hitam itu.'
Mengambil pelajaran dari ingatan Vyzus, Efialtis menjadi tahu betul jika Vyz mulai tersenyum setelah berkata hal aneh maka dia akan-.
Shing*
Efialtis dan Vyzus segera berusaha melumpuhkan Vyz yang diam memperhatikan mereka sembari tetap memasang senyum sinis.
Sesaat sebelum serangan keduanya mendarat di wajah Vyz. "Hahh, bahan eksperimen. Tidakkah kalian berpikir itu sedikit lucu? Efialtis."
Vyz telah berada di antara keduanya, ia terus menerus mengoceh hal-hal tidak jelas. Efialtis dengan wajah khawatir kemudian bertanya pada Vyzus.
"Vyzus, kira-kira berapa lama 'Dia' akan seperti itu?" Tanya Efialtis melihat sesuatu yang sangat berbeda dalam diri Vyz.
Sebelum Vyzus dapat menjawab pertanyaan Efialtis, Vyz dengan santainya membalas perkataan Efialtis. "Tenang saja, aku tidak akan berbuat yang aneh-aneh kok. Aku hanya ingin menyampaikan satu atau dua hal yang cukup penting."
"Enggak, aku gak percaya. Kau itu seorang pembohong besar 'Zenith'." Kata Efialtis mengungkap nama seseorang di hadapannya.
Setiap orang di sana tak merasa aneh sama sekali, seolah mereka pernah melihatnya. "Hehe~, kau benar tapi aku sekarang tidak sedang berbohong. Aku memang sungguh-sungguh, karena aku adalah seorang Beyonder sama seperti Zornyx dan Yarks."
Zenith kemudian melanjutkan penjelasannya. "Baiklah semuanya, aku akan langsung saja. Efialtis ini sudah waktunya kau memilih apakah kau akan menjadi Beyonder atau Ascension."
Di saat semuanya kebingungan, Zenith kembali menjelaskan apa yang di maksudnya. "Mungkin kau tidak paham tentang hal tersebut tapi sederhana nya, Beyonder adalah kondisi dimana sebuah 'makhluk' mendapat kekuatan yang melampaui logika manusia dengan cara meminum darah dari makhluk bernama 'Givers'."
Lanjut Zenith. "Sedangkan Ascencion adalah kondisi dimana seseorang mengalami kebangkitan setelah melalui banyak pengalaman yang membuat orang merinding hanya dengan satu kalimat. Namun, Ascension harus dilalui saat orang itu benar-benar sedang di titik terendahnya."
"Oh, gampang nya Beyonder jadi kuat secara instan, sementara Ascension menjadi hebat dalam jangka waktu yang lama ya?" Efialtis menyederhanakan penjelasan Zenith dengan nada yang menghina.
Perkataan Efialtis sama sekali tidak salah. Zenith yang tak bisa membantahnya hanya bisa tersenyum. Namun, tetap tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya pada Efialtis.
"Ya, kamu benar tapi bisakah kamu tidak mengejek ku seperti itu? Itu membuatku sedikit kesal." Kata Zenith.
Efialtis kemudian menurunkan Itterom yang sedari tadi di gendongnya sembari mengambil sebagian ingatannya dan membatalkan Inner Nightmare.
Setelahnya Efialtis mendekat ke arah Zenith dengan santainya, meski Vyzus berusaha menyarankannya untuk tidak mendekat.
Efialtis tetap mendekatinya, setelah keduanya saling berhadapan. Perlahan Efialtis mendekatkan mulutnya ke telinga Zenith dan berbisik.
"Lalu? apa hubungannya semua itu denganku? Aku bahkan tak peduli jika tiga belas tahun lagi alam semesta akan hancur." Kata Efialtis sembari menyiapkan UnLogical untuk diledakkan di dekat Zenith.
"Menjauhlah, aku tahu betul aku telah melakukan sesuatu di masa lalu Vyzus tapi itu kulakukan karena bosan bukan apa-apa sungguh. Dan pilihan tadi itu cukup penting karena... umm." Saat akan menyelesaikan kalimatnya Zenith tiba-tiba terhenti.
"Karena apa? Keuntungan kalian? Ataukah alam semesta? Apapun itu aku tak peduli. Karena sekarang pilihan ku adalah untuk menjadi diriku sendiri." Efialtis bertanya-tanya apa yang ingin di katakan Zenith.
Setelah termenung beberapa detik Zenith kemudian berkata meyakinkan Efialtis. "Iya sih, semua ini hanya demi keuntungan kami sebagai pihak Beyonder dan Ascension. Tapi kamu juga akan dapat keuntungan kok aku berjanji."
Efialtis menghela nafas kemudian menyuruh semua orang untuk jalan terlebih dahulu meninggalkan dirinya bersama Zenith.
Vyzus dan Nessie tampak khawatir, dan secara bersamaan berkata. "Bagaimana denganmu? Apa kamu akan baik-baik saja?"
"Santai, percaya saja padaku." Efialtis dengan percaya dirinya meyakinkan keduanya.
Mereka akhirnya berjalan terlebih dahulu mendahului Efialtis. Itterom yang berjalan sembari menggenggam tangan Jeanne berkata. "Hati-hati dengannya Efialtis."
Efialtis terkekeh lalu dengan sarkas membalas perkataan Itterom. "Oke, oke, tapi bukankah kamu lebih baik mengatasi rasa takut mu itu dengan Jeanne ketimbang dengan ku? Haha, ayah bahkan memegangi tangan ibu."
Mendengar perkataan Efialtis, Itterom tertawa kecil lalu mengangguk pelan sembari meninggalkan Efialtis.
"Baiklah, sekarang hanya ada kita berdua. Jadi mari kita putuskan sekarang juga 'tujuan' ku sebenarnya." Kata Efialtis menatap sinis Zenith.
Zenith tak merasa terintimidasi dengan tatapan Efialtis, ia kemudian membalikkan badan dan secara perlahan melangkah menuju arah yang sama dengan yang di lalui rombongan Efialtis.
"Kenapa kita tidak sembari berjalan juga agar menghemat waktu." Efialtis tak terlalu mempedulikan nya dan mengikuti Zenith dari belakang.
Kembali ke topik sebelumnya. Zenith bertanya pada Efialtis apa yang menjadi tujuan nya saat ini. "Apakah membunuh Lloyd memang tujuan utama mu atau itu hanya alasan karena kamu tidak tahu harus berbuat apa?"
Setelah mendengar pertanyaan Zenith, Efialtis termenung memikirkan nya dan tak lama kemudian membalasnya. "Kau benar, itu cuman alasan saja sih. Sebenarnya juga aku malas mau berbuat apa, tapi karena aku penasaran kenapa Lloyd memberikan ingatannya padaku, jadi, yah, begitulah."
Tak lama Zenith memutar wajah nya melihat Efialtis dengan ekspresi bingung sekaligus terkejut. "Eh?"
"Kenapa? Jujur saja kamu memang benar, aku sekarang bingung karena tak punya tujuan yang jelas, dan sebenarnya aku juga tak masalah jika ikut terlibat dengan 'Great Awaken' tapi aku merasa itu akan percuma karena aku akan kehilangan keluargaku sekarang." Ungkap Efialtis.
"Ahh, jadi begitu." Zenith akhirnya memahami tujuan asli Efialtis setelah mendengarkan isi hatinya.
"Kau ingin membuat kenangan indah bersama mereka, benarkan?" Zenith kembali bertanya.
Efialtis mengangguk lalu ia kembali membalas perkataan Zenith. "Yap, karena semua ingatan yang sekarang ku miliki bukan benar-benar milikku. Jadi setidaknya aku ingin membuatnya bersama istri, ayah, ibu, dan teman-temanku."
Zenith kemudian tertawa menanggapi perkataan Efialtis. "Ahahaha, astaga. Efialtis kau ini memang anomali paling aneh yang pernah ku temui. Kau bahkan menyembunyikan sifat aslimu di belakang layar agar tidak membuat semuanya khawatir."
Masih dengan tawa kecilnya, Zenith berkata dengan suara lembutnya. "Haduh, Efialtis. Kamu itu ahli dalam 'Poker face' akan tetapi dengan penempatan yang terbalik Itu sangat aneh. Namun, aku yakin kau punya alasan di baliknya."
"Oh, ya, aku baru ingat kalau aku sudah ascension." Efialtis mengingat kejadian saat dirinya berada di dunia pikiran Zornyx.
"Benarkah, bagus kalau begitu kau jadi tidak perlu susah-susah mencari air itu." Kata Zenith ikut senang dengan kebangkitan Efialtis.
"Kalau begitu bolehkah aku bertanya?"
"Apa itu?" Balas Zenith.
"Aku akan bertanya tiga hal. Pertama, apakah aku boleh ikut dalam pertempuran 'Great Awaken" setelah membuat kenangan indah? Kedua, apakah kamu tahu sesuatu tentang kekuatan asli ku? Dan terakhir, apakah kamu tahi sesuatu tentang Gakashin?" Tanya Efialtis.
Zenith tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan singkat. "Kamu boleh ikut kapan saja kok. Kekuatan aslimu itu adalah kekuatan yang sudah ada sejak kau terlahir. Kalau soal Gakashin, kamu sebaiknya tanyakan pada Yarks karena semua Beyonder tak ada yang tahu tentangnya kecuali nama dan julukannya."
Efialtis tersenyum sembari menyembunyikan rasa sedihnya kemudian mengangguk pelan paham dengan yang dijelaskan Zenith. "Aku mengerti."
'Astaga, pantas saja cukup sulit untuk mengajaknya. Dia begitu menghargai orang-orang di sekitarnya meski dengan cara yang cukup absurd. Baiklah, Efialtis. Aku akan jadi kakakmu mulai sekarang.' Zenith memutuskan untuk menjadi figur kakak bagi Efialtis setelah melihat senyuman sedihnya.
Zenith kembali mengajaknya mengobrol topik lainnya. "Hei, apa kau tahu kenapa sangat jarang seorang Asencion di alam semesta?"
"Kenapa memangnya?" Balas Efialtis sembari melirik wajah gembira Zenith.
"Itu karena persyaratannya yang terlalu sulit untuk di penuhi makanya membuat hampir semua Beyonder menyerah." Kata Zenith dengan nada semangat.
"Lalu siapa saja yang memenuhi menjadi Ascension itu?" Efialtis yang penasaran kembali bertanya.
"Ada dua, yang pertama bernama Michael seperti yang sudah ku bilang tadi, dan kedua... yah, ini cukup aneh sih. Dia ingin dipanggil menggunakan julukannya 'Monarch Of Sollitude' meski nama aslinya itu Azazel." Jawab Zenith sembari menaruh kedua lengannya di belakang kepala.
Efialtis kemudian berpikir beberapa saat sebelum kembali bertanya. "Umm... apakah aku juga akan mendapatkan julukan itu?"
Zenith dengan cepat berbalik menghadap Efialtis, dengan raut wajah yang menahan tawa ia menjawab. "Pfft, kau benar-benar menanyakan hal itu?"
Wajah Efialtis perlahan memerah saat ia menyadari kalau itu adalah pertanyaan yang memalukan. Namun, ia tetap menganggukan kepalanya karena masih penasaran.
Sontak itu membuat Zenith yang melihat kepolosannya tertawa terbahak-bahak. "Ahahahaha!! Oh, ayolah! Kau serius? Julukan itu akan secara sendirinya datang padamu kok."
'Yah, tapi setidaknya aku tidak melakukan hal yang jahat iyakan? Aku tidak ingin menjadi manipulatif seperti Lloyd lagi.' Di benaknya, Efialtis yang merasa malu berusaha membenarkan pertanyaanya.
Zenith kemudian melayang lalu menepuk kepala Efialtis sembari menatap matanya dengan senyuman manis di wajahnya.
"Hehehe, kalau kamu punya masalah cukup ucapkan 'Marcher' maka aku akan langsung membawa mu ke tempatku lagipula sekarang aku sudah menganggapmu sebagai adikku." Katanya sembari mengelus lembut kepala Efialtis.
Setelah terdiam beberapa saat, Efialtis tersenyum bahagia membalas Zenith dan memeluknya. "Terima kasih, kakak. Aku percaya padamu."
"Hei! Ini cukup memalukan kau tahu!" Zenith merasa terkejut saat Efialtis secara mendadak memeluknya tapi pada akhirnya ia membiarkannya saja.
Efilatis kemudian melepaskan pelukannya dan kembali membahas hal yang berhubungan dengan tujuan nya. "Jadi bagaimana sekarang? Apakah aku harus terus membohongi semua orang dengan tujuan dan sifat palsu ini?"
"Untuk sekarang aku hanya akan memberikan saran saja. Efialtis, kamu harus serius dengan tujuan aslimu, meski kamu harus berbohong pada orang-orang di sekitarmu dengan alasan balas dendam itu. Karena suatu hari kamu pasti akan memberitahu kebenarannya."
Saran dari Zenith membuat Efialtis sedikit tercerahkan, ia kemudian menyampaikan kembali isi pikirannya. "Aku paham, kalau begitu untuk sekarang aku hanya akan berpura-pura sampai di waktu yang tepat aku akan langsung memberitahu mereka."
Zenith menghela nafas lega. "Bagus, adik ku ini sepertinya sangat pintar ya?"
Setelahnya mereka berdua mengobrol santai dengan di penuhi perasaan bahagia di sepanjang perjalanan layaknya seorang kakak yang bermain dengan adiknya.