Benang yang menghubungkan

Angin malam berhembus kencang di atas desa yang hancur. Hujan deras tak henti-hentinya menampar tanah yang keras. Lampu-lampu kecil dari rumah-rumah yang sederhana hanya mampu bertahan dari keganasan alam. Di antara keramaian dan kekacauan, seorang pria muda berdiri di atas bukit, menatap ke bawah.

Eryan, dengan wajah penuh goresan dan pakaian usang yang dipenuhi kotoran, hanya bisa merasakan berat langkahnya. Keringat dan darah bercampur, dan matanya terlihat lelah, namun tak ada ragu dalam pandangannya. Ia tahu dunia ini tak pernah menunggu siapa pun. Di dunia yang penuh dengan ketidakadilan ini, hanya ada satu hal yang pasti—setiap orang harus bertahan hidup. Namun, ia tidak pernah menyesal. Ia lebih memilih hidup keras daripada tergantung pada belas kasihan.

Di bawah bukit itu, sebuah kota kecil tersembunyi, tak jauh dari tempatnya berdiri. Tempat di mana ia tumbuh besar, tempat yang mengajarkan betapa sulitnya hidup tanpa bantuan. Ia merasakan kedekatan dengan tanah ini—tempat ia mulai melawan takdir yang telah ditentukan.

Namun takdir, meskipun penuh kebingungannya, tetap memiliki cara untuk mempertemukan jalan-jalan yang telah terpisah. Malam ini, jalan itu akan membawa Eryan pada sesuatu yang lebih besar dari yang ia bayangkan.

"Saudaraku..." gumamnya, hanya terdengar oleh angin yang berbisik pelan. "Apa yang telah ayah lakukan pada kita?"

---

Di sisi lain dari kerajaan yang megah, Elyon, pemuda yang dilahirkan dengan segala kemewahan dunia, duduk di ruang tahta besar. Matahari terbenam menciptakan cahaya keemasan yang membias di sekitar istana. Namun meski dunia di sekelilingnya terkesan sempurna, ia merasa ada sesuatu yang kosong.

Ia bukan orang yang mudah merasa puas. Dunia bangsawan memberikan segala yang ia inginkan—harta, kekuasaan, dan pengikut setia. Namun, ada perasaan yang mengusik batinnya, sesuatu yang lebih dari sekadar rasa bosan. Sesuatu yang lebih dalam dari kemewahan. Sesuatu yang membawanya berpikir tentang masa depan yang tak pernah ia pilih. Masa depan yang telah diputuskan oleh Sang Ayah, yang terus-menerus menyusun rencana tanpa memberinya pilihan.

"Satu hari nanti, kamu akan memahami keputusan ayahmu," suara sang ayah, Lord Kaelen, menggema di pikirannya. Suara itu seakan tak pernah benar-benar hilang.

Di dalam kegelapan ruangannya, Elyon menatap sekuntum bunga langka yang terhampar di meja. Sebuah simbol ketenangan, tetapi ia tahu, tak ada yang benar-benar tenang dalam kehidupan ini. Semua adalah permainan—permainan yang lebih besar dari yang ia duga.

Saat malam menjelang, keduanya berada di titik yang sama, tanpa mereka ketahui, takdir mereka telah terjalin dalam benang yang tak terlihat. Sebuah benang yang akan membawa mereka pada pertemuan yang tak terhindarkan. Mereka tak tahu bahwa ayah mereka, Lord Kaelen, adalah benang yang mengikat semuanya.

Tapi pada saat yang sama, takdir ini mungkin bukanlah sesuatu yang bisa mereka hindari. Semuanya sudah digariskan.

---

Di balik semua ini, di ruang gelap yang terisolasi jauh di dalam istana, Lord Kaelen berdiri di depan peta besar yang terukir dengan tinta merah. Setiap titik, setiap nama, adalah bagian dari rencananya yang lebih besar. Ia memandang dua anaknya, yang ia rasa lebih sebagai pion dalam permainan ini. Mereka adalah potongan-potongan dalam teka-teki besar yang ia ciptakan. Potongan-potongan yang ia kendalikan melalui benang tak kasat mata.

"Saatnya mereka berdua bertemu," gumamnya dengan senyum tipis yang hanya bisa dimengerti oleh dirinya sendiri.